Pasca Taliban Kuasai Afghanistan, Bagaimana dengan Gerakan Jamaah Islamiyah?

Senin, 23 Agustus 2021 - 15:25 WIB
loading...
Pasca Taliban Kuasai...
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi khawatir kemenangan Taliban di Afghanistan berpengaruh dengan gerakan terorisme di Indonesia. Foto/REUTERS
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi khawatir kemenangan Taliban di Afghanistan sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pola gerakan jaringan terorisme di Indonesia.

Baca Juga: Afghanistan
Dia mengatakan, pengiriman anggota JI ke Afghanistan untuk berlatih militer dan perakitan bom dimulai sejak pertama kali berdiri pada tahun 1992. "Di bawah kepemimpinan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir, JI pada saat itu secara berkala mengirimkan anggotanya ke Afghanistan hingga beberapa angkatan," ujarnya, Senin (23/8/2021).

Baca juga: Terduga Teroris yang Ditangkap di Tangerang dari Kelompok Jamaah Islamiyah

Kabag Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar mengungkapkan, hampir semua pelaku bom di Indonesia dari sejak Bom Bali I pada tahun 2000 hingga 2009 adalah alumni Afghanistan. Aswin menambahkan, Jamaah Islamiyah hingga kini masih terus bergerak.

"Ini sangat memungkinkan mengingat gerakan mereka di bawah permukaan tidak pernah mengendur," katanya.

Dia menuturkan, Jamaah Islamiyah secara aktif membangun jaringan melalui regenerasi, pelatihan dan struktur organisasi yang solid, melalui sistem pendanaan yang memadai. Tercatat mereka berhasil menjaring dana lebih dari Rp100 Miliar untuk mendukung operasionalnya.

"Pengungkapan lembaga donasi Syam Organizer sebagai salah satu bejana bagi pendanaan Jamaah Islamiyah oleh Densus 88 dalam tiga bulan terakhir, menunjukkan betapa kuatnya jaringan ini. Tercatat mereka melakukan penarikan dana dari masyarakat dan mendistribusikannya dalam bentuk tunai melalui kurir-kurir terhadap banyak struktur JI untuk pembiayaan rekrutmen dan pelatihan," katanya.

Dana tersebut, lanjut dia, juga dialirkan untuk kebutuhan DPO teroris yang berada dalam persembunyian, teroris yang sedang berada di lapangan, termasuk juga kebutuhan teroris yang telah tertangkap kepolisian. Dia melanjutkan, puncak aksi teror kelompok Jamaah Islamiyah terjadi dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2009.

Dia mempertegas kelompok Jamaah Islamiyah mendominasi aksi teror pengeboman, bom bunuh diri maupun penembakan. "Para anggota JI yang terlibat dalam aksi-aksi teror tersebut mendapat bantuan dari anggota JI yang lain untuk disembunyikan," imbuhnya.

Pada bulan November 2020 telah dilakukan penangkapan terhadap dua DPO kasus Bom Bali I (tahun 2000) dan pelaku utama rangkaian aksi teror di Poso pada tahun 2004 hingga 2006. Mereka adalah Zulkarnaen alias Aris Sumarsono alias Daud alias Zaenal Arifin alias Abdulrahman dan Taufik Bulaga alias Syafrudin alias Udin Bebek alias Upik Lawanga.

"Selama bertahun-tahun mereka disembunyikan dengan rapi, melalui jaringan dan pendanaan yang kuat. Bahkan Upik Lawanga dalam persembunyiannya diketahui masih aktif melakukan perakitan senjata dan bahan peledak," katanya.

Dia mengatakan, geliat Jamaah Islamiyah hingga kini tak pernah mereda. "Berbagai penangkapan yang telah dilakukan oleh Densus 88-AT Mabes Polri hampir selalu beririsan dengan organisasi JI, dan dari tahun ke tahun anggota JI yang ditangkap semakin meningkat," ujarnya.

Dalam tiga tahun terakhir, sambung dia, anggota jaringan Islamiyah berhasil ditangkap sebanyak 25 orang pada tahun 2019, 64 orang pada 2020, dan 133 orang pada tahun 2021 per bulan Agustus ini saja. Namun demikian, Densus 88 berpendapat, penindakan terhadap kelompok teroris ini tidak akan pernah ada habisnya jika tidak ada resistensi dari masyarakat.

Pada kesempatan terakhir, Aswin Siregar mengimbau bahwa bagaimanapun, pencegahan harus dimulai dari hulu. "Yakni dari masyarakat sebagai sasaran rekrutmen utama berbagai kelompok teror. Jika masyarakat menolak, jaringan teroris tidak akan menemukan ruang untuk menghidupkan organisasinya dan melaksanakan aksinya," pungkasnya.

Sementara itu, Kementerian Agama RI dan Majelis Ulama Indonesia telah memberikan apresiasi terhadap pengungkapan jaringan Jamaah Islamiyah yang dilakukan oleh Densus 88-AT Mabes Polri ini. Kemenag RI menyatakan perlunya pengarusutamaan moderasi agama untuk menangkal berbagai aksi terorisme yang mengatasnamakan agama.

MUI mengimbau agar masyarakat berhati-hati dalam menyalurkan donasinya, jangan sampai niat baik masyarakat justru menghidupkan kelompok-kelompok yang ingin membunuh masyarakat.

"Kami mengajak masyarakat untuk berdonasi di lembaga resmi, guna menghindari dana yang didonasikan untuk membiayai gerakan radikalisme dan terorisme," ujar Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI, Muhammad Syauqillah.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1771 seconds (0.1#10.140)