Mengantisipasi Efek Taliban di Tanah Air
loading...
A
A
A
Meski kemungkinan ada orang Indonesia yang bersimpati dan bergabung ke Taliban tetap ada, namun itu peluangnya dinilai kecil. Kalau pun ada, mereka tidak untuk datang jadi warga negara Afghanistan dan melepas status WNI-nya.
“Paling fenomenanya mereka datang untuk berlatih di sana. Makanya terlalu prematur bahwa ada orang yang ini dan itu,” katanya.
Selain itu, dia menyebut unsur keteroran Taliban sesungguhnya tidak sedalam secara ideologis seperti misalnya dengan Al-Qaida. Taliban hanya kelompok konservatif saja yang menegakkan hukum syariah dengan ketat, misalnya melakukan potong tangan bagi orang yang terbukti mencuri. Unsur keterorannya muncul karena dikaitkan dengan Al-Qaida. Namun, kata dia, sikap Taliban mempertahankan Al-Qaida pun lebih karena prinsip-prinsip konservatifnya.
“Misalkan, dulu menolak saat Osama akan diekstradisi, itu karena alasan konservatif. Katanya, hewan terangga saja masuk ke rumah harus dilindungi, apalagi mujahid seperti Osama. Ini kan sebenarnya narasi konservatif, beda jauh dibanding ISIS atau Osama sendiri yang perjuangannya secara ideologis,” tandasnya.
“Paling fenomenanya mereka datang untuk berlatih di sana. Makanya terlalu prematur bahwa ada orang yang ini dan itu,” katanya.
Selain itu, dia menyebut unsur keteroran Taliban sesungguhnya tidak sedalam secara ideologis seperti misalnya dengan Al-Qaida. Taliban hanya kelompok konservatif saja yang menegakkan hukum syariah dengan ketat, misalnya melakukan potong tangan bagi orang yang terbukti mencuri. Unsur keterorannya muncul karena dikaitkan dengan Al-Qaida. Namun, kata dia, sikap Taliban mempertahankan Al-Qaida pun lebih karena prinsip-prinsip konservatifnya.
“Misalkan, dulu menolak saat Osama akan diekstradisi, itu karena alasan konservatif. Katanya, hewan terangga saja masuk ke rumah harus dilindungi, apalagi mujahid seperti Osama. Ini kan sebenarnya narasi konservatif, beda jauh dibanding ISIS atau Osama sendiri yang perjuangannya secara ideologis,” tandasnya.
(ynt)