Kesaksian Penggali Sumur Maut Lubang Buaya, Kelelahan sampai Ada yang Keracunan
loading...
A
A
A
Seorang anggota Peleton 1 yang kemudian masuk ke dalam sumur untuk melanjutkan penggalian dikejutkan dengan penemuan kaki yang mencuat ke atas. Jenazah para jenderal dan perwira Angkatan Darat pun akhirnya ditemukan sekitar pukul 22.00 WIB. Temuan itu kemudian dilaporkan kepada Lettu Feisal Tanjung dan diteruskan ke Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto.
Sintong kemudian memanggil anggota RPKAD Kopral Anang yang pernah mendapatkan pendidikan selam di Kopaska, TNI AL untuk membantu pengangkatan jenazah. Namun sayangnya peralatan selam RPKAD berada di Cilacap, Jawa Tengah. Sintong melalui Kapten CZi R. Sukendar dari Kostrad kemudian meminta bantuan kepada KKO AL.
Sekitar pukul 04.30 dini hari, Komandan Kompi Para Amfibi Kapten KKO AL Winanto bersama delapan penyelam dan dua dokter bernama Drg. Sumarno dan Dr. Kho Tjio Ling tiba di daerah Lubang Buaya. Namun, baru sekitar pukul 10.00 WIB mereka diperbolehkan masuk ke Lubang Buaya. Ada tiga pilihan untuk mengangkat jenazah dari sumur Lubang Buaya yaitu, mengangkat secara langsung namun, hal itu tidak bisa dilakukan mengingat sumur dengan kedalaman 12 meter ini hanya memiliki lebar 75 cm. Kedua, menggali untuk memperlebar sumur. Cara ini juga sulit dilakukan dan memakan waktu cukup lama. Ketiga, menggunakan tali dengan mengikatkannya pada jenazah. Dari ketiga cara itu, dokter RSPAD menyetujui mengangkat seluruh jenazah dengan menggunakan tali.
Proses pengangkatan pun dimulai, sekitar pukul 12.05 Kopral Anang masuk ke dalam sumur maut itu dan mengikatkan tali. Saat diangkat ternyata jenazah tersebut adalah Letnan Satu Corps Zeni Pierre Andreas Tendean ajudan Jenderal TNI A.H. Nasution. Selanjutnya, pada pukul 12.15 Serma KKO Suparimin turun ke dalam sumur untuk mengikatkan tali pada salah satu jenazah, namun penangangkatan mengalami kendala karena terjepit jenazah lainnya.
Selanjutnya pada pukul 12.30 Prako I KKO Subekti juga turun untuk mengikatkan tali kepada salah satu jenazah. Ikatan itu berhasil mengangkat dua jenazah sekaligus yakni, Mayjen TNI S. Parman dan Mayjen TNI Suprapto. Satu persatu jenazah di dalam sumur maut diangkat. Namun untuk memastikan seluruh jenazah sudah diangkat maka salah seorang harus turun lagi ke sumur. Tapi semua penyelam baik dari KKO TNI AL maupun RPKAD sudah kelelahan. “Bahkan, salah seorang prajurit pilihan yang telah berhasil mengangkat jenazah keracunan bau yang menyengat di dalam sumur. Dia muntah-muntah dan terkapar,” tulis Sintong di buku tersebut.
Melihat situasi tersebut, Komandan Kompi Intai Para Amfibi Kapten Winanto memutuskan untuk turun masuk ke dasar sumur. Ternyata di dalamnya masih terdapat satu jenazah lagi yakni, Brigjen TNI D.I. Panjaitan. “Masker gas antihuru-hara itu tidak mampu menahan bau dari ketujuh jenazah. Jadi dari jarak sekitar 100 meter itu baunya terasa waktu kita masuk,” kata anggota KKO Pelda (Purn) Evert Julius Ven Kandou yang ikut dalam pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi dalam kanal YouTube MTATV.
“Di situ saya melihat kekejaman manusia sangat luar biasa. Jadi saya melihat jenazah mereka kalau bahasa Jawa nya ngenes. Perawakan mereka dan keadaan mereka kotor semua. Itu kotornya kotor darah, karena sumurnya sudah kering. Ndak ada air,” kenangnya.
Lihat Juga: 5 Fakta Mayjen TNI Rui Duarte, Putra Timor Timur dengan Penugasan Baru sebagai Irjen Kemenhan
Sintong kemudian memanggil anggota RPKAD Kopral Anang yang pernah mendapatkan pendidikan selam di Kopaska, TNI AL untuk membantu pengangkatan jenazah. Namun sayangnya peralatan selam RPKAD berada di Cilacap, Jawa Tengah. Sintong melalui Kapten CZi R. Sukendar dari Kostrad kemudian meminta bantuan kepada KKO AL.
Sekitar pukul 04.30 dini hari, Komandan Kompi Para Amfibi Kapten KKO AL Winanto bersama delapan penyelam dan dua dokter bernama Drg. Sumarno dan Dr. Kho Tjio Ling tiba di daerah Lubang Buaya. Namun, baru sekitar pukul 10.00 WIB mereka diperbolehkan masuk ke Lubang Buaya. Ada tiga pilihan untuk mengangkat jenazah dari sumur Lubang Buaya yaitu, mengangkat secara langsung namun, hal itu tidak bisa dilakukan mengingat sumur dengan kedalaman 12 meter ini hanya memiliki lebar 75 cm. Kedua, menggali untuk memperlebar sumur. Cara ini juga sulit dilakukan dan memakan waktu cukup lama. Ketiga, menggunakan tali dengan mengikatkannya pada jenazah. Dari ketiga cara itu, dokter RSPAD menyetujui mengangkat seluruh jenazah dengan menggunakan tali.
Proses pengangkatan pun dimulai, sekitar pukul 12.05 Kopral Anang masuk ke dalam sumur maut itu dan mengikatkan tali. Saat diangkat ternyata jenazah tersebut adalah Letnan Satu Corps Zeni Pierre Andreas Tendean ajudan Jenderal TNI A.H. Nasution. Selanjutnya, pada pukul 12.15 Serma KKO Suparimin turun ke dalam sumur untuk mengikatkan tali pada salah satu jenazah, namun penangangkatan mengalami kendala karena terjepit jenazah lainnya.
Selanjutnya pada pukul 12.30 Prako I KKO Subekti juga turun untuk mengikatkan tali kepada salah satu jenazah. Ikatan itu berhasil mengangkat dua jenazah sekaligus yakni, Mayjen TNI S. Parman dan Mayjen TNI Suprapto. Satu persatu jenazah di dalam sumur maut diangkat. Namun untuk memastikan seluruh jenazah sudah diangkat maka salah seorang harus turun lagi ke sumur. Tapi semua penyelam baik dari KKO TNI AL maupun RPKAD sudah kelelahan. “Bahkan, salah seorang prajurit pilihan yang telah berhasil mengangkat jenazah keracunan bau yang menyengat di dalam sumur. Dia muntah-muntah dan terkapar,” tulis Sintong di buku tersebut.
Melihat situasi tersebut, Komandan Kompi Intai Para Amfibi Kapten Winanto memutuskan untuk turun masuk ke dasar sumur. Ternyata di dalamnya masih terdapat satu jenazah lagi yakni, Brigjen TNI D.I. Panjaitan. “Masker gas antihuru-hara itu tidak mampu menahan bau dari ketujuh jenazah. Jadi dari jarak sekitar 100 meter itu baunya terasa waktu kita masuk,” kata anggota KKO Pelda (Purn) Evert Julius Ven Kandou yang ikut dalam pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi dalam kanal YouTube MTATV.
“Di situ saya melihat kekejaman manusia sangat luar biasa. Jadi saya melihat jenazah mereka kalau bahasa Jawa nya ngenes. Perawakan mereka dan keadaan mereka kotor semua. Itu kotornya kotor darah, karena sumurnya sudah kering. Ndak ada air,” kenangnya.
Lihat Juga: 5 Fakta Mayjen TNI Rui Duarte, Putra Timor Timur dengan Penugasan Baru sebagai Irjen Kemenhan
(cip)