Penanganan Kasus KDRT Tetap Ditingkatkan di Masa Pandemi COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berada di rumah selama masa pandemi COVID-19 ternyata tidak menghilangkan potensi risiko kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Meski laju pertumbuhan kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menunjukkan penurunan namun kasus kekerasan masih rentan terjadi.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (PHP) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Vennetia R Danes mengatakan kelompok perempuan dan anak paling rentan mengalami kekerasan. Apalagi, jika salah satu faktornya ditengarai masalah ekonomi, khususnya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19. (Baca juga: Tidak Memiliki SIKM, Ratusan Kendaraan Dilarang Masuk Perbatasan Jakut)
“Kondisi ini dapat bertambah parah bila dibarengi kondisi ekonomi keluarga yang tidak baik, seperti kehilangan pekerjaan dan PHK,” ujar Vennetia dalam keterangan tertulis yang dikutip SINDOnews, Jumat (29/5/2020).
Berdasarkan Data Simfoni PPA, ada penurunan laju pertumbuhan KDRT dalam masa tanggap darurat COVID-19. Dari sebelumnya terlapor 10 kasus per hari menjadi 3 kasus tiap harinya.
Merujuk catatan tersebut, pada periode 1 Januari-28 Februari 2020 tercatat ada 577 kasus KDRT. Sementara, pada rentang 29 Februari-27 Mei 2020 tercatat ada 278 kasus KDRT.
Kendati mengalami tren penurunan, lanjut Vennetia, berbagai bentuk kekerasan yang dialami perempuan nyatanya sangat berdampak di masa pandemi Corona. Menurutnya, dampak kekerasan terhadap perempuan jika dikaitkan dalam konteks sekarang, dapat menurunkan daya juang perempuan baik secara fisik maupun mental dalam melawan COVID-19.
“Data tersebut sudah cukup untuk meyakinkan kita bahwa kekerasan terhadap perempuan khususnya KDRT merupakan masalah serius dan perlu dicarikan solusinya,” tutur dia.
Vennetia mengatakan KemenPPPA terus berjuan dalam penanganan kasus KDRT meski dalam situasi wabah COVID-19 sekarang. Salah satu bentuk upayanya yaitu meningkatkan kapasitas manajemen penanganan kasus KDRT melalui pertemuan virtual.
Kegiatan tersebut diutamakan bagi Kelompok Kerja Daerah di tingkat provinsi seperti Dinas PPPA dan UPTD/P2TP2A di daerah. Hal itu ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen bersama dalam pencegahan, penanganan dan pemulihan korban KDRT dengan mengedepankan perspektif korban. (Baca juga: Merasa Tak Dihargai, Wali Kota Surabaya Tri Risma Marah Besar)
Selain itu, lanjut Vennetia, KemenPPPA juga telah melakukan berbagai langkah strategis dalam masa pandemi corona. Antara lain, mengusung gerakan BERJARAK (Bersama Jaga Keluarga Kita), terlibat dalam Sistem Layanan Nasional untuk Kesehatan Jiwa (SEJIWA), membuat Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemik COVID-19, dan pemberian bantuan kebutuhan spesifik bagi perempuan, serta melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE).
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (PHP) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Vennetia R Danes mengatakan kelompok perempuan dan anak paling rentan mengalami kekerasan. Apalagi, jika salah satu faktornya ditengarai masalah ekonomi, khususnya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19. (Baca juga: Tidak Memiliki SIKM, Ratusan Kendaraan Dilarang Masuk Perbatasan Jakut)
“Kondisi ini dapat bertambah parah bila dibarengi kondisi ekonomi keluarga yang tidak baik, seperti kehilangan pekerjaan dan PHK,” ujar Vennetia dalam keterangan tertulis yang dikutip SINDOnews, Jumat (29/5/2020).
Berdasarkan Data Simfoni PPA, ada penurunan laju pertumbuhan KDRT dalam masa tanggap darurat COVID-19. Dari sebelumnya terlapor 10 kasus per hari menjadi 3 kasus tiap harinya.
Merujuk catatan tersebut, pada periode 1 Januari-28 Februari 2020 tercatat ada 577 kasus KDRT. Sementara, pada rentang 29 Februari-27 Mei 2020 tercatat ada 278 kasus KDRT.
Kendati mengalami tren penurunan, lanjut Vennetia, berbagai bentuk kekerasan yang dialami perempuan nyatanya sangat berdampak di masa pandemi Corona. Menurutnya, dampak kekerasan terhadap perempuan jika dikaitkan dalam konteks sekarang, dapat menurunkan daya juang perempuan baik secara fisik maupun mental dalam melawan COVID-19.
“Data tersebut sudah cukup untuk meyakinkan kita bahwa kekerasan terhadap perempuan khususnya KDRT merupakan masalah serius dan perlu dicarikan solusinya,” tutur dia.
Vennetia mengatakan KemenPPPA terus berjuan dalam penanganan kasus KDRT meski dalam situasi wabah COVID-19 sekarang. Salah satu bentuk upayanya yaitu meningkatkan kapasitas manajemen penanganan kasus KDRT melalui pertemuan virtual.
Kegiatan tersebut diutamakan bagi Kelompok Kerja Daerah di tingkat provinsi seperti Dinas PPPA dan UPTD/P2TP2A di daerah. Hal itu ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen bersama dalam pencegahan, penanganan dan pemulihan korban KDRT dengan mengedepankan perspektif korban. (Baca juga: Merasa Tak Dihargai, Wali Kota Surabaya Tri Risma Marah Besar)
Selain itu, lanjut Vennetia, KemenPPPA juga telah melakukan berbagai langkah strategis dalam masa pandemi corona. Antara lain, mengusung gerakan BERJARAK (Bersama Jaga Keluarga Kita), terlibat dalam Sistem Layanan Nasional untuk Kesehatan Jiwa (SEJIWA), membuat Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemik COVID-19, dan pemberian bantuan kebutuhan spesifik bagi perempuan, serta melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE).
(kri)