Varian Delta Plus Terdeteksi di Indonesia, DPR Minta Pemerintah Perkuat Penelitian
loading...
A
A
A
JAKARTA - Belum selesai varian Delta asal India yang masih menghantui masyarakat, kini varian Delta plus (B.1.617.2.1 atau AY.1) mulai terdeteksi di sejumlah daerah di Indonesia. Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Subandrio menyampaikan bahwa varian tersebut sudah ditemukan di Jambi dan Mamuju, Sulawesi Barat.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IX DPR Intan Fauzi mendorong pemerintah agar memperkuat Whole Genome Sequencing (WGS) atau upaya penelitian untuk mengetahui penyebaran mutasi Covid-19 di Tanah Air, sehingga pemerintah memiliki basis dalam pengambilan kebijakan.
"Manfaat WGS sebagai data keseluruhan sangat penting untuk penanganan pandemi, apalagi dengan penambahan kasus positif per hari dan angka kematian yang tinggi, juga pengadaan jenis vaksin yang digunakan," kata Intan kepada wartawan, Kamis (29/7/2021).
Baca juga: Kenali 3 Sifat Varian Delta Plus yang Mengkhawatirkan! Kebal Obat Salah Satunya
Intan menjelaskan, kecepatan uji WGS di Indonesia masih banyak kendala terutama tidak adanya dukungan dari pemerintah dalam hal anggaran penelitian. Padahal, para peneliti di lembaga penelitian Indonesia memiliki kemampuan setara dengan para peneliti di luar negeri. Bukan hanya mampu melakukan WGS, tapi juga membuat vaksin.
"Keunggulan SDM Indonesia itu perlu dukungan anggaran dan sarana prasarana. Saat ini lembaga penelitian terutama yang berada di berbagai universitas harus melakukan swadana, baik untuk peralatan dan beban biaya operasional para peneliti," kata Ketua Umuk Perempuan PAN ini.
Menurut Intan, jika mahasiswa Indonesia di Oxford University, Indra Rudiansyah dapat ikut berperan di balik peluncuran Vaksin Astra Zeneca, tentunya jika Pemerintah mau memberi sarana prasarana dan anggaran seperti di luar negeri, maka para peneliti Indonesia akan berprestasi dan berkontribusi dalam penanganan pandemi dengan hasil WGS termasuk percepatan Vaksin Merah Putih.
Baca juga: Mampukah Vaksin COVID-19 yang Ada Sekarang Melawan Varian Delta Plus?
Menurut legislator Dapil Depok-Bekasi ini, Indonesia kini terdapat 17 Lab yang bisa melaksanakan Whole Genome Sequencing. Lab itu antara lain: Litbangkes-Kemenkes, Eijkman, LIPI, FKUI, ITB-Labkesda Jabar-UNPAD, ITD Unair, UGM, UNS, FK Andalas, BPPT, FK UIN, FK UNTAN, FK USU, Univ. UPN veteran, Clinical Microbiology Lab RSPTN Universitas Hasanuddin dan MRIN UPH.
"Biaya untuk melakukan uji WGS di Indonesia sangat mahal karena tingginya harga mesin dan alat reagan WGS yang masih impor. Juga produsen dan distributor sangat terbatas, sehingga memperlambat penelitian. Perlu ada kebijakan relaksasi pajak dan kemudahan pengadaan peralatan penelitian di masa Pandemi," papar Intan.
Oleh karena itu, bendahara PAN ini menegaskan bahwa pemerintah Indonesia patut waspada sebab kini sudah ditemukan 197 kasus di 11 negara. Hal ini wajib menjadi alarm bagi Indonesia. "Perlu dilakukan pemantauan dan mitigasi wabah secara dini di seluruh wilayah Indonesia," katanya.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IX DPR Intan Fauzi mendorong pemerintah agar memperkuat Whole Genome Sequencing (WGS) atau upaya penelitian untuk mengetahui penyebaran mutasi Covid-19 di Tanah Air, sehingga pemerintah memiliki basis dalam pengambilan kebijakan.
"Manfaat WGS sebagai data keseluruhan sangat penting untuk penanganan pandemi, apalagi dengan penambahan kasus positif per hari dan angka kematian yang tinggi, juga pengadaan jenis vaksin yang digunakan," kata Intan kepada wartawan, Kamis (29/7/2021).
Baca juga: Kenali 3 Sifat Varian Delta Plus yang Mengkhawatirkan! Kebal Obat Salah Satunya
Intan menjelaskan, kecepatan uji WGS di Indonesia masih banyak kendala terutama tidak adanya dukungan dari pemerintah dalam hal anggaran penelitian. Padahal, para peneliti di lembaga penelitian Indonesia memiliki kemampuan setara dengan para peneliti di luar negeri. Bukan hanya mampu melakukan WGS, tapi juga membuat vaksin.
"Keunggulan SDM Indonesia itu perlu dukungan anggaran dan sarana prasarana. Saat ini lembaga penelitian terutama yang berada di berbagai universitas harus melakukan swadana, baik untuk peralatan dan beban biaya operasional para peneliti," kata Ketua Umuk Perempuan PAN ini.
Menurut Intan, jika mahasiswa Indonesia di Oxford University, Indra Rudiansyah dapat ikut berperan di balik peluncuran Vaksin Astra Zeneca, tentunya jika Pemerintah mau memberi sarana prasarana dan anggaran seperti di luar negeri, maka para peneliti Indonesia akan berprestasi dan berkontribusi dalam penanganan pandemi dengan hasil WGS termasuk percepatan Vaksin Merah Putih.
Baca juga: Mampukah Vaksin COVID-19 yang Ada Sekarang Melawan Varian Delta Plus?
Menurut legislator Dapil Depok-Bekasi ini, Indonesia kini terdapat 17 Lab yang bisa melaksanakan Whole Genome Sequencing. Lab itu antara lain: Litbangkes-Kemenkes, Eijkman, LIPI, FKUI, ITB-Labkesda Jabar-UNPAD, ITD Unair, UGM, UNS, FK Andalas, BPPT, FK UIN, FK UNTAN, FK USU, Univ. UPN veteran, Clinical Microbiology Lab RSPTN Universitas Hasanuddin dan MRIN UPH.
"Biaya untuk melakukan uji WGS di Indonesia sangat mahal karena tingginya harga mesin dan alat reagan WGS yang masih impor. Juga produsen dan distributor sangat terbatas, sehingga memperlambat penelitian. Perlu ada kebijakan relaksasi pajak dan kemudahan pengadaan peralatan penelitian di masa Pandemi," papar Intan.
Oleh karena itu, bendahara PAN ini menegaskan bahwa pemerintah Indonesia patut waspada sebab kini sudah ditemukan 197 kasus di 11 negara. Hal ini wajib menjadi alarm bagi Indonesia. "Perlu dilakukan pemantauan dan mitigasi wabah secara dini di seluruh wilayah Indonesia," katanya.
(abd)