Kemerdekaan, Tunas Solidaritas dan Bangsa Pemenang
loading...
A
A
A
Yaqut Cholil Qoumas
Menteri Agama RI
"SEKARANG tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib Tanah Air di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan berdiri dengan kuatnya.”
(Pidato Ir Soekarno saat Upacara Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945)
Tanggal 17 Agustus lalu, kita baru saja merayakan HUT Kemerdekaan negeri tercinta yang ke-76. Sebagai bangsa merdeka, kita patut bersyukur karena terhitung telah tiga perempat abad lamanya Indonesia tetap mampu berdiri kokoh meski dibangun di atas kemajemukan yang ada di dalamnya. Kita juga patut lega, meski dalam perjalanannya bangsa ini diterpa dengan beragam gangguan baik dari dalam maupun luar negeri, namun rintangan itu justru menjadi kekuatan untuk kian mengokohkan persatuan. Spirit persatuan itulah yang sejak awal menjadi modal utama rakyat Indonesia untuk memilih merdeka. Rakyat dari beragam latar belakang rela menyamakan persepsi dan mengesampingkan ego pribadinya demi masa depan bersama yang lebih baik.
Pilihan itu tentu bukan hal mudah. Namun seperti ditegaskan Ir Soekarno saat pidato Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, hanya dengan bersatu itulah kemerdekaan akan bisa teraih. Tak pelak, rakyat dengan semangat keberanian dan kerelaan bersama (mutual willingness) bahu membahu berjuang tak henti demi mewujudkan kemerdekaan. Rakyat dari berbagai penjuru Nusantara meyakini ikhtiar kemerdekaan itulah menjadi jalan utama untuk menentukan nasib diri sendiri dan terbebas dari belenggu penjajahan.
Hingga kemerdekaan memasuki usia 76 tahun ini, semangat persatuan itu masih terjaga dan terawat dengan baik. Rakyat dari Sabang hingga Merauke, dari Pulau Miangas sampai Rote memiliki kesadaran bersama untuk merawat persatuan sampai titik darah penghabisan. Namun di usia 76 tahun ini, tantangan bangsa Indonesia kian besar dan kompleks. Pandemi Covid-19 yang telah menerpa bangsa ini dalam 18 bulan terakhir membuat banyak lini kehidupan terkoyak. Upaya penanganan telah banyak dilakukan dan hingga kini pun terus berkelanjutan. Beberapa program seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang hingga kini masih berlangsung juga berhasil menekan laju sebaran kasus dalam beberapa bulan terakhir. Namun diakui, wabah global ini telah menyebabkan dampak yang begitu luas, hingga memicu beragam persoalan baru di tengah masyarakat.
Situasi ini patut menjadi keprihatinan, sekaligus tantangan kita bersama. Di tengah tugas bangsa yang tak enteng ini, tentu meniscayakan hadirnya semangat kerelaan bersama sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh para pendiri bangsa ini demi mewujudkan terbebasnya dari jerat penjajah. Kerelaan bersama ini membutuhkan kesatuan niat, kebulatan tekad dan kesamaan sikap. Dengan modal ini, maka ego - ego kelompok atau bersifat sektoral wajib dikesampingkan demi tercapainya tujuan yang lebih memberi manfaat banyak dan mulia.
Kerelaan bersama ini juga akan mampu menumbuhkan sikap solidaritas, gotong royong, kolaboratif, dan sinergisitas. Selama pandemi melanda Indonesia beberapa bulan terakhir, kita melihat semangat-semangat positif itu tumbuh luar biasa di tengah masyarakat. Berbekal fakta ini, kita yakin pandemi yang kini menjadi tantangan bangsa Indonesia akan bisa tertangani. Kita menyadari bahwa bangsa Indonesia masih banyak memiliki keterbatasan, baik anggaran, sumber daya manusia, teknologi dan lain sebagainya. Namun itu bukanlah akhir dari segalanya. Tunas-tunas solidaritas yang terus tumbuh subur saat ini menjadi kekuatan baru untuk membantu pemerintah dalam menangani wabah global tersebut.
Kita memiliki optimisme baru bahwa Indonesia, negara kita tercinta ini adalah negara kuat yang sarat pengalaman karena dibekali semangat-semangat positif sejak pra kemerdekaan dan terus hidup hingga kini. Budaya dan tradisi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan keselamatan jiwa bersama juga menjadi penopang kokohnya persatuan dan kesatuan anak bangsa.
Diakui, pandemi yang belum sepenuhnya berhenti ini pada sisi lain memang memuarakan adanya sekelompok pihak yang berpikir picik di tengah masyarakat.
Menteri Agama RI
"SEKARANG tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib Tanah Air di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan berdiri dengan kuatnya.”
(Pidato Ir Soekarno saat Upacara Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945)
Tanggal 17 Agustus lalu, kita baru saja merayakan HUT Kemerdekaan negeri tercinta yang ke-76. Sebagai bangsa merdeka, kita patut bersyukur karena terhitung telah tiga perempat abad lamanya Indonesia tetap mampu berdiri kokoh meski dibangun di atas kemajemukan yang ada di dalamnya. Kita juga patut lega, meski dalam perjalanannya bangsa ini diterpa dengan beragam gangguan baik dari dalam maupun luar negeri, namun rintangan itu justru menjadi kekuatan untuk kian mengokohkan persatuan. Spirit persatuan itulah yang sejak awal menjadi modal utama rakyat Indonesia untuk memilih merdeka. Rakyat dari beragam latar belakang rela menyamakan persepsi dan mengesampingkan ego pribadinya demi masa depan bersama yang lebih baik.
Pilihan itu tentu bukan hal mudah. Namun seperti ditegaskan Ir Soekarno saat pidato Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, hanya dengan bersatu itulah kemerdekaan akan bisa teraih. Tak pelak, rakyat dengan semangat keberanian dan kerelaan bersama (mutual willingness) bahu membahu berjuang tak henti demi mewujudkan kemerdekaan. Rakyat dari berbagai penjuru Nusantara meyakini ikhtiar kemerdekaan itulah menjadi jalan utama untuk menentukan nasib diri sendiri dan terbebas dari belenggu penjajahan.
Hingga kemerdekaan memasuki usia 76 tahun ini, semangat persatuan itu masih terjaga dan terawat dengan baik. Rakyat dari Sabang hingga Merauke, dari Pulau Miangas sampai Rote memiliki kesadaran bersama untuk merawat persatuan sampai titik darah penghabisan. Namun di usia 76 tahun ini, tantangan bangsa Indonesia kian besar dan kompleks. Pandemi Covid-19 yang telah menerpa bangsa ini dalam 18 bulan terakhir membuat banyak lini kehidupan terkoyak. Upaya penanganan telah banyak dilakukan dan hingga kini pun terus berkelanjutan. Beberapa program seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang hingga kini masih berlangsung juga berhasil menekan laju sebaran kasus dalam beberapa bulan terakhir. Namun diakui, wabah global ini telah menyebabkan dampak yang begitu luas, hingga memicu beragam persoalan baru di tengah masyarakat.
Situasi ini patut menjadi keprihatinan, sekaligus tantangan kita bersama. Di tengah tugas bangsa yang tak enteng ini, tentu meniscayakan hadirnya semangat kerelaan bersama sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh para pendiri bangsa ini demi mewujudkan terbebasnya dari jerat penjajah. Kerelaan bersama ini membutuhkan kesatuan niat, kebulatan tekad dan kesamaan sikap. Dengan modal ini, maka ego - ego kelompok atau bersifat sektoral wajib dikesampingkan demi tercapainya tujuan yang lebih memberi manfaat banyak dan mulia.
Kerelaan bersama ini juga akan mampu menumbuhkan sikap solidaritas, gotong royong, kolaboratif, dan sinergisitas. Selama pandemi melanda Indonesia beberapa bulan terakhir, kita melihat semangat-semangat positif itu tumbuh luar biasa di tengah masyarakat. Berbekal fakta ini, kita yakin pandemi yang kini menjadi tantangan bangsa Indonesia akan bisa tertangani. Kita menyadari bahwa bangsa Indonesia masih banyak memiliki keterbatasan, baik anggaran, sumber daya manusia, teknologi dan lain sebagainya. Namun itu bukanlah akhir dari segalanya. Tunas-tunas solidaritas yang terus tumbuh subur saat ini menjadi kekuatan baru untuk membantu pemerintah dalam menangani wabah global tersebut.
Kita memiliki optimisme baru bahwa Indonesia, negara kita tercinta ini adalah negara kuat yang sarat pengalaman karena dibekali semangat-semangat positif sejak pra kemerdekaan dan terus hidup hingga kini. Budaya dan tradisi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan keselamatan jiwa bersama juga menjadi penopang kokohnya persatuan dan kesatuan anak bangsa.
Diakui, pandemi yang belum sepenuhnya berhenti ini pada sisi lain memang memuarakan adanya sekelompok pihak yang berpikir picik di tengah masyarakat.