Penjualan Obat di Platform Online Harus Diawasi

Sabtu, 17 Juli 2021 - 06:37 WIB
loading...
Penjualan Obat di Platform Online Harus Diawasi
Masyarakat diimbau jangan asal membeli obat platform online. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Gelombang kedua pandemi Covid-19 sontak membuat masyarakat panik dan resah. Seolah tak mau tertular dan menjadi korban virus korona, masyarakat mulai membekali diri dengan beragam jenis obat mulai dari vitamin, multivitamin, hingga obat-obat lain yang dianggap mampu meningkatkan imunitas tubuh.

Fenomena ini tak hanya di Jakarta, di kota-kota besar hingga daerah, masyarakat berbondong-bondong berburu obat-obatan tersebut. Bahkan, tak jarang mereka membeli obat-obatan kategori obat keras yang seharusnya hanya bisa dibeli dengan resep dokter seperti antibiotik, kortikosteroid, hingga antivirus.

Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan obat-obatan tak lagi mengandalkan apotek atau toko. Sebagian penjual telah beralih memasarkan obat-obatan melalui lokapasar (e-commerce), media sosial (medsos), bahkan aplikasi pesan singkat.

Baca juga: Gencarkan Lobi, Ini 3 Obat Covid-19 yang Diburu Indonesia di Luar Negeri

Sekjen Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia Andreas Bayu Aji mengatakan, pihaknya senang kalau semakin banyak jalur distribusi. Namun, GP Farmasi menolak pendistribusian dan penjualan secara serampangan.

Dia menilai, para penjual obat daring tidak menaati aturan. Sebagian apotek ada juga yang menjual secara online. Khusus untuk penjualan secara online, tetap membutuhkan izin dan mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah.

“Jika tidak ada izin, sudah pasti tidak boleh (berjualan obat),” cetusnya.

Andreas menyatakan, praktik penjualan obat-obatan khususnya golongan obat keras sejatinya merugikan masyarakat dan industri farmasi, terutama dalam kasus obat-obatan untuk pasien Covid-19.



Kerugian pertama, perusahaan farmasi mendapatkan kesan negatif karena dianggap menaikkan harga. Kedua, perusahaan farmasi dianggap menjual obat secara sembarangan. “Saya sudah cek ke anggota, tidak ada yang jual ke e-commerce seperti itu,” tuturnya.

Secara sederhana, lanjut dia, rantai distribusi obat dari produsen akan dikirim ke gudang pedagang farmasi besar atau distributor. Dari sini, obat akan disalurkan ke rumah sakit, klinik, dan apotek. “Semua itu diaudit. Di jalur-jalur itu sangat tidak mungkin mereka mau main-main,” jelas Andreas.

Dia menyatakan perusahaan farmasi, distributor, hingga apotek itu akan diaudit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). GP Farmasi meminta masyarakat jangan panik, baik dalam konteks Covid-19 maupun penyakit apa pun.

Bagi yang sakit disarankan tetap berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Obat memang bisa menyembuhkan, tetapi memiliki efek samping. “Saya berharap masyarakat tidak serta-merta langsung melakukan pengobatan sendiri, terutama penyakit yang kritis atau krusial. Kalau batuk-pilek, bisa self medicine,” pungkasnya.

Menyikapi penjualan obat-obatan yang tak terkendali di platform e-commerce, Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengatakan, pihaknya sudah memiliki kerja sama dan kesepakatan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Kemudian, lembaga tersebut akan memberikan rekomendasi terhadap penjual obat-obatan atau produk kesehatan yang dinilai telah tidak sesuai atau melanggar aturan.

“BPOM akan mengirimkan rekomendasi seller yang dinilai tidak sesuai aturan. Kami akan komunikasikan ke platform, dan akan di-take down produk tersebut,” kata Bima kepada KORAN SINDO, Jumat (16/07/2021).



Dalam kaitan dengan pemantauan atau kurasi di aplikasi, asosiasi menilai pihak platform yang memiliki kewenangan penuh terhadap produk kesehatan yang diperjualbelikan. Bima juga berharap masyarakat bisa ikut mengawasi dan melaporkan jika ada keluhan atau pelanggaran atas produk kesehatan yang dijual secara online di platform digital.

“Dari platform sendiri sebenarnya ada sistem kurasi terkait produk kesehatan. Tapi, jika masyarakat masih menemukan yang tidak wajar, bisa mengajukan keluhan dan pasti akan dilakukan tindakan lanjutnya. Seller yang berulang melanggar aturan berpotensi di-suspend tokonya oleh platform,” tukasnya.

AVP Marketplace Quality Bukalapak Baskara Aditama mengatakan, perusahaannya memiliki tim yang melakukan monitoring secara berkala terhadap para penjual yang memasarkan barang-barang yang tidak sesuai aturan penggunaan Bukalapak maupun aturan hukum. Termasuk di dalamnya obat-obatan yang hanya boleh didapatkan dengan resep dokter.

“Segala jenis obat-obatan maupun zat-zat lain yang dilarang ataupun dibatasi peredarannya menurut ketentuan hukum yang berlaku merupakan barang terlarang dan dilarang diperjualbelikan di platform Bukalapak,” katanya.

Sesuai anjuran pemerintah, masyarakat yang ingin mendapatkan obat-obatan yang membutuhkan resep dokter sebaiknya membeli lewat jalur resmi seperti di apotek atau fasilitas kesehatan.

Dia menekankan bahwa setiap pelapak yang mendaftar di Bukalapak harus menyetujui dan menjalankan syarat dan ketentuan yang berlaku seperti tertera dalam aturan penggunaan. Jika ada penjual yang terindikasi melanggar, Bukalapak akan bertindak tegas dengan cara memblokir akun penjual dan atau barang yang melanggar tersebut.

Sejauh ini tim Bukalapak telah memberikan sanksi berupa pemblokiran produk dan atau akun kepada ratusan penjual yang melanggar aturan terkait obat-obatan terlarang dan juga penjual yang mengambil keuntungan tidak wajar dalam penjualan alat-alat medis yang berkaitan dengan Covid-19.

Shopee Indonesia juga menghapus berbagai produk kesehatan sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga terkait upaya penanganan pandemi Covid-19. Sampai saat ini tim internal Shopee sudah menghapus lebih dari 500 produk kesehatan yang tidak sesuai dengan regulasi.

Kepala Kebijakan Publik Shopee Indonesia Radityo Triatmojo menjelaskan, ratusan produk yang diturunkan tersebut berasal dari dua kategori. Pertama, obat yang dijual dengan harga melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease. Kedua, kategori obat-obatan yang dilarang untuk diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter.

“Kami berharap para penjual produk-produk kesehatan ikut mengambil bagian dalam percepatan pemulihan kesehatan masyarakat dengan memperhatikan regulasi yang berlaku dan mengikuti harga yang sudah ditetapkan pemerintah,” paparnya.

Shopee juga secara proaktif akan mendukung upaya dan kebijakan pemerintah dalam upaya mengatasi pandemi. “Karena ini merupakan tanggung jawab kita bersama,” imbuhnya.

Radityo menambahkan, tim internal Shopee terus memantau dan mengawasi produk-produk kesehatan yang dijual dalam aplikasi agar sesuai dengan regulasi yang sudah ada, terutama yang berkaitan dengan penanganan Covid-19. Tim tersebut juga terus memantau harga alat-alat kesehatan seperti tabung oksigen dan masker.

Para pengguna Shopee dapat melaporkan temuan produk-produk yang tidak sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan melaporkan produk tersebut, masyarakat turut berperan aktif dalam menjaga ekosistem belanja online lebih aman dan bertanggung jawab.

Sedangkan Tokopedia menyatakan akan mengambil langkah hukum terhadap penjual di platformnya, yang memperdagangkan produk kesehatan seperti vitamin, obat-obatan, dan oximeter palsu dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum.

“Tidak hanya ditutup tokonya, penjual yang terbukti melanggar juga bisa dikenakan sanksi sesuai hukum yang berlaku. Kami terus bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk memproses penjual-penjual seperti ini,” ujar VP of Legal Tokopedia Trisula Dewantara.

Tokopedia juga konsisten berkolaborasi dengan BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran, pengiriman, promosi, serta iklan penjualan obat dan makanan di platform Tokopedia dengan lebih intensif demi memperkuat perlindungan konsumen.

Tokopedia dan BPOM sudah sejak lama sepakat untuk juga bersama-sama mengedukasi masyarakat agar lebih cerdas dan teliti dalam bertransaksi karena literasi masyarakat adalah benteng terdepan dalam memerangi peredaran obat-obatan ilegal.

Penjual Obat Online Harus Miliki Izin
Dewan Pakar Ikatan Apoteker Indonesia Pre Agusta Siswantoro menegaskan, apotek resmi yang memiliki apoteker akan meminta pembeli melampirkan resepnya saat melakukan pembelian online.

“Nanti resep di-scan, dicek oleh apoteker kemudian disimpan, obatnya lalu dikirim ke pasien. Ketika obat sampai resep asli diambil,” ujarnya.

Terkait adanya sistem online dia menambahkan bahwa hal itu memmbuat pasien tidak perlu bergerak karena dilakukan oleh sistem.

“Sistem online tidak msalah jika hasil dari konsultasi telemedisin. Yang tidak boleh itu di online marketplace,” tegasnya.

Dia mengatakan, pihaknya sudah mengimbau kepada apotek dan apoteker jangan memberikan obat jika memang obat seharusnya ditebus menggunakan resep dokter.

“Kami sangat tegas untuk ini dan diharapkan anggota kami mengikuti. Untuk apotek online yang mengirimkan langsung ke rumah juga resep asli yang masih berupa kertas dari dokter itu harus kami ambil supaya tidak dikopi atau beli berkali kali,” jelasnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2599 seconds (0.1#10.140)