Dirut TVRI: Saya Bertanggung Jawab Atas Apa yang Sudah Ditulis di Medsos
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) LPP TVRI Iman Brotoseno mengungkapkan latar belakangnya adalah seorang pekerja seni - sutradara film, penulis, fotografer yang mungkin mempunyai cara pandang bersikap yang bisa dianggap berbeda bagi sebagian orang.
(Baca juga: Komisi I Pertanyakan Penunjukan Iman Brotoseno sebagai Dirut TVRI)
"Banyak tulisan-tulisan saya di blog pribadi atau majalah yang bisa menunjukan siapa saya. Mulai dari topik kebangsaan, sejarah, alam, fotografi, masalah aktual (current issue), politik, budaya juga agama Islam," ujar Brotoseno dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/5/2020).
Dia mengaku dalam tahun 2006 - 2008 lalu sering menjadi kontributor foto dan artikel tentang penyelaman di berbagai majalah, termasuk salah satunya pernah dimuat hanya satu kali, di majalah Playboy Indonesia, edisi September 2006 dengan judul 'Menyelam di Pulau Banda'. "Tulisan ini fokus mengulas wisata bahari dan sama sekali tidak ada unsur pornografi," ungkapnya.
(Baca juga: Pengangkatan Dirut TVRI Baru Panen Kritik dari DPR)
Dia mengatakan, majalah Playboy Indonesia sangat berbeda dengan versi di luar negeri. Dia mengatakan, banyak penulis juga mengisi majalah tersebut dan banyak tokoh nasional juga yang diwawancara di Playboy Indonesia.
Dia melanjutkan, tentunya hal itu tidak menghilangkan integritas penulis dan tokoh yang bersangkutan, karena substansinya tidak terkait pornografi. "Bahkan sikap Dewan Pers ketika itu menilai terhadap putusan MA yang memvonis Erwin Arnada sebagai Pemred majalah Playboy Indonesia pada tahun 2010. Dewan Pers, secara tegas menolak menyebutkan majalah Playboy Indonesia melanggar pasal pornografi. Bahkan Dewan Pers menilai, putusan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi pers," katanya.
Setelah dilantik menjadi Dirut TVRI, Brotoseno mengakui semua punya rekam jejak digital dan peristiwa masa lalu dalam era digital sekarang. Brotoseno mengaku sejak awal tidak pernah berbohong kepada publik, dimana semua bisa dilihat dalam jejak digital dan tidak ada kasus pelanggaran hukum di masa lalu.
Saat itu, lanjut ke, Netizen masih belum terpolarisasi dan belum terjadi perpecahan kubu aspirasi politik maupun ideologi seperti sekarang. "Dalam percakapan itu yang juga melibatkan beberapa orang seperti pekerja seni termasuk saya, dapat saja menggunakan bahasa gurauan yang oleh pihak lain dapat dianggap sebagai hal serius," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, setiap orang memiliki rekam jejak masa lalu, termasuk bagaimana percakapan di media sosial. "Apapun itu, setiap orang tentu memiliki masa lalu, termasuk kesalahan yang dilakukan tanpa
sengaja," tuturnya.
(Baca juga: Komisi I Pertanyakan Penunjukan Iman Brotoseno sebagai Dirut TVRI)
"Banyak tulisan-tulisan saya di blog pribadi atau majalah yang bisa menunjukan siapa saya. Mulai dari topik kebangsaan, sejarah, alam, fotografi, masalah aktual (current issue), politik, budaya juga agama Islam," ujar Brotoseno dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/5/2020).
Dia mengaku dalam tahun 2006 - 2008 lalu sering menjadi kontributor foto dan artikel tentang penyelaman di berbagai majalah, termasuk salah satunya pernah dimuat hanya satu kali, di majalah Playboy Indonesia, edisi September 2006 dengan judul 'Menyelam di Pulau Banda'. "Tulisan ini fokus mengulas wisata bahari dan sama sekali tidak ada unsur pornografi," ungkapnya.
(Baca juga: Pengangkatan Dirut TVRI Baru Panen Kritik dari DPR)
Dia mengatakan, majalah Playboy Indonesia sangat berbeda dengan versi di luar negeri. Dia mengatakan, banyak penulis juga mengisi majalah tersebut dan banyak tokoh nasional juga yang diwawancara di Playboy Indonesia.
Dia melanjutkan, tentunya hal itu tidak menghilangkan integritas penulis dan tokoh yang bersangkutan, karena substansinya tidak terkait pornografi. "Bahkan sikap Dewan Pers ketika itu menilai terhadap putusan MA yang memvonis Erwin Arnada sebagai Pemred majalah Playboy Indonesia pada tahun 2010. Dewan Pers, secara tegas menolak menyebutkan majalah Playboy Indonesia melanggar pasal pornografi. Bahkan Dewan Pers menilai, putusan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi pers," katanya.
Setelah dilantik menjadi Dirut TVRI, Brotoseno mengakui semua punya rekam jejak digital dan peristiwa masa lalu dalam era digital sekarang. Brotoseno mengaku sejak awal tidak pernah berbohong kepada publik, dimana semua bisa dilihat dalam jejak digital dan tidak ada kasus pelanggaran hukum di masa lalu.
Saat itu, lanjut ke, Netizen masih belum terpolarisasi dan belum terjadi perpecahan kubu aspirasi politik maupun ideologi seperti sekarang. "Dalam percakapan itu yang juga melibatkan beberapa orang seperti pekerja seni termasuk saya, dapat saja menggunakan bahasa gurauan yang oleh pihak lain dapat dianggap sebagai hal serius," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, setiap orang memiliki rekam jejak masa lalu, termasuk bagaimana percakapan di media sosial. "Apapun itu, setiap orang tentu memiliki masa lalu, termasuk kesalahan yang dilakukan tanpa
sengaja," tuturnya.