Antisipasi Varian Baru, Tingkatkan Jumlah WGS
loading...
A
A
A
Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
SINDONEWS.COM pada 25 Juli 2021 menayangkan berita berjudul “Jokowi: Ada Kemungkinan Muncul Varian Covid-19 Lain yang Lebih Menular”. Dalam berita pada hari Minggu malam tentang kelanjutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sampai 2 Agustus tersebut juga dikutip pernyataan Presiden bahwa “Kita harus selalu waspada, ada kemungkinan dunia akan menghadapi varian lain yang lebih menular”.
Dalam pernyataan Presiden juga ditekankan tentang varian Delta yang lebih menular, yang sekarang sudah banyak juga dilaporkan kasusnya di Tamah Air. Sementara itu, pada 12 Juli 2021 Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO)Tedros menyampaikan bahwa varian Delta kini terus meluas di dunia dan berhubungan dengan kenaikan kasus dan kematian. Dikatakannya bahwa varian Delta sudah ada di lebih dari 104 negara dan bukan tidak mungkin akan mendominasi situasi di waktu mendatang.
Di sisi lain, pada 15 Juli 2021, Didier Houssain, pimpinan Emergency Committee WHO tentang Covid-19 menyatakan bahwa ada kemungkinan besar (strong likelihood) bahwa di waktu mendatang akan ada varian baru yang menyebar di dunia yang mungkin lebih berbahaya dan bahkan lebih sulit dikendalikan.
Semua ini menunjukkan bahwa kita memang perlu memiliki data dan informasi yang akurat tentang perkembangan berbagai varian baru Covid-19 di negara kita.
Varian Delta
Sudah banyak dibicarakan bahwa salah satu alasan utama peningkatan kasus kita sekarang ini antara lain karena varian Delta yang memang jauh lebih mudah menular. Varian Delta adalah salah satu Varian of Concern dalam klasifikasi WHO, bersama varian Alfa, Beta dan Gamma. Selain itu ada juga berbagai varian baru yang oleh WHO dikelompokkan menjadi “Variant of Interest (VOI)”, yaitu varian Epsilon, Zetta, Eta, Theta, Iota dan dua yang paling banyak dibicarakan adalah Varian Kappa dan Lambda.
Walau sekarang kita banyak membahas dampak varian Delta di Tanah Air tapi kita tentu perlu waspada juga dengan kemungkinan varian baru lain, baik yang bermula dari luar negeri atau yang bukan tidak mungkin terbentuk di negara kita karena tingginya angka penularan di masyarakat. Kita tahu India misalnya, tingginya kasus di negara itu beberapa waktu yang lalu juga berjalan seiring ditemukannya varian baru yang bermula di sana, yang mula-mulanya diberi nama B.1.617. Belakangan diketahui bahwa ada 3 jenis lagi dari varian ini, ada B.1.617.1 yang oleh WHO disebut varian Kappa, ada B.1.617.2 yang kini dikenal luas sebagai varian Delta dan ada juga B.1.617.3 yang masih dalam penelitian selanjutnya.
Jelasnya, kalau penularan di masyarakat sedang tinggi, seperti sekarang sedang terjadi di negara kita, maka virus akan terus berreplikasi dengan jumlah yang banyak, dan bukan tidak mungkin waktu replikasi akan terjadi perubahan/mutasi bagian virus dan kemudian terbentuk varian baru.
Secara kesehatan masyarakat dan juga untuk menentukan kebijakan maka data yang cukup luas tentang varian Delta (atau varian lain) di negara kita tentu perlu kita ketahui. Beberapa teman yang keluarganya wafat juga bertanya apakah kira-kira mereka tertular varian Delta atau bukan, untuk mereka lebih berhati-hati. Jadi, peningkatan jumlah pemeriksaan “Whole Genome Sequencing – WGS” menjadi amat diperlukan untuk kita mengetahui secara lebih tepat apa saja yang ada di lapangan.
Jumlah WGS
Sekarang Indonesia sudah --atau baru--memeriksa sekitar 3.000 sampel WGS. Data per 27 Juli 2021 dari GISAID -yang mengumpulkan semua sekuensing virus Covid-19 di dunia- menyebutkan bahwa sekuens yang dikirim dari Indonesia adalah sebanyak 3.614 genom dari hampir 2,5 juta genom yang dimasukkan ke GISAID. Adapun Filipina sudah mengirimkan 5.305 genom, Singapura 4.063 genom dan India bahkan sudah memeriksa dan mengirimkan 35.868 genom. Tentu kita tidak perlu membandingkannya dengan Amerika Serikat yang sudah mengirimkan 652.172 genom, atau Inggris yang dengan 593.155 genom. Kalau kita dapat --dan baiknya begitu--meningkatkan jumlah pemeriksaan WGS maka bukan tidak mungkin akan juga ditemukan varian baru selain Delta. Kita tahu di India sudah beredar juga varian Delta plus yang antara lain ternyata tidak dapat diobati dengan antibodi monoklonal seperti Casirivimab dan Imdevimab sehubungan adanya mutasi K417N. Kalau Delta plus ada juga di Indonesia maka bukan tidak mungkin regimen pengobatan di rumah sakit perlu disesuaikan.
Juga di Australia dilaporkan varian Kappa yang bersama varian Delta diduga berperan pada penularan yang terjadi hanya karena berpapasan yang terjadi pada dua orang yang sedang berbelanja di “Westfield Bondi Junction”. Memang penularan secara berpapasan yang disebut fleeting contact ini masih terus diteliti lebih lanjut tentang seberapa besar masalahnya, tetapi setidaknya dapat disebut bahwa walaupun kemungkinannya kecil tetapi memang mungkin terjadi, low risk but not no risk.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Tan Sri Dr Noor Hisham Abdullah pada 15 Juli 2021 mengatakan bahwa varian Delta ternyata dapat saja menular di udara bahkan dalam waktu singkat mungkin dalam 5 sampai 15 detik saja. Juga disampaikan bahwa angka penularan infeksi juga makin besar. Angka reproduksi virus dalam bentuk Ro atau Rt yang biasanya berkisar antara 2,5 dan 3.0 maka pada varian Delta dapat meningkat sampai 5,0 dan 8,0. Disebutkan bahwa kalau ada 100 orang terinfeksi varian Delta maka virus kemudian dapat menyebar ke 500 sampai 800 orang lainnya.
Di luar varian yang sudah kita kenal maka ternyata masih mungkin saja ada ancaman baru yang lain, seperti sudah disampaikan Presdien Jokowi dan juga pernyataan “Emergency Committee Covid-19 WHO”. Artinya, varian Delta, variasinya dalam bentuk Delta plus, dan juga berbagai varian baru lain --termasuk yang belum ditemukan sekarang ini--perlu jadi perhatian utama kita. Salah satu cara utama untuk menanggulanginya adalah dengan meningkatkan jumlah pemeriksaan WGS di negara kita. Ini harus jadi prioritas kita sekarang ini.
Pengendalian kasus Covid-19 yang masih juga tinggi di negara kita ini harus dilakukan dengan tiga pendekatan. Pertama adalah pembatasan sosial, mulai dari kepatuhan menjalani 3 M atau 5M, sampai kepada implementasi yang baik dari PPKM darurat atau dalam level tertentu, dan mungkin pula pada jenis pembatasan sosial yang lebih ketat kalau situasi memaksa. Kedua adalah 3 T, melakukan tes, telusur dan terapi. Jumlah tes yang dilakukan harus terus dinaikkan dengan amat tinggi, dan kedua kegiatan dilanjutkan dengan telusur yang massif. Semua kasus yang ditemukan pada tes dan telusur lalu harus dapat diisolasi atau dikarantina untuk mendapatkan penanganan dan memutuskan rantai penularan. Kalau masih banyak kasus baru di masyarakat yang tidak ditemukan maka penularan masih akan terus terjadi, tidak kunjung terkendali dan masih akan terus diperlukan pembatasan sosial yang ketat. Sebagai bagian dari kegiatan tes secara umum maka amat penting dilakukan peningkatan data WGS seperti sudah di bahas di atas.
Pendekatan ke tiga dalam pengendalian Covid-19 adalah vaksinasi, yang harus secara konsisten dilakukan secaras maksimal.
Ketiga pendekatan ini semuanya harus berjalan bersama-sama, sekaligus. Tidak boleh hanya satu atau dua saja, atau dalam rujukan internasional disebutkan harus do it all.
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
SINDONEWS.COM pada 25 Juli 2021 menayangkan berita berjudul “Jokowi: Ada Kemungkinan Muncul Varian Covid-19 Lain yang Lebih Menular”. Dalam berita pada hari Minggu malam tentang kelanjutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sampai 2 Agustus tersebut juga dikutip pernyataan Presiden bahwa “Kita harus selalu waspada, ada kemungkinan dunia akan menghadapi varian lain yang lebih menular”.
Dalam pernyataan Presiden juga ditekankan tentang varian Delta yang lebih menular, yang sekarang sudah banyak juga dilaporkan kasusnya di Tamah Air. Sementara itu, pada 12 Juli 2021 Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO)Tedros menyampaikan bahwa varian Delta kini terus meluas di dunia dan berhubungan dengan kenaikan kasus dan kematian. Dikatakannya bahwa varian Delta sudah ada di lebih dari 104 negara dan bukan tidak mungkin akan mendominasi situasi di waktu mendatang.
Di sisi lain, pada 15 Juli 2021, Didier Houssain, pimpinan Emergency Committee WHO tentang Covid-19 menyatakan bahwa ada kemungkinan besar (strong likelihood) bahwa di waktu mendatang akan ada varian baru yang menyebar di dunia yang mungkin lebih berbahaya dan bahkan lebih sulit dikendalikan.
Semua ini menunjukkan bahwa kita memang perlu memiliki data dan informasi yang akurat tentang perkembangan berbagai varian baru Covid-19 di negara kita.
Varian Delta
Sudah banyak dibicarakan bahwa salah satu alasan utama peningkatan kasus kita sekarang ini antara lain karena varian Delta yang memang jauh lebih mudah menular. Varian Delta adalah salah satu Varian of Concern dalam klasifikasi WHO, bersama varian Alfa, Beta dan Gamma. Selain itu ada juga berbagai varian baru yang oleh WHO dikelompokkan menjadi “Variant of Interest (VOI)”, yaitu varian Epsilon, Zetta, Eta, Theta, Iota dan dua yang paling banyak dibicarakan adalah Varian Kappa dan Lambda.
Walau sekarang kita banyak membahas dampak varian Delta di Tanah Air tapi kita tentu perlu waspada juga dengan kemungkinan varian baru lain, baik yang bermula dari luar negeri atau yang bukan tidak mungkin terbentuk di negara kita karena tingginya angka penularan di masyarakat. Kita tahu India misalnya, tingginya kasus di negara itu beberapa waktu yang lalu juga berjalan seiring ditemukannya varian baru yang bermula di sana, yang mula-mulanya diberi nama B.1.617. Belakangan diketahui bahwa ada 3 jenis lagi dari varian ini, ada B.1.617.1 yang oleh WHO disebut varian Kappa, ada B.1.617.2 yang kini dikenal luas sebagai varian Delta dan ada juga B.1.617.3 yang masih dalam penelitian selanjutnya.
Jelasnya, kalau penularan di masyarakat sedang tinggi, seperti sekarang sedang terjadi di negara kita, maka virus akan terus berreplikasi dengan jumlah yang banyak, dan bukan tidak mungkin waktu replikasi akan terjadi perubahan/mutasi bagian virus dan kemudian terbentuk varian baru.
Secara kesehatan masyarakat dan juga untuk menentukan kebijakan maka data yang cukup luas tentang varian Delta (atau varian lain) di negara kita tentu perlu kita ketahui. Beberapa teman yang keluarganya wafat juga bertanya apakah kira-kira mereka tertular varian Delta atau bukan, untuk mereka lebih berhati-hati. Jadi, peningkatan jumlah pemeriksaan “Whole Genome Sequencing – WGS” menjadi amat diperlukan untuk kita mengetahui secara lebih tepat apa saja yang ada di lapangan.
Jumlah WGS
Sekarang Indonesia sudah --atau baru--memeriksa sekitar 3.000 sampel WGS. Data per 27 Juli 2021 dari GISAID -yang mengumpulkan semua sekuensing virus Covid-19 di dunia- menyebutkan bahwa sekuens yang dikirim dari Indonesia adalah sebanyak 3.614 genom dari hampir 2,5 juta genom yang dimasukkan ke GISAID. Adapun Filipina sudah mengirimkan 5.305 genom, Singapura 4.063 genom dan India bahkan sudah memeriksa dan mengirimkan 35.868 genom. Tentu kita tidak perlu membandingkannya dengan Amerika Serikat yang sudah mengirimkan 652.172 genom, atau Inggris yang dengan 593.155 genom. Kalau kita dapat --dan baiknya begitu--meningkatkan jumlah pemeriksaan WGS maka bukan tidak mungkin akan juga ditemukan varian baru selain Delta. Kita tahu di India sudah beredar juga varian Delta plus yang antara lain ternyata tidak dapat diobati dengan antibodi monoklonal seperti Casirivimab dan Imdevimab sehubungan adanya mutasi K417N. Kalau Delta plus ada juga di Indonesia maka bukan tidak mungkin regimen pengobatan di rumah sakit perlu disesuaikan.
Juga di Australia dilaporkan varian Kappa yang bersama varian Delta diduga berperan pada penularan yang terjadi hanya karena berpapasan yang terjadi pada dua orang yang sedang berbelanja di “Westfield Bondi Junction”. Memang penularan secara berpapasan yang disebut fleeting contact ini masih terus diteliti lebih lanjut tentang seberapa besar masalahnya, tetapi setidaknya dapat disebut bahwa walaupun kemungkinannya kecil tetapi memang mungkin terjadi, low risk but not no risk.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Tan Sri Dr Noor Hisham Abdullah pada 15 Juli 2021 mengatakan bahwa varian Delta ternyata dapat saja menular di udara bahkan dalam waktu singkat mungkin dalam 5 sampai 15 detik saja. Juga disampaikan bahwa angka penularan infeksi juga makin besar. Angka reproduksi virus dalam bentuk Ro atau Rt yang biasanya berkisar antara 2,5 dan 3.0 maka pada varian Delta dapat meningkat sampai 5,0 dan 8,0. Disebutkan bahwa kalau ada 100 orang terinfeksi varian Delta maka virus kemudian dapat menyebar ke 500 sampai 800 orang lainnya.
Di luar varian yang sudah kita kenal maka ternyata masih mungkin saja ada ancaman baru yang lain, seperti sudah disampaikan Presdien Jokowi dan juga pernyataan “Emergency Committee Covid-19 WHO”. Artinya, varian Delta, variasinya dalam bentuk Delta plus, dan juga berbagai varian baru lain --termasuk yang belum ditemukan sekarang ini--perlu jadi perhatian utama kita. Salah satu cara utama untuk menanggulanginya adalah dengan meningkatkan jumlah pemeriksaan WGS di negara kita. Ini harus jadi prioritas kita sekarang ini.
Pengendalian kasus Covid-19 yang masih juga tinggi di negara kita ini harus dilakukan dengan tiga pendekatan. Pertama adalah pembatasan sosial, mulai dari kepatuhan menjalani 3 M atau 5M, sampai kepada implementasi yang baik dari PPKM darurat atau dalam level tertentu, dan mungkin pula pada jenis pembatasan sosial yang lebih ketat kalau situasi memaksa. Kedua adalah 3 T, melakukan tes, telusur dan terapi. Jumlah tes yang dilakukan harus terus dinaikkan dengan amat tinggi, dan kedua kegiatan dilanjutkan dengan telusur yang massif. Semua kasus yang ditemukan pada tes dan telusur lalu harus dapat diisolasi atau dikarantina untuk mendapatkan penanganan dan memutuskan rantai penularan. Kalau masih banyak kasus baru di masyarakat yang tidak ditemukan maka penularan masih akan terus terjadi, tidak kunjung terkendali dan masih akan terus diperlukan pembatasan sosial yang ketat. Sebagai bagian dari kegiatan tes secara umum maka amat penting dilakukan peningkatan data WGS seperti sudah di bahas di atas.
Pendekatan ke tiga dalam pengendalian Covid-19 adalah vaksinasi, yang harus secara konsisten dilakukan secaras maksimal.
Ketiga pendekatan ini semuanya harus berjalan bersama-sama, sekaligus. Tidak boleh hanya satu atau dua saja, atau dalam rujukan internasional disebutkan harus do it all.
(bmm)