Audit, Akuntabilitas dan Pengelolaan Keuangan Negara

Minggu, 31 Mei 2020 - 08:06 WIB
loading...
Audit, Akuntabilitas dan Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam pengelolaan keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi salah satu garda terdepan dalam menciptakan pengelolaan keuangan yang akuntabel. Foto/Istimewa
A A A
Anton Chrisbiyanto
Jurnalis KORAN SINDO-SINDOnews

PASCA Reformasi 1998, Pemerintah Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 (UUD 1945).

Hal ini dilandasi oleh amanat konstitusi, yakni pemerintah harus menjaga keseimbangan keuangan negara sebagai salah satu upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Pemerimaan negara menjadi salah satu aspek penting dari kedaulatan negara sehingga perlu dilakukan
pengawasan yang ketat.

Untuk mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan maka ditetapkan undang- undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.

Dalam pengelolaan keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi salah satu garda terdepan dalam menciptakan pengelolaan keuangan yang akuntabel.

Sebagai Supreme Audit Institution, BPK memiliki peran penting dalam mengawal pengelolaan dan peningkatan kualitas pertanggungjawaban keuangan negara. Hasil audit BPK yang dilanjutkan dengan rekomendasi dan diiringi beragam dukungan dari para pemangku kepentingan dari tahun ke tahun berhasil menaikkan kualitas laporan keuangan. Tak hanya pada lembaga pemerintah pusat tetapi juga pemerintah daerah.

BPK diharapkan bisa menjadi ujung tombak dalam menyelamatkan keuangan negara dari praktik-praktik yang merugikan negara, sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang.

Dengan demikian, tercipta prinsip pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 yang menyatakan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.

Dalam UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK memiliki tugas dan posisi yang sangat strategis. BPK menjadi salah satu lembaga yang memiliki peran besar dalam menjaga dan memastikan keuangan negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Memiliki tugas dan kewenangan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

Cakupan pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dengan tugas dan fungsi yang besar dengan cakupan yang luas sudah sepatutnya BPK memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) di dalamnya dan meningkatkan sinergi dengan lembaga lainnya.

Sejauh ini, BPK telah memberikan kontribusi untuk pemberantasan korupsi. Hal ini terlihat dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019. Dalam IHPS tersebut, disebutkan dalam kurun 2005-2019 temuan yang telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset, penyetoran ke kas negara, daerah atau perusahaan mencapai Rp106,13 triliun.

Pada periode tersebut, BPK telah menyampaikan 560.521 rekomendasi kepada entitas yang diperiksa, dan sebanyak 416.680 rekomendasi atau sebesar 74,3% telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi.

Sedangkan penyelesaian yang terjadi pada periode 2005-2019 menunjukkan terdapat angsuran sebesar Rp284,90 miliar, pelunasan sebesar Rp1,14 triliun, dan penghapusan sebesar Rp 82,83 miliar. Dengan sisa kerugian megata sebesar Rp 1,69 triliun.

Dari IHPS tersebut menunjukkan pentingnya hasil temuan BPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Meskipun BPK tidak memiliki kewenangan langsung untuk menindaklanjuti hasil temuan, namun setidaknya rekomendasi yang diberikan kepada lembaga-lembaga yang berwenang bisa menjadi pembuka jalan bagi pemberantasan korupsi.

Karena itulah sinergi BPK dengan lembaga lain seperti Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus diperkuat.

Sinergi antar lembaga tersebut penting dalam rangka akuntabilitas dan transparansi tata kelola keuangan negara. Kerja sama yang efektif dan profesional akan menekan tindak korupsi dalam pengelolaan keuangan negara.

Pemberantasan Korupsi sudah menjadi prioritas dan komitmen pemerintah. Hal ini ditunjukkan dari Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) Indonesia yang terus membaik dari tahun ke tahun. Tahun lalu, skor CPI Indonesia naik dua poin dari tahun sebelumnya menjadi 40 dan berada di posisi 85 dari 180 negara.

ICP mengacu pada 13 survei dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori. Dalam penilaian CPI, skor 0 untuk kategori negara atau teritori sangat korup dan skor 100 sangat bersih.

Meskipun tidak berwenang menangani peyidikan tindak pidana korupsi, namun BPK memiliki peran yang vital dalam mengungkap sumber-sumber kerugian keuangan negara. Apalagi dalam UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemeriksa (BPK) dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara atau daerah dan
atau unsur pidana.

Namun demikian, masih ada tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh BPK. Salah satunya yakni keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini auditor sehingga perlu kiranya BPK terus memperluas kerjasama pihak-pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam melakukan audit.

Selain itu, untuk meningkatkan transparansi dalam pemberantasan korupsi, pimpinan BPK harus menekankan kepada para auditor agar selalu memiliki komitmen yang kuat untuk tetap independen. Independensi harus terus dipertegas, termasuk komitmen agar mampu terbebas dari intervensi pihak manapun termasuk intervensi dari partai politik.

Dukungan dari lembaga lain untuk memperkuat BPK di masa mendatang semakin diperlukan agar pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK benar-benar terlaksana.Termasuk didalamnya dukungan terhadap ketersediaan SDM, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.

Masyarakat tentu berharap segala hal yang sudah dilakukan BPK tak sekadar menjadi rekomendasi semata. Harus ada komitmen yang kuat dari pihak-pihak lain agar rekomendasi tersebut benar-benar ditindaklanjuti. Sebab, masih banyak rekomendasi BPK yang tidak ditindaklanjuti, padahal tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan tersebut merupakan perintah undang-undang yang harus dijalankan.

Tantangan lain yang perlu diperhatikan di masa mendatang yakni penguasaan teknologi informasi.Di era digital saat ini, BPK harus terus melakukan transformasi agar bisa menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya secara efisien.

Pemeriksaan keuangan dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi atau e-audite perlu terus disempurnakan. Sehingga dapat mencegah penyalahgunaan keuangan negara lebih efektif dan efisien.

Dengan penyempurnaan e-audite, monitoring keuangan negara akan semakin kuat dan pemeriksaan BPK akan semakin efektif dan efisien. Perlu juga penguatan pada pusat data dengan menciptakan big data sehingga BPK bisa mengakses seluruh data kepada pengelola dan penanggung jawab keuangan negara.

Dalam jurnal Mubiroh/Berkala Akuntansi dan Keuangan Indonesia Vol. 04, No. 01 (2019): 15-34, perkembangan teknologi informasi mengakibatkan perubahan pada sistem akuntansi, sistem pengendalian internal, dan auditing (Gondodiyoto, 2007).

Karena itu, BPK harus mampu mengatasi permasalahan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi audit melalui e-audite. Salah satunya yakni meningkatkan kompetensi para auditor agar mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi. Dengan jumlah SDM yang terbatas, sedangkan entitas yang diperiksa sangat banyak dengan waktu pemeriksaan sangat terbatas maka penguasaan teknologi informasi adalah hal yang wajib dilakukan.

E-audit yang sudah dicanangkan BPK selama hampir satu dekade perlu diikuti dengan kemampuan SDM yang handal. Sehingga sinergi antara sistem informasi internal BPK (e-BPK) dan sistem informasi milik entitas pemeriksaan (e- auditee) melalui komunikasi data secara online dapat berjalan maksimal. Dan pada akhirnya mampu mengurangi penyalahgunaan keuangan negara, mendukung optimalisasi penerimaan negara, mendukung efisiensi dan efektifitas pengeluaran negara, mengoptimalkan tindak lanjut temuan BPK serta mengoptimalkan kinerja.

Fungsi dan peran BPK harus terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial, politik dan perekonomian nasional. Penyelesaian hambatan-hambatan yang dihadapi BPK dalam rangka efektifitas tugas dan peran BPK harus mendapatkan dukungan sepenuhnya, baik dari sisi peraturan perundang-undangan maupun dukungan dari lembaga lain.

Perlu juga dilakukan kajian atas pemberian kewenangan penyidikan kepada BPK sebagaimana institusi lain yang mendapatkan kewenangan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan efektifitas fungsi dan kewenangan BPK, sehingga tidak lagi dijumpai hasil temuan BPK yang menunjukkan bahwa hasil temuan tersebut terindikasi ada kerugian keuangan negara, namun tidak dapat ditindaklanjuti oleh instansi lain yang berwenang melakukan penyidikan.

Selain itu, perlu penguatan yang sungguh-sungguh terhadap BPK untuk menghasilkan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang bebas, mandiri, dan profesional. Hal ini demi terwujudnya tujuan negara untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2521 seconds (0.1#10.140)