Pentingnya Pemerataan Tenaga Medis dan Fasilitas Kesehatan di Tengah Pandemi Covid

Rabu, 21 Juli 2021 - 15:06 WIB
loading...
A A A
"Dulu kan ada itu kewajiban yang perlu dipenuhi mereka yang menyelesaikan studi S2. Misalnya mereka harus menjadi dokter di daerah-daerah katakanlah 1-2 tahun. Tapi biasanya setelah itu pada pindah. Akibatnya di daerah tersebut kosong. Bahkan itu ada yang memilih tidak mau jadi pegawai negeri karena takut ditempatkan di wilayah seluruh Indonesia," ungkapnya.

Dia membeberkan bahwa salah satu persyaratan yang harus dipenuhi seorang ASN adalah bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia. "Jadi, daripada mereka dipaksa ditempatkan di beberapa wilayah yang mungkin tidak disukai, maka mereka enggak mau jadi pegawai negeri. Bahkan yang lebih ironis lagi, yang saya temukan di lapangan, itu ada pegawai negeri yang berhenti jadi pegawai negeri karena dia tidak mau lagi bekerja di tempat itu, pindah ke kota. Lalu di kota mungkin dia bisa lebih
mengaktualisasikan ilmunya. Nah kalau sudah begitu modelnya kan makin parah itu berarti," katanya.

Sehingga, dia menilai ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut. Pertama, kata dia, harus ada aturan dari pemerintah pusat untuk menyiapkan sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi, fakultas-fakultas kedokteran, serta lembaga-lembaga pendidikan kesehatan yang merata di seluruh Indonesia. "Kedua, ada aturan dari pemerintah pusat terkait dengan kewajiban-kewajiban tadi yang jelas, bahwa mereka harus mengabdi sekian tahun dan seterusnya," imbuhnya.

Ketiga, dia mengatakan bahwa pemerintah daerah bisa memberikan beasiswa dan insentif dari APBD kepada dokter-dokter atau calon dokter di wilayah masing-masing. Setelah lulus pendidikan yang dibiayai APBD itu, para tenaga medis harus membuat perjanjian kepada pemerintah daerah yang memberikan beasiswa itu.

"Nanti mereka membuat surat pernyataan untuk mau ditugaskan di daerah yang memberi mereka beasiswa tersebut. Jadi kalau sudah tamat, enggak boleh pergi ke mana-mana, dia harus mengabdi di daerah itu. Begitu juga untuk yang S2. Jadi kalau ada yang mau S2, dibiayai saja, tapi perjanjiannya nanti kalau sudah tamat, dia harus mengabdi di rumah-rumah sakit di daerah yang membiayai kuliahnya," ujarnya.

Selain itu, dia menilai pemerintah daerah juga bisa memberikan insentif tambahan, atau gaji tambahan yang lebih besar ketimbang di kota-kota besar."Katakanlah kalau misalnya pegawai negeri biasa gajinya mungkin ya katakanlah antara Rp7,5 juta sampai Rp9 juta misalnya per bulan. Nah itu mungkin sudah ada honor sana honor sini lah," ungkapnya.

Dia menilai, pendapatan yang diterima para tenaga medis di daerah lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang bertugas di kota-kota besar. "Nah karena itu kewajiban Pemda harus menambahkan insentif bagi mereka. Katakanlah minimal ada yang memberi Rp25 sampai Rp30 juta perbulan untuk dokter spesialis itu. Karena tugas di daerah itu agak susah. Kalaupun dibuat tarif ya enggak bisa dibayar juga. Masyarakatnya kan ekonomi menengah ke bawah rata-ratanya. Jadi karena itu penghasilan yang
mereka harapkan ya dari insentif itu," ujarnya.

Dengan begitu, dia yakin ada keikhlasan dari para tenaga medis untuk mengabdi di daerah-daerah dan tidak tergiur dengan pendapatan di kota-kota besar. "Tentu juga kita berharap, dokter-dokter ini muncul kesadaran pribadi untuk mengabdi. Karena kepuasan menjadi dokter kan sebetulnya bukan hanya dari sisi di rumah sakit besar mana dia bekerja, dari sisi berapa banyak orang yang bisa dibantu, berapa banyak orang yang menerima manfaat dari ilmu yang dipelajarinya itu," pungkasnya.

Amira Karin Khairana/Litbang MPI/Rico Afrido Simanjuntak
(zik)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2623 seconds (0.1#10.140)