Vonis Edhy Prabowo dan Rohadi Dinilai Ringan, Didik Minta Hakim Bijak Buat Keputusan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Vonis terhadap terdakwa kasus ekspor benur sekaligus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan terdakwa suap atas penanganan kasus oleh mantan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Rohadi dinilai terlalu ringan dan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Terkait hal ini, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto mengakui setiap keputusan pengadilan harus dihormati oleh setiap orang, hanya saja perlu diingat bahwa korupsi adalah kejahatan yang luar biasa. "Maka butuh upaya lebih yang tidak kalah extra ordinary dalam pemberantasannya," kata Didik saat dihubungi, Jumat (16/7/2021).
Berangkat dari kondisi itu, Didik melanjutkan, tidak hilang dari memori publik bahwa hampir sebagian besar perkara korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini, tersangkanya tidak luput dari jeratan hukum, dan bahkan hukuman yang dijatuhkan relatif berat.
Ketua Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat ini juga mengakui pemidanaan setiap kasus berbeda-beda posisi kasusnya, karena variabel penyertanya juga berbeda-beda. Namun, yang perlu dimengerti bahwa pasal-pasal yang dipergunakan untuk menjerat tersangka itu sama. Jadi, wajar jika masyarakat menganggap adanya disparitas putusan meskipun kasusnya relatif sama, itu merupakan bagian dari partisipasi masyarakat terhadap lahirnya keadilan. "Masyarakat akan mudah membanding-bandingkan antara satu case dengan case yang lain, sehingga jika ada putusan yang timpang maka wajar jika rakyat bereaksi," ujar Didik. Baca juga: Divonis 5 Tahun Penjara, ICW Minta KPK Usut TPPU Edhy Prabowo
Namun demikian, dia menambahkan, apapun kondisinya, sebuah putusan pengadilan harus dihormati dan dilaksanakan. Bisa saja di tingkat peradilan berikutnya akan dikoreksi jika dinilai ada putusan yang dinilai keliru atau tidak adil. Ia berharap, hakim akan lebih bijak dalam membuat keputusan. "Harapan saya, khususnya kepada hakim untuk lebih bijak dalam membuat keputusan dengan mendasarkan kepada pertimbangan yang objektif dan rasional, serta memastikan rasa keadilan publik tidak terciderai karena hal yang subjektif," tandasnya.
Terkait hal ini, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto mengakui setiap keputusan pengadilan harus dihormati oleh setiap orang, hanya saja perlu diingat bahwa korupsi adalah kejahatan yang luar biasa. "Maka butuh upaya lebih yang tidak kalah extra ordinary dalam pemberantasannya," kata Didik saat dihubungi, Jumat (16/7/2021).
Berangkat dari kondisi itu, Didik melanjutkan, tidak hilang dari memori publik bahwa hampir sebagian besar perkara korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini, tersangkanya tidak luput dari jeratan hukum, dan bahkan hukuman yang dijatuhkan relatif berat.
Ketua Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat ini juga mengakui pemidanaan setiap kasus berbeda-beda posisi kasusnya, karena variabel penyertanya juga berbeda-beda. Namun, yang perlu dimengerti bahwa pasal-pasal yang dipergunakan untuk menjerat tersangka itu sama. Jadi, wajar jika masyarakat menganggap adanya disparitas putusan meskipun kasusnya relatif sama, itu merupakan bagian dari partisipasi masyarakat terhadap lahirnya keadilan. "Masyarakat akan mudah membanding-bandingkan antara satu case dengan case yang lain, sehingga jika ada putusan yang timpang maka wajar jika rakyat bereaksi," ujar Didik. Baca juga: Divonis 5 Tahun Penjara, ICW Minta KPK Usut TPPU Edhy Prabowo
Namun demikian, dia menambahkan, apapun kondisinya, sebuah putusan pengadilan harus dihormati dan dilaksanakan. Bisa saja di tingkat peradilan berikutnya akan dikoreksi jika dinilai ada putusan yang dinilai keliru atau tidak adil. Ia berharap, hakim akan lebih bijak dalam membuat keputusan. "Harapan saya, khususnya kepada hakim untuk lebih bijak dalam membuat keputusan dengan mendasarkan kepada pertimbangan yang objektif dan rasional, serta memastikan rasa keadilan publik tidak terciderai karena hal yang subjektif," tandasnya.
(cip)