Ekonomi Merdeka

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 19:53 WIB
loading...
Ekonomi Merdeka
Dani Setiawan (Foto:Ist)
A A A
Dani Setiawan
Ketua Harian DPP KNTI, Pengajar FISIP UIN Jakarta

TIDAK terasa, hampir delapan dekade bangsa Indonesia menikmati alam kemerdekaan. Proklamasi kemerdekaan Indonesia setiap Agustus merupakan momen deklaratif. Meneguhkan sikap kebudayaan seluruh komponen bangsa Indonesia untuk mandiri, berdiri di atas kaki sendiri, bebas dari intervensi dan subordinasi bangsa lain.

Proklamasi merupakan penanda bahwa penderitaan rakyat akibat penjajahan telah berakhir, tetapi sekaligus menjadi tonggak awal perjuangan baru untuk membangun Indonesia yang adil dan makmur.

Secara politik, kemerdekaan Indonesia bermakna adanya kesetaraan bagi seluruh rakyat untuk terlibat dalam merumuskan, memutuskan, dan menjalankan kebijakan-kebijakan politik kenegaraan sesuai dengan kehendak dan cita-cita bersama. Menghadirkan ruang partisipasi rakyat secara terbuka dan dijamin konstitusi. Tidak ada lagi hak istimewa berdasarkan kelas-kelas sosial, rakyat menjadi penentu segala urusan publik. Ke luar, kemerdekaan Indonesia berarti kesejajaran posisi dan kehormatan sesama bangsa-bangsa lain dalam pergaulan dunia.

Transformasi Ekonomi
Secara ekonomi, kemerdekaan Indonesia bermakna memulihkan martabat kemanusiaan seluruh rakyat akibat penghisapan dan pemerasan selama kolonialisme berlangsung. Tugas kemerdekaan adalah mengoreksi apa yang disebut Soekarno sebagai tiga ciri struktur perekonomian Indonesia di bawah penjajahan:

Pertama, perekonomian Indonesia diposisikan sebagai pemasok bahan mentah bagi negara-negara industri kapitalis; Kedua, perekonomian Indonesia dijadikan sebagai pasar produk-produk yang berasal dari negara-negara Industri kapitalis; Ketiga, Perekonomian Indonesia menjadi tempat memutar kelebihan modal yang terdapat di negara-negara industri kapitalis tersebut.

Ketiga ciri ekonomi Indonesia di masa kolonialisme itulah yang akan ditransformasi melalui pengaturan pasal-pasal ekonomi dalam konstitusi. Ikhtiar ini tidak lain ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan secara signifikan, memeratakan pendapatan, menciptakan lapangan pekerjaan, dan menciptakan tatanan masyarakat adil dan makmur.

Penciptaan lapangan pekerjaan dimaksudkan untuk memulihkan ekonomi rakyat yang telah mengalami proses penghancuran di bawah kapitalisme-kolonial yang predatorik. Oleh karena itu, strategi dan kebijakan dalam konstitusi diarahkan untuk menempatkan negara sebagai motor penggerak ekonomi.

Negara mengatur agar kegiatan ekonomi nasional berjalan secara adil. Faktor-faktor produksi (tanah, modal, dsb.) tidak boleh terkonsentrasi pada segelintir orang, bahkan ada keharusan untuk mendistribusikannya kepada rakyat banyak yang tidak memilikinya agar rakyat bisa bekerja. Perusahaan negara/BUMN juga diperkuat untuk menguasai dan mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan strategis. Dengan demikian, BUMN dapat berkembang dan menjadi penopang penciptaan lapangan kerja yang luas.

Selain sektor negara, pembesaran dan perlindungan ekonomi rakyat juga menjadi panduan utama. Ekonomi rakyat adalah sesuatu yang riil dan kongkret. Ekonomi rakyat memiliki peran strategis dalam sistem dan struktur ekonomi nasional.

Perkebunan rakyat, pertanian rakyat, industri rakyat, pertambakan rakyat, perikanan rakyat, pelayaran rakyat, kerajinan rakyat dan sebagainya. Kesemuanya memberikan sumbangan amat besar dalam perekonomian Indonesia saat ini. Pemihakan terhadap ekonomi rakyat juga harus bermakna secara struktural, yaitu membentuk suatu perekonomian nasional yang dikendalikan oleh rakyat, baik dalam bentuk koperasi ataupun kepemilikan saham masyarakat dalam pada usaha-usaha besar.

Esensi Ekonomi Merdeka
Banyak kemajuan yang sudah dilakukan hingga saat ini, meskipun masih teramat besar tantangannya. Misalnya, kendali atas penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam sudah banyak yang beralih ke perusahaan negara. Seperti pengelolaan blok Mahakam, tambang emas Freeport di Papua, dan terbaru adalah blok migas Rokan yang telah dikelola oleh Chevron Pacific selama 80 tahun kini diambil alih Pertamina. Tantangan selanjutnya adalah menjadikan kekayaan alam ini dikelola secara baik dan menghasilkan manfaat besar bagi negara.

Yang mencemaskan adalah tingginya kesenjangan ekonomi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang terus berlangsung puluhan tahun belum berkualitas, akibatnya gagal menciptakan pemerataan. Yang terjadi sebaliknya, kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin meningkat. Angkanya masih belum beranjak, 1% orang kaya Indonesia menguasai sekitar 50% kekayaan nasional.

Konsekuensi langsung dari perubahan yang harus dilakukan ke depan adalah, kebijakan ekonomi harus didesain untuk mengatasi tiga hal sekaligus: kesenjangan antarwilayah, kesenjangan antargolongan pendapatan, dan kesenjangan antar pelaku ekonomi. Jika tidak, dampak sosialnya akan mengerikan dan implikasi politiknya amat besar. Sistem demokrasi yang berlangsung di tengah keadaan sosial yang timpang, hanya akan menjadi sarana bagi bagi segelintir elite semakin mengukuhkan legitimasi dan cengkramannya.

Struktur ekspor Indonesia juga harus menjadi sasaran transformasi. Pemerintah telah membuat aturan untuk meningkatkan nilai tambah melalui proses hilirisasi yang lebih ketat di dalam negeri.

Jika konsisten dilakukan disertai tata kelola yang baik, langkah ini akan memberi dampak penting bagi kemajuan industri di tanah air. Keunggulan komparatif atas ketersediaan sumber daya alam ditambah dengan investasi besar untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, tidak mustahil ekonomi Indonesia akan menjadi raksasa berikutnya.

Yang masih menghambat kemerdekaan ekonomi Indonesia adalah minimnya terobosan kebijakan mengatasi tumpukan beban utang yang semakin membesar. Pengalaman di masa lalu tidak boleh diulangi. Indonesia menjadi korban mal praktek ekonomi utang oleh rentenir global yang menjerat leher dan merusak tatanan ekonomi nasional. Pemerintah juga sebaiknya memikirkan dengan sungguh-sungguh agar utang pemerintah bisa dikurangi melalui berbagai skema penghapusan, pengurangan, pertukaran, dan sebagainya.

Akhirul kalam, di tengah ungkapan syukur atas anugerah kemerdekaan Indonesia, agenda-agenda besar kemerdekaan ekonomi harus semakin lantang disuarakan. Inilah esensi perjuangan kemerdekaan Indonesia, bukan sekAdar mencapai kemajuan dalam demokrasi politik, tetapi juga memapankan demokrasi ekonomi. Sebagaimana ungkapan masyhur Proklamator Mohammad Hatta: “Demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan tidak ada.” Merdeka!
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0741 seconds (0.1#10.140)