Bantuan Corona Bisa Jadi 'Jalur Terselubung' Kampanye Petahana

Kamis, 28 Mei 2020 - 16:56 WIB
loading...
Bantuan Corona Bisa Jadi Jalur Terselubung Kampanye Petahana
Pilkada serentak yang rencananya digelar Desember 2020 dinilai berpontesi menjadi ajang para petahana atau incumbent untuk memanfaatkan momen pandemi Covid-19. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Laode Muhammad Syarif menilai Pilkada serentak yang rencananya digelar Desember 2020 menjadi ajang para petahana atau incumbent untuk memanfaatkan momen pandemi virus Corona (Covid-19).

Bagaimana tidak, menurut Laode, ada banyak kasus bantuan Covid-19 di daerah-daerah menjadi jalur terselubung kampanye calon incumbent.

"Bupati Klaten hanya salah satu contoh misalnya, banyak bantuan datang dibungkus nama incumbent. Itu sebenarnya bukan lagi wacana, tapi itu kampanye sudah terjadi dengan dana bantuan Covid-19 yang sedang berjalan," tutur Laode dalam diskusi virtual bertema Pilkada Bertaruh Nyawa, Kamis (28/5/2020).( )

Selain itu hal yang perlu diperhatikan, kata dia, kualitas kesehatan para penyelenggara pemilu yang juga sangat berisiko mengingat kondisi saat ini yang masih tinggi angka penularan Covid-19 di hampir daerah peserta Pilkada 2020. Belum lagi, masalah konflik kepentingan atau conflict of interest para calon petahana.

"Saya pikir hari ini yang paling penting adalah kita membicarakan rekomendasi bersama, apa keputusannya kita suarakan bersama dan tandatangani bersama. Misal conflict of interest bukan lagi potensi, tapi sudah terjadi. Jadi ada dua, satu adalah kualitas pemilu, kedua conflict of interest, tiga segi keselamatan," tuturnya.

Dalam diskusi yang sama, Deputi Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati juga mendorong pemerintah menunda penyelenggaraan pilkada hingga 2021. Sebab, pelaksanaan pilkada di akhir tahun ini memiliki risiko kesehatan yang sangat tinggi.

"Ini seolah kita tak punya pilihan untuk melaksanakan pilkada selain Desember. Kami sudah mengeluarkan petisi online agar pilkada ditunda 2021. Karena rasanya enggak mungkin, risikonya terlalu besar melaksanakan pilkada di Desember 2020," ujar Khoirunisa.

Khoirunisa menjelaskan, banyak potensi persoalan yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah saat merencanakan penyelenggaraan pilkada Desember 2020. Misalnya, pelaksanaan proses verifikasi faktual terhadap calon kepala daerah dan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih.

"Kalau kita bicara pemilu kan tidak hanya hari-H. Di Indonesia tahapan pemilu itu panjang dan kompleks. Secara undang-undang membuat orang berkumpul. Apalagi berdasarkan rapat kemarin tahapan dimulai 15 Juni. Jangan sampai pilkada hanya mengugurkan kewajiban lima tahunan," tuturnya Khoirunisa.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1912 seconds (0.1#10.140)