Greenpeace: KLHK Harus Buka Roadmap Pengurangan Sampah Produsen Galon Sekali Pakai ke Publik

Senin, 13 September 2021 - 23:21 WIB
loading...
Greenpeace: KLHK Harus...
Pemulung mengumpulkan galon air minum sekali pakai. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Greenpeace Indonesia mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuka ke publik rencana peta jalan (roadmap) pengurangan sampah yang sudah dilaporkan industri kepada KLHK. Hal itu bertujuan agar publik mengetahui keseriusan produsen dalam mengatasi permasalahan sampah di Indonesia.

Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, mengatakan, penyusunan dan penyerahan rencana peta jalan pengurangan sampah yang dilakukan para pelaku industri merupakan langkah awal yang memang harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Namun saat ini, kami mendorong untuk dibukanya rencana ini agar dapat diakses, dibaca, serta dinilai oleh publik secara luas, apakah memang para produsen ini menyusun rencana yang benar-benar serius untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia," katanya.

Pelaporan rencana peta jalan pengurangan sampah oleh industri itu dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Peraturan ini mengharuskan industri membuat perencanaan bagaimana mengurangi sampah mereka dalam 10 tahun sampai dengan dengan 30%, yang dimulai sejak 2020 lalu.

Baca juga: KLHK Minta Produsen Galon Sekali Tarik Ulang Kemasan Bekas Pakai

Sebelumnya, Atha melihat keanehan, pada saat pemerintah berusaha menargetkan pengurangan sampah, khususnya sampah plastik, justru ada pelaku industri yang malah mengeluarkan produk-produk baru yang berpotensi menimbulkan sampah seperti produk air minum dalam kemasan (AMDK) galon sekali pakai. "Itu kan aneh namanya," ucapnya.

Seharusnya pelaku industri AMDK itu mulai 2020 lalu sudah harus membuat perencanaan bagaimana mengurangi sampah mereka dalam 10 tahun ke depan hingga 30% seperti yang diminta dalam Peraturan Menteri LHK No 75 Tahun 2019. "Tapi, yang mereka lakukan kok malah mengeluarkan produk-produk baru yang ternyata malah berpotensi menimbulkan sampah dengan alasan produk itu bisa didaur ulang," kata Atha.

Menurut Atha, produsen galon sekali pakai itu jangan hanya melihat dari sisi botolnya yang berbahan PET dan diklaim bisa didaur ulang serta menjadi salah satu jenis plastik bernilai tinggi yang dicari para pemulung. Namun mereka juga harus melihat label dan tutupnya yang ternyata masih berpotensi menjadi sampah.

Baca juga: Galon Sekali Pakai Bertentangan dengan Program Kurangi Sampah Plastik

Jadi, kata Atha, sesuai Peraturan Menteri LHK, ketika ada inovasi produk baru seperti galon sekali pakai ini, produsennya juga harus membuka bagaimana pertanggungjawaban mereka kepada konsumen agar produk yang mereka keluarkan itu tidak lagi berpotensi menjadi sampah.

Pengamat regulasi persampahan, Asrul Hoesein, juga mempertanyakan sikap KLHK yang seakan membiarkan kehadiran galon sekali pakai di tengah adanya kebijakan pelarangan plastik sekali pakai. "Kenapa pada saat muncul pelarangan plastik sekali pakai, KLHK justru membiarkan salah satu industri memproduksi kemasan galon sekali pakai. Harusnya KLHK kan menegur mereka," ujarnya.

Menurut Asrul, kemasan galon sekali pakai ini jelas akan menambah tumpukan sampah plastik di lingkungan. Dalam hal ini, KLHK terbukti tidak serius menjalankan peraturan yang dibuatnya sendiri. "Ada apa dengan hal ini. Kenapa KLHK tidak meminta saja agar si produsen galon sekali pakai itu memproduksi galon guna ulang yang lebih ramah lingkungan seperti yang dilakukan industri lain," katanya.

Di sisi lain, dia juga mengendus adanya keanehan kerja sama yang dilakukan produsen galon sekali pakai ini dengan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) dan Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) untuk menarik sampah-sampah galon mereka. "Seharusnya, posisi ADUPI dan APSI itu tidak boleh berpihak hanya kepada satu produk saja," ucap Asrul.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1900 seconds (0.1#10.140)