Cegah Kenaikan Kasus Covid-19, Satgas: Belajar dari Pengalaman pada Lonjakan Kasus Pertama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah tengah berupaya semaksimal mungkin menangani kenaikan kasus yang begitu tinggi beberapa pekan terakhir, serta mencegah agar tidak terjadi kenaikan yang semakin tinggi di kemudian hari.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito menyebutkan, penting untuk belajar dari pengalaman penanganan kasus pada lonjakan kasus pertama serta situasi pada saat itu, untuk dapat mengidentifikasi apa yang bisa dipersiapkan dan diperbaiki agar lonjakan kasus kedua ini dapat segera berakhir.
Pada lonjakan kasus pertama, butuh 13 minggu untuk dapat mencapai puncak kasus sebelum akhirnya kasus perlahan menunjukkan penurunan. Sebelum mengalami kenaikan, kebijakan yang diterapkan adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Ketat DKI Jakarta selama empat minggu, namun lalu dilonggarkan menjadi PSBB Transisi selama 13 minggu. Selama periode itu, kasus meningkat cukup tajam karena bertepatan dengan libur panjang natal dan tahun baru 2021.
Intervensi kebijakan yang lebih ketat lagi, yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali diambil setelah kenaikan kasus sudah berlangsung selama 10 minggu. Dampak dari intervensi kebijakan ini terlihat selang tiga minggu, di mana akhirnya kasus dapat turun dan penurunannya bertahan hingga 15 minggu.
“Pada periode lonjakan kasus pertama, terdapat kurang lebih 45 ribu tempat tidur di ruang isolasi dan ICU RS rujukan Covid, serta 2.700 tempat tidur di RS Darurat Covid Wisma Atlet Kemayoran Jakarta. Jumlah laboratorium Covid-19 yang beroperasi saat itu berjumlah 223 laboratorium dengan capaian pemeriksaan kurang lebih 70 persen dari standar WHO,” katanya.
Jika dilihat keadaan saat ini, Prof. Wiku menjelaskan, dengan lonjakan kasus yang mulai memasuki minggu ke- 9 serta intervensi kebijakan pengetatan yang lebih awal, yaitu dari minggu ke-8, berkaca dari pengalaman lonjakan pertama, maka penurunan paling cepat baru dapat terlihat dalam tiga minggu ke depan.
Kapasitas RS dan laboratorium juga meningkat, dengan total saat ini kurang lebih 120.000 tempat tidur isolasi dan ICU serta 7.930 tempat tidur di RS Darurat Covid Wisma Atlet, dan untuk laboratorium saat ini terdapat 742 laboratorium Covid-19 dengan capaian pemeriksaan lebih dari 300 persen dari standar WHO.
“Tentunya berbagai evaluasi dan peningkatan upaya penanganan terus dilakukan agar penurunan kasus dapat terlihat sesegera mungkin,” ujar Prof. Wiku.
Saat ini, lanjutnya, pemerintah pusat terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memantau kapasitas tempat tidur di rumah sakit wilayah masing-masing. Apabila konversi sudah melebihi 40 persen tempat tidur, maka perlu segera dibuka dan difungsikan RS Darurat atau RS Lapangan khusus Covid-19.
Penambahan tempat isolasi terpusat juga perlu menjadi fokus utama untuk menurunkan beban rumah sakit. Dengan skenario kenaikan kasus 30 persen, maka diperlukan tambahan kurang lebih 9 ribu TT isolasi dan 6 ribu TT ICU.
Penambahan tenaga kesehatan juga menjadi fokus perbaikan penanganan yang dilakukan pemerintah. Kebutuhan ini akan diisi mahasiswa tingkat akhir dan perawat yang belum melewati Uji Kompetensi untuk membantu penanganan Covid-19 dengan supervisi dari perawat senior.
Sedangkan untuk penambahan dokter, akan banyak diambil dari dokter yang telah menyelesaikan masa studi internship. Peningkatan ketersediaan sumber daya penunjang seperti oksigen, dan obat-obatan juga akan dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur K/L dan TNI/POLRI dalam pengadaan dan distribusinya, mengacu pada estimasi kebutuhan per provinsi.
“Tentunya upaya yang tengah dilakukan ini akan sulit untuk terlihat dampaknya dalam penurunan kasus apabila masyarakat tidak turut serta untuk menekan penularan,” katanya.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito menyebutkan, penting untuk belajar dari pengalaman penanganan kasus pada lonjakan kasus pertama serta situasi pada saat itu, untuk dapat mengidentifikasi apa yang bisa dipersiapkan dan diperbaiki agar lonjakan kasus kedua ini dapat segera berakhir.
Pada lonjakan kasus pertama, butuh 13 minggu untuk dapat mencapai puncak kasus sebelum akhirnya kasus perlahan menunjukkan penurunan. Sebelum mengalami kenaikan, kebijakan yang diterapkan adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Ketat DKI Jakarta selama empat minggu, namun lalu dilonggarkan menjadi PSBB Transisi selama 13 minggu. Selama periode itu, kasus meningkat cukup tajam karena bertepatan dengan libur panjang natal dan tahun baru 2021.
Intervensi kebijakan yang lebih ketat lagi, yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali diambil setelah kenaikan kasus sudah berlangsung selama 10 minggu. Dampak dari intervensi kebijakan ini terlihat selang tiga minggu, di mana akhirnya kasus dapat turun dan penurunannya bertahan hingga 15 minggu.
“Pada periode lonjakan kasus pertama, terdapat kurang lebih 45 ribu tempat tidur di ruang isolasi dan ICU RS rujukan Covid, serta 2.700 tempat tidur di RS Darurat Covid Wisma Atlet Kemayoran Jakarta. Jumlah laboratorium Covid-19 yang beroperasi saat itu berjumlah 223 laboratorium dengan capaian pemeriksaan kurang lebih 70 persen dari standar WHO,” katanya.
Jika dilihat keadaan saat ini, Prof. Wiku menjelaskan, dengan lonjakan kasus yang mulai memasuki minggu ke- 9 serta intervensi kebijakan pengetatan yang lebih awal, yaitu dari minggu ke-8, berkaca dari pengalaman lonjakan pertama, maka penurunan paling cepat baru dapat terlihat dalam tiga minggu ke depan.
Kapasitas RS dan laboratorium juga meningkat, dengan total saat ini kurang lebih 120.000 tempat tidur isolasi dan ICU serta 7.930 tempat tidur di RS Darurat Covid Wisma Atlet, dan untuk laboratorium saat ini terdapat 742 laboratorium Covid-19 dengan capaian pemeriksaan lebih dari 300 persen dari standar WHO.
“Tentunya berbagai evaluasi dan peningkatan upaya penanganan terus dilakukan agar penurunan kasus dapat terlihat sesegera mungkin,” ujar Prof. Wiku.
Saat ini, lanjutnya, pemerintah pusat terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memantau kapasitas tempat tidur di rumah sakit wilayah masing-masing. Apabila konversi sudah melebihi 40 persen tempat tidur, maka perlu segera dibuka dan difungsikan RS Darurat atau RS Lapangan khusus Covid-19.
Penambahan tempat isolasi terpusat juga perlu menjadi fokus utama untuk menurunkan beban rumah sakit. Dengan skenario kenaikan kasus 30 persen, maka diperlukan tambahan kurang lebih 9 ribu TT isolasi dan 6 ribu TT ICU.
Penambahan tenaga kesehatan juga menjadi fokus perbaikan penanganan yang dilakukan pemerintah. Kebutuhan ini akan diisi mahasiswa tingkat akhir dan perawat yang belum melewati Uji Kompetensi untuk membantu penanganan Covid-19 dengan supervisi dari perawat senior.
Sedangkan untuk penambahan dokter, akan banyak diambil dari dokter yang telah menyelesaikan masa studi internship. Peningkatan ketersediaan sumber daya penunjang seperti oksigen, dan obat-obatan juga akan dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur K/L dan TNI/POLRI dalam pengadaan dan distribusinya, mengacu pada estimasi kebutuhan per provinsi.
“Tentunya upaya yang tengah dilakukan ini akan sulit untuk terlihat dampaknya dalam penurunan kasus apabila masyarakat tidak turut serta untuk menekan penularan,” katanya.
(ars)