Pelaksanaan Tidak Efektif, PSBB Dievaluasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dievaluasi total. Dengan evaluasi diharapkan bisa diketahui kekurangan yang terjadi di lapangan dan solusi apa yang perlu diambil atas persoalan-persoalan yang timbul.
Apa yang disampaikan Jokowi tentu melihat dinamika di lapangan selama pelaksanaan PSBB, terutama di wilayah DKI Jakarta dan daerah sekitarnya. Salah satu yang muncul terkait ketidakpatuhan masyarakat dalam melaksanakan aturan, seperti masih ramainya jalanan, termasuk masih tingginya pengguna transportasi publik.
Padahal, efektivitas pelaksanaan PSBB sangat dibutuhkan untuk memotong mata rantai penyebaran virus corona (Covid-9). Hingga kemarin DKI Jakarta masih menjadi pusat penyebaran dengan jumlah kasus positif mencapai 3.097 dan 287 di antaranya meninggal dunia. Begitu pun kasus di Kota Depok, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang juga relatif tinggi.
“Hari ini saya ingin ada evaluasi total dari apa yang telah kita kerjakan dalam penanganan Covid-19 ini, terutama evaluasi PSBB. Secara detail kekurangan apa, plus-minus apa, sehingga kita bisa perbaiki,” katanya saat membuka rapat terbatas kemarin.
Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengakui pelaksanaan PSBB belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah masih banyak karyawan yang masuk kerja. “Yang masih belum optimal ini terkait kegiatan perkantoran dan kegiatan pekerjaan di pabrik sehingga mengakibatkan sejumlah moda transportasi masih tetap dipenuhi oleh warga,” kata Doni sesuai rapat terbatas kemarin.
Berdasarkan identifikasi Gugus Tugas, para pekerja yang masih aktif sebagian besar mereka yang bekerja pada sektor yang memang tidak bisa ditinggalkan. Seperti petugas-petugas di rumah sakit, pelayan-pelayan pada fasilitas umum. “Sehingga mereka harus bekerja. Kalau mereka tidak berangkat kerja, konsekuensinya mereka dianggap bolos dan dapat berisiko dipotong honor, dikurangi gaji, bahkan bisa juga di-PHK karena tidak mengantor,” ungkapnya.
Dia pun kembali mengimbau kepada seluruh pimpinan ataupun pejabat perusahaan untuk mematuhi ketentuan yang sudah disampaikan oleh pemerintah, yaitu bekerja dari rumah. Begitu pun kepada pelajar untuk belajar dari rumah dan masyarakat umum untuk beribadah di rumah.
Jika perusahaan yang tidak mematuhi apa yang ditetapkan pemerintah akan dilakukan beberapa langkah. “Mulai dari peringatan, teguran, bahkan sanksi. Sebagaimana pasal 93 UU Nomor 6/2018, manakala terjadi hal yang membahayakan kesehatan masyarakat akan bisa dikenai denda dan sanksi pidana,” tuturnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai masalah dalam pekerja kantor muncul karena aturan PSBB memiliki sektor pengecualian. Dampaknya lumayan banyak pekerja yang masih aktif bekerja ke kantor. Namun, Shinta memastikan sebagian besar sudah mengikuti protokol PSBB. "Saat ini mereka sudah mengikuti protokol kesehatan yang ada. Dengan imbauan pemerintah kini perkantoran sudah meminimalkan aktivitas. Ada delapan sektor yang dikecualikan sehingga aktivitas tetap berlangsung," ujarnya kemarin di Jakarta.
Namun, Shinta mengingatkan, tidak mungkin gedung-gedung disegel karena dampaknya akan signifikan dan pemerintah harus siap kalau tidak ada aktivitas. ”Masih ada perusahaan yang tidak bisa WFH (work from home). Dampaknya ke nasib pekerja dan kemampuan logistik supply chain. Kita harus siap konsekuensinya dan harus ada persiapan juga," ujarnya.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, pemerintah perlu melakukan evaluasi yang komprehensif, baik dari sisi kebijakan maupun dari sisi penegakan. Misalnya jumlah pekerja dari delapan sektor usaha yang diperbolehkan masuk apakah sudah pernah dihitung jumlahnya dan bagaimana akses transportasinya. "Karena delapan sektor usaha itu juga banyak pekerjanya dan jika mereka berangkat bersamaan pagi tentu jumlahnya akan banyak. Di sisi lain jam operasional KRL dikurangi," ujar Sarman.
Dia juga menyebut ada industri yang mendapat izin operasional dari Kementerian Perindustrian untuk tetap buka. Padahal, itu di luar dari delapan sektor yang diperbolehkan. ”Nah ini harus ditertibkan dan ditegakkan oleh pemerintah sehingga tidak terjadi diskriminasi atau ketidakadilan. Saatnya pemerintah menegakkan aturan PSBB agar tujuannya tercapai, Covid-19 ini cepat berlalu," desaknya.
Sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33/2020 tentang Pelaksanaan PSBB, seluruh operasi perusahaan atau instansi dihentikan sementara selama PSBB berlaku 14 hari sejak Jumat (10/4/2020) lalu. Kewajiban menghentikan aktivitas kerja itu berlaku semua sektor. Namun, ada beberapa yang dikecualikan. Pertama, kantor instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kedua kantor perwakilan diplomatik dan organisasi internasional. Ketiga kantor badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD).
Untuk dunia usaha swasta juga ada beberapa sektor yang dikecualikan, seperti sektor pangan, energi, komunikasi, keuangan, logistik, konstruksi, industri strategis, perhotelan, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional.
Selain penghentian operasi perusahaan dan instansi, pelaksanaan PSBB juga melarang kegiatan proses belajar mengajar di sekolah, tempat ibadah dilarang dibuka untuk umum, tempat atau fasilitas umum dilarang dibuka untuk umum dengan sejumlah perkecualian. Begitu pun pelarangan atas kegiatan sosial budaya yang melibatkan orang banyak dan berkerumunan.
Selain itu, moda transportasi publik dilarang mengangkut jumlah penumpang dengan kapasitas penuh. Karena itu, jumlah penumpang harus dibatasi dan pelarangan kegiatan yang berkaitan dengan aspek pertahanan dan keamanan (hankam), kecuali kegiatan operasi militer atau kepolisian sebagai unsur utama dan pendukung.
Perusahaan Ditutup
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta telah mengevaluasi sejumlah perusahaan tidak dikecualikan yang masih buka pada saat pemberlakuan PSBB. Hasil sementara, ada salah satu perusahaan yang harusnya tutup, tetapi masih buka karena mengantongi surat izin dari Kementrian Perindustrian. Padahal, berdasarkan Pergub Nomor 33/2020 tentang Pelaksanaan PSBB, perusahaan di luar pengecualian harus tutup.
Berdasarkan hasil evaluasi yang sudah dilakukan, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta, Andri Yansyah, mengungkapkan, ada 25 perusahaan di Jakarta terpaksa ditutup lantaran melanggar PSBB. Penutupan bersifat sementara hingga masa PSBB berlaku. Selain perusahaan yang ditutup, terdapat 190 perusahaan yang diberi peringatan. Rinciannya, 46 perusahaan di Jakarta Pusat, 34 perusahaan di Jakarta Barat, 29 perusahaan di Jakarta Utara, 38 perusahaan di Jakarta Timur, 39 perusahaan di Jakarta Selatan, dan 4 perusahaan di Kepulauan Seribu.
Perusahaan-perusahaan itu termasuk jenis usaha yang diperbolehkan beroperasi selama PSBB atau perusahaan yang diberi izin Kementerian Perindustrian untuk tetap beroperasi, meski seharusnya tutup. "Perusahaan-perusahaan itu diberi peringatan karena tidak melaksanakan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus korona (Covid-19)," ungkapnya.
Selain terbukti masih banyak pelanggaran yang dilakukan perusahaan, pelanggaran juga masih banyak dilakukan masyarakat. Selama sembilan hari penerapan (PSBB) wilayah DKI Jakarta (10-18 April 2020), Jasa Marga bersama Polri dan Dinas Perhubungan mencatat 1.549 kendaraan, atau 54% dari total 2.863 kendaraan yang diperiksa, masih menyalahi ketentuan PSBB.
Corporate Communication & Community Development Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Dwimawan Heru, menjelaskan, data tersebut merupakan data dari tiga checkpoint yang terletak di akses gerbang tol (GT), yakni GT Tomang jalan tol Dalam Kota, GT Kapuk jalan tol Sedyatmo, dan GT Cikunir 2 jalan tol JORR. Jenis pelanggaran terbanyak yaitu tidak mengenakan masker (72%) dan jumlah penumpang melebihi ketentuan (19%). "Jasa Marga senantiasa aktif melakukan mitigasi risiko terhadap penyebaran virus Covid-19 di lingkungan rest area dan gerbang tol pada jalan-jalan tol yang dikelola oleh Jasa Marga Group," ucapnya.
Namun, secara umum, pengguna angkutan umum di Jabodetabek turun pada masa pandemi Covid-19. Penurunan sudah terjadi sejak sebelum pemberlakuan PSBB yang dimulai pada 10 April 2020 di wilayah Jakarta menyusul kemudian Jawa Barat (Depok, Bekasi, dan Bogor) pada 15 April serta Banten (Tangerang Raya) pada 18 April. Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B Pramesti menyatakan, khususnya Jakarta pada Maret 2020 sudah berinisiatif melakukan berbagai pembatasan, termasuk pembatasan transportasi sehingga pada Maret tersebut sudah mulai terjadi penurunan pengguna angkutan yang cukup berarti.
Untuk layanan bus Transjakarta mulai 1-15 April 2020 jumlah penggunanya mengalami penurunan cukup signifikan, yaitu sekitar 83.000 orang per hari. Penurunan penumpang juga terjadi pada layanan mass rapid transit (MRT). Pada hari-hari normal bulan Januari 2020, penggunanya mencapai 85.000 orang per hari. Pada Maret merosot sekitar 47,05%, yaitu 45.000 orang per hari. Data terakhir mencatat pada 1-15 April hanya mengangkut 5.000 penumpang per hari atau turun 94,11% dibanding Januari 2020.
Kemudian, KRL Commuter Line. Pada Januari 2020 KRL setiap harinya masih melayani sekitar 859.000 orang. Pada Maret, jumlahnya turun 30,38% menjadi sekitar 598.000 orang per hari. (Bima Setiadi/Bagja/Dita Angga/Binti Mufarida)
Apa yang disampaikan Jokowi tentu melihat dinamika di lapangan selama pelaksanaan PSBB, terutama di wilayah DKI Jakarta dan daerah sekitarnya. Salah satu yang muncul terkait ketidakpatuhan masyarakat dalam melaksanakan aturan, seperti masih ramainya jalanan, termasuk masih tingginya pengguna transportasi publik.
Padahal, efektivitas pelaksanaan PSBB sangat dibutuhkan untuk memotong mata rantai penyebaran virus corona (Covid-9). Hingga kemarin DKI Jakarta masih menjadi pusat penyebaran dengan jumlah kasus positif mencapai 3.097 dan 287 di antaranya meninggal dunia. Begitu pun kasus di Kota Depok, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang juga relatif tinggi.
“Hari ini saya ingin ada evaluasi total dari apa yang telah kita kerjakan dalam penanganan Covid-19 ini, terutama evaluasi PSBB. Secara detail kekurangan apa, plus-minus apa, sehingga kita bisa perbaiki,” katanya saat membuka rapat terbatas kemarin.
Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengakui pelaksanaan PSBB belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah masih banyak karyawan yang masuk kerja. “Yang masih belum optimal ini terkait kegiatan perkantoran dan kegiatan pekerjaan di pabrik sehingga mengakibatkan sejumlah moda transportasi masih tetap dipenuhi oleh warga,” kata Doni sesuai rapat terbatas kemarin.
Berdasarkan identifikasi Gugus Tugas, para pekerja yang masih aktif sebagian besar mereka yang bekerja pada sektor yang memang tidak bisa ditinggalkan. Seperti petugas-petugas di rumah sakit, pelayan-pelayan pada fasilitas umum. “Sehingga mereka harus bekerja. Kalau mereka tidak berangkat kerja, konsekuensinya mereka dianggap bolos dan dapat berisiko dipotong honor, dikurangi gaji, bahkan bisa juga di-PHK karena tidak mengantor,” ungkapnya.
Dia pun kembali mengimbau kepada seluruh pimpinan ataupun pejabat perusahaan untuk mematuhi ketentuan yang sudah disampaikan oleh pemerintah, yaitu bekerja dari rumah. Begitu pun kepada pelajar untuk belajar dari rumah dan masyarakat umum untuk beribadah di rumah.
Jika perusahaan yang tidak mematuhi apa yang ditetapkan pemerintah akan dilakukan beberapa langkah. “Mulai dari peringatan, teguran, bahkan sanksi. Sebagaimana pasal 93 UU Nomor 6/2018, manakala terjadi hal yang membahayakan kesehatan masyarakat akan bisa dikenai denda dan sanksi pidana,” tuturnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai masalah dalam pekerja kantor muncul karena aturan PSBB memiliki sektor pengecualian. Dampaknya lumayan banyak pekerja yang masih aktif bekerja ke kantor. Namun, Shinta memastikan sebagian besar sudah mengikuti protokol PSBB. "Saat ini mereka sudah mengikuti protokol kesehatan yang ada. Dengan imbauan pemerintah kini perkantoran sudah meminimalkan aktivitas. Ada delapan sektor yang dikecualikan sehingga aktivitas tetap berlangsung," ujarnya kemarin di Jakarta.
Namun, Shinta mengingatkan, tidak mungkin gedung-gedung disegel karena dampaknya akan signifikan dan pemerintah harus siap kalau tidak ada aktivitas. ”Masih ada perusahaan yang tidak bisa WFH (work from home). Dampaknya ke nasib pekerja dan kemampuan logistik supply chain. Kita harus siap konsekuensinya dan harus ada persiapan juga," ujarnya.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, pemerintah perlu melakukan evaluasi yang komprehensif, baik dari sisi kebijakan maupun dari sisi penegakan. Misalnya jumlah pekerja dari delapan sektor usaha yang diperbolehkan masuk apakah sudah pernah dihitung jumlahnya dan bagaimana akses transportasinya. "Karena delapan sektor usaha itu juga banyak pekerjanya dan jika mereka berangkat bersamaan pagi tentu jumlahnya akan banyak. Di sisi lain jam operasional KRL dikurangi," ujar Sarman.
Dia juga menyebut ada industri yang mendapat izin operasional dari Kementerian Perindustrian untuk tetap buka. Padahal, itu di luar dari delapan sektor yang diperbolehkan. ”Nah ini harus ditertibkan dan ditegakkan oleh pemerintah sehingga tidak terjadi diskriminasi atau ketidakadilan. Saatnya pemerintah menegakkan aturan PSBB agar tujuannya tercapai, Covid-19 ini cepat berlalu," desaknya.
Sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33/2020 tentang Pelaksanaan PSBB, seluruh operasi perusahaan atau instansi dihentikan sementara selama PSBB berlaku 14 hari sejak Jumat (10/4/2020) lalu. Kewajiban menghentikan aktivitas kerja itu berlaku semua sektor. Namun, ada beberapa yang dikecualikan. Pertama, kantor instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kedua kantor perwakilan diplomatik dan organisasi internasional. Ketiga kantor badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD).
Untuk dunia usaha swasta juga ada beberapa sektor yang dikecualikan, seperti sektor pangan, energi, komunikasi, keuangan, logistik, konstruksi, industri strategis, perhotelan, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional.
Selain penghentian operasi perusahaan dan instansi, pelaksanaan PSBB juga melarang kegiatan proses belajar mengajar di sekolah, tempat ibadah dilarang dibuka untuk umum, tempat atau fasilitas umum dilarang dibuka untuk umum dengan sejumlah perkecualian. Begitu pun pelarangan atas kegiatan sosial budaya yang melibatkan orang banyak dan berkerumunan.
Selain itu, moda transportasi publik dilarang mengangkut jumlah penumpang dengan kapasitas penuh. Karena itu, jumlah penumpang harus dibatasi dan pelarangan kegiatan yang berkaitan dengan aspek pertahanan dan keamanan (hankam), kecuali kegiatan operasi militer atau kepolisian sebagai unsur utama dan pendukung.
Perusahaan Ditutup
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta telah mengevaluasi sejumlah perusahaan tidak dikecualikan yang masih buka pada saat pemberlakuan PSBB. Hasil sementara, ada salah satu perusahaan yang harusnya tutup, tetapi masih buka karena mengantongi surat izin dari Kementrian Perindustrian. Padahal, berdasarkan Pergub Nomor 33/2020 tentang Pelaksanaan PSBB, perusahaan di luar pengecualian harus tutup.
Berdasarkan hasil evaluasi yang sudah dilakukan, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta, Andri Yansyah, mengungkapkan, ada 25 perusahaan di Jakarta terpaksa ditutup lantaran melanggar PSBB. Penutupan bersifat sementara hingga masa PSBB berlaku. Selain perusahaan yang ditutup, terdapat 190 perusahaan yang diberi peringatan. Rinciannya, 46 perusahaan di Jakarta Pusat, 34 perusahaan di Jakarta Barat, 29 perusahaan di Jakarta Utara, 38 perusahaan di Jakarta Timur, 39 perusahaan di Jakarta Selatan, dan 4 perusahaan di Kepulauan Seribu.
Perusahaan-perusahaan itu termasuk jenis usaha yang diperbolehkan beroperasi selama PSBB atau perusahaan yang diberi izin Kementerian Perindustrian untuk tetap beroperasi, meski seharusnya tutup. "Perusahaan-perusahaan itu diberi peringatan karena tidak melaksanakan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus korona (Covid-19)," ungkapnya.
Selain terbukti masih banyak pelanggaran yang dilakukan perusahaan, pelanggaran juga masih banyak dilakukan masyarakat. Selama sembilan hari penerapan (PSBB) wilayah DKI Jakarta (10-18 April 2020), Jasa Marga bersama Polri dan Dinas Perhubungan mencatat 1.549 kendaraan, atau 54% dari total 2.863 kendaraan yang diperiksa, masih menyalahi ketentuan PSBB.
Corporate Communication & Community Development Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Dwimawan Heru, menjelaskan, data tersebut merupakan data dari tiga checkpoint yang terletak di akses gerbang tol (GT), yakni GT Tomang jalan tol Dalam Kota, GT Kapuk jalan tol Sedyatmo, dan GT Cikunir 2 jalan tol JORR. Jenis pelanggaran terbanyak yaitu tidak mengenakan masker (72%) dan jumlah penumpang melebihi ketentuan (19%). "Jasa Marga senantiasa aktif melakukan mitigasi risiko terhadap penyebaran virus Covid-19 di lingkungan rest area dan gerbang tol pada jalan-jalan tol yang dikelola oleh Jasa Marga Group," ucapnya.
Namun, secara umum, pengguna angkutan umum di Jabodetabek turun pada masa pandemi Covid-19. Penurunan sudah terjadi sejak sebelum pemberlakuan PSBB yang dimulai pada 10 April 2020 di wilayah Jakarta menyusul kemudian Jawa Barat (Depok, Bekasi, dan Bogor) pada 15 April serta Banten (Tangerang Raya) pada 18 April. Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B Pramesti menyatakan, khususnya Jakarta pada Maret 2020 sudah berinisiatif melakukan berbagai pembatasan, termasuk pembatasan transportasi sehingga pada Maret tersebut sudah mulai terjadi penurunan pengguna angkutan yang cukup berarti.
Untuk layanan bus Transjakarta mulai 1-15 April 2020 jumlah penggunanya mengalami penurunan cukup signifikan, yaitu sekitar 83.000 orang per hari. Penurunan penumpang juga terjadi pada layanan mass rapid transit (MRT). Pada hari-hari normal bulan Januari 2020, penggunanya mencapai 85.000 orang per hari. Pada Maret merosot sekitar 47,05%, yaitu 45.000 orang per hari. Data terakhir mencatat pada 1-15 April hanya mengangkut 5.000 penumpang per hari atau turun 94,11% dibanding Januari 2020.
Kemudian, KRL Commuter Line. Pada Januari 2020 KRL setiap harinya masih melayani sekitar 859.000 orang. Pada Maret, jumlahnya turun 30,38% menjadi sekitar 598.000 orang per hari. (Bima Setiadi/Bagja/Dita Angga/Binti Mufarida)
(ysw)