Lapas Sesak karena Arus Masuk Deras, Komnas HAM: Psikologis Orang Indonesia Penyebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komnas HAM Amiruddin Al-Rahab mengatakan psikologis orang Indonesia menjadi salah satu penyebab derasnya arus masuk ke lembaga pemasyarakatan (lapas). Di Indonesia, orang yang dinilai salah harus dituntut masuk penjara.
“Psikologi orang Indonesia, orang kalau dinilai bersalah harus masuk penjara yang kita sebut lapas. Apa pun masalahnya,” ujar Al-Rahab dalam diskusi Mencari Jalan Keluar Overcrowded di Tempat-Tempat Tahanan dalam kanal Youtube Humas Komnas HAM RI, Senin (20/09/2021).
Bahkan menurutnya, dalam tindak pidana ringan kerap kali orang dimasukkan ke dalam tahanan. Imbasnya, hal inilah yang membuat lapas menjadi kelebihan kapasitas. “Bayangkan, orang yang hanya divonis tiga bulan di dakwaannya kena UU ITE, harus juga dimasukan ke dalam lapas,” ujarnya.
“Oleh karena itu kesadaran umum, kesadaran publik tentang mengoreksi kesalahan kita ya cuman di lapas itu saja, tidak ada yang lain,” sambungnya.
Amiruddin menambahkan, saat kondisi lapas mengalami lebih kapasitas maka dapat terjadi hal yang dinilainya sebagai krisis kemanusiaan. Pasalnya, segala macam hal dapat terjadi di sana.
“Sementara setelah dia masuk, karena ini overcrowded yang saya katakan krisis kemanusiaan itu, segala macam hal terjadi dalam lapas.” tambahnya.
“Nah mungkin ke depan kita perlu pikirkan ini. Bagaimana caranya mengoreksi kesalahan individual dari negara itu, yang dikategorikan dengan tindak pidana itu bisa dikategorikan dengan cara lain,” kata dia.
Lihat Juga: Bandar Jaringan Internasional Kendalikan Peredaran Narkoba dari Lapas, Perputaran Uang Capai Rp2,1 T
“Psikologi orang Indonesia, orang kalau dinilai bersalah harus masuk penjara yang kita sebut lapas. Apa pun masalahnya,” ujar Al-Rahab dalam diskusi Mencari Jalan Keluar Overcrowded di Tempat-Tempat Tahanan dalam kanal Youtube Humas Komnas HAM RI, Senin (20/09/2021).
Bahkan menurutnya, dalam tindak pidana ringan kerap kali orang dimasukkan ke dalam tahanan. Imbasnya, hal inilah yang membuat lapas menjadi kelebihan kapasitas. “Bayangkan, orang yang hanya divonis tiga bulan di dakwaannya kena UU ITE, harus juga dimasukan ke dalam lapas,” ujarnya.
“Oleh karena itu kesadaran umum, kesadaran publik tentang mengoreksi kesalahan kita ya cuman di lapas itu saja, tidak ada yang lain,” sambungnya.
Amiruddin menambahkan, saat kondisi lapas mengalami lebih kapasitas maka dapat terjadi hal yang dinilainya sebagai krisis kemanusiaan. Pasalnya, segala macam hal dapat terjadi di sana.
“Sementara setelah dia masuk, karena ini overcrowded yang saya katakan krisis kemanusiaan itu, segala macam hal terjadi dalam lapas.” tambahnya.
“Nah mungkin ke depan kita perlu pikirkan ini. Bagaimana caranya mengoreksi kesalahan individual dari negara itu, yang dikategorikan dengan tindak pidana itu bisa dikategorikan dengan cara lain,” kata dia.
Lihat Juga: Bandar Jaringan Internasional Kendalikan Peredaran Narkoba dari Lapas, Perputaran Uang Capai Rp2,1 T
(muh)