Pelaksanaan Tidak Efektif, PSBB Dievaluasi

Selasa, 21 April 2020 - 06:01 WIB
loading...
Pelaksanaan Tidak Efektif, PSBB Dievaluasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dievaluasi total. Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dievaluasi total. Dengan evaluasi diharapkan bisa diketahui kekurangan yang terjadi di lapangan dan solusi apa yang perlu diambil atas persoalan-persoalan yang timbul.

Apa yang disampaikan Jokowi tentu melihat dinamika di lapangan selama pelaksanaan PSBB, terutama di wilayah DKI Jakarta dan daerah sekitarnya. Salah satu yang muncul terkait ketidakpatuhan masyarakat dalam melaksanakan aturan, seperti masih ramainya jalanan, termasuk masih tingginya pengguna transportasi publik.

Padahal, efektivitas pelaksanaan PSBB sangat dibutuhkan untuk memotong mata rantai penyebaran virus corona (Covid-9). Hingga kemarin DKI Jakarta masih menjadi pusat penyebaran dengan jumlah kasus positif mencapai 3.097 dan 287 di antaranya meninggal dunia. Begitu pun kasus di Kota Depok, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang juga relatif tinggi.

“Hari ini saya ingin ada evaluasi total dari apa yang telah kita kerjakan dalam penanganan Covid-19 ini, terutama evaluasi PSBB. Secara detail kekurangan apa, plus-minus apa, sehingga kita bisa perbaiki,” katanya saat membuka rapat terbatas kemarin.

Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengakui pelaksanaan PSBB belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah masih banyak karyawan yang masuk kerja. “Yang masih belum optimal ini terkait kegiatan perkantoran dan kegiatan pekerjaan di pabrik sehingga mengakibatkan sejumlah moda transportasi masih tetap dipenuhi oleh warga,” kata Doni sesuai rapat terbatas kemarin.

Berdasarkan identifikasi Gugus Tugas, para pekerja yang masih aktif sebagian besar mereka yang bekerja pada sektor yang memang tidak bisa ditinggalkan. Seperti petugas-petugas di rumah sakit, pelayan-pelayan pada fasilitas umum. “Sehingga mereka harus bekerja. Kalau mereka tidak berangkat kerja, konsekuensinya mereka dianggap bolos dan dapat berisiko dipotong honor, dikurangi gaji, bahkan bisa juga di-PHK karena tidak mengantor,” ungkapnya.

Dia pun kembali mengimbau kepada seluruh pimpinan ataupun pejabat perusahaan untuk mematuhi ketentuan yang sudah disampaikan oleh pemerintah, yaitu bekerja dari rumah. Begitu pun kepada pelajar untuk belajar dari rumah dan masyarakat umum untuk beribadah di rumah.

Jika perusahaan yang tidak mematuhi apa yang ditetapkan pemerintah akan dilakukan beberapa langkah. “Mulai dari peringatan, teguran, bahkan sanksi. Sebagaimana pasal 93 UU Nomor 6/2018, manakala terjadi hal yang membahayakan kesehatan masyarakat akan bisa dikenai denda dan sanksi pidana,” tuturnya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai masalah dalam pekerja kantor muncul karena aturan PSBB memiliki sektor pengecualian. Dampaknya lumayan banyak pekerja yang masih aktif bekerja ke kantor. Namun, Shinta memastikan sebagian besar sudah mengikuti protokol PSBB. "Saat ini mereka sudah mengikuti protokol kesehatan yang ada. Dengan imbauan pemerintah kini perkantoran sudah meminimalkan aktivitas. Ada delapan sektor yang dikecualikan sehingga aktivitas tetap berlangsung," ujarnya kemarin di Jakarta.

Namun, Shinta mengingatkan, tidak mungkin gedung-gedung disegel karena dampaknya akan signifikan dan pemerintah harus siap kalau tidak ada aktivitas. ”Masih ada perusahaan yang tidak bisa WFH (work from home). Dampaknya ke nasib pekerja dan kemampuan logistik supply chain. Kita harus siap konsekuensinya dan harus ada persiapan juga," ujarnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1518 seconds (0.1#10.140)