WNA Malaysia Jadi Korban Penganiayaan Napi di Lapas Sekayu
loading...
A
A
A
JAKARTAHTTPS://PENA.SIN.DO/AUTHOR - Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia, menjadi korban penganiayaan yang dilakukan narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sekayu , Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Aksi yang dialami warga negeri Jiran itu akibat napi yang mendekam di balik jeruji besi ini berhutang Rp24 miliar dari bisnis narkoba yang dijalankan.
Adalah Ahmad Fitri bin MD Latib yang kehilangan tiga jari tangannya akibat dipenggal oleh napi atas nama Aming. Aksi itu dilakukan lantaran WNA Malaysia ini masuk ke dalam Lapas Sekayu untuk menagih hutang penjual narkoba yang nilainya sudah mencapai Rp24 miliar yang tak dibayarkan oleh Aming. Namun bukannya uang yang didapat, namun justu WNA yang tinggal di di Teluk Empang 6 ini menjadi korban penganiayaan pelaku yang dibantu empat orang napi lainnya. Baca juga: Kemenkumham-DPR Sepakat RUU KUHP Masuk Prioritas 2021
Berdasarkan informasi yang didapat, masuknya WNA asal Malaysia ini terjadi pada akhir Mei 2021 kemarin. Layaknya seorang kerabat narapidana, Ahmad datang ke lapas dan mengaku akan bertemu dengan Aming. Namun karena di tengah pandemi COVID-19 ini layanan kunjungan ditiadakan ia pun menyogok petugas.
Aksi suap yang dilakukan itu pun bukan tanpa sebab, pasalnya ketika Ahmad datang, rekaman CCTV yang ada di Lapas Sekayu pun tak dapat merekam gerak geriknya. Pria asal negeri Jiran itu pun diketahui bertemu dengan Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) dan ia meminta untuk masuk lapas demi bertemu dengan napi yang berhutang narkoba.
Ketika sudah berada di dalam lapas, Ahmad Fitri sudah berencana bertemu dengan Aming dengan harapan uang Rp24 miliar bisa didapat. Namun datangnya WNA ternyata sudah diperkirakan oleh Aming yang memanggil keempat temannya untuk meminta bantuan. Di mana Ahmad Fitri akhirnya menjadi korban penganiayaan yang menyebabkan tiga jari tangannya hilang.
Akibat kejadian itu pun, kondisi di dalam lapas pun geger dan membuat para pegawai lapas kebingungan. Pejabat lapas yang panik itu pun mencoba menutupi kasus yang terjadi dengan mengamankan WNA ini dalam penjara selama tiga hari. Hal itu dilakukan karena bila dilaporkan, masuknya Ahmad Fitri sudah melanggar ketentuan. Namun kasus ini pun akhirnya tercium dan kini membuat nama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) kembali tercoreng.
Atas kasus ini pun, Direktur Keamanan dan Ketertiban Direktorat Jendral Pemasyarakatan langsung bergerak untuk melakukan pemeriksaan pada 1 Juni lalu. Saat itu, Kalapas Sekayu, Jhony Gultom sempat dinonaktifkan atas kejadian tersebut. Namun, pencopotannya hanya berlangsung satu pekan, meski kepala seksi yang ada di dalamnya diganti secara keseluruhan.
Dikonfirmasi hal tersebut, Direktur Jendral Pemasyarakatan (Dirjen PAS), Reinhard Silitonga tak memberikan penjelasan pasti akan kejadian tersebut. Ia pun hanya menyodorkan wartawan untuk meminta konfirmasi ke Kabag Humas Ditjen PAS Rika Aprianti. "Silakan hubungi humas saja, konfirmasi ke beliau," ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwilkumham) Sumatera Selatan, Indro Purwoko juga tak membantah hal tersebut. Namun ia juga menyerahkan untuk konfirmasi ke Kabag Humas Ditjen PAS.
"Silakan konfirmasi ke Kabag Humas Ditjen PAS saja," ungkapnya. Dan setelah itu pesan singkat yang disampaikan tak digubris lagi.
Adalah Ahmad Fitri bin MD Latib yang kehilangan tiga jari tangannya akibat dipenggal oleh napi atas nama Aming. Aksi itu dilakukan lantaran WNA Malaysia ini masuk ke dalam Lapas Sekayu untuk menagih hutang penjual narkoba yang nilainya sudah mencapai Rp24 miliar yang tak dibayarkan oleh Aming. Namun bukannya uang yang didapat, namun justu WNA yang tinggal di di Teluk Empang 6 ini menjadi korban penganiayaan pelaku yang dibantu empat orang napi lainnya. Baca juga: Kemenkumham-DPR Sepakat RUU KUHP Masuk Prioritas 2021
Berdasarkan informasi yang didapat, masuknya WNA asal Malaysia ini terjadi pada akhir Mei 2021 kemarin. Layaknya seorang kerabat narapidana, Ahmad datang ke lapas dan mengaku akan bertemu dengan Aming. Namun karena di tengah pandemi COVID-19 ini layanan kunjungan ditiadakan ia pun menyogok petugas.
Aksi suap yang dilakukan itu pun bukan tanpa sebab, pasalnya ketika Ahmad datang, rekaman CCTV yang ada di Lapas Sekayu pun tak dapat merekam gerak geriknya. Pria asal negeri Jiran itu pun diketahui bertemu dengan Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) dan ia meminta untuk masuk lapas demi bertemu dengan napi yang berhutang narkoba.
Ketika sudah berada di dalam lapas, Ahmad Fitri sudah berencana bertemu dengan Aming dengan harapan uang Rp24 miliar bisa didapat. Namun datangnya WNA ternyata sudah diperkirakan oleh Aming yang memanggil keempat temannya untuk meminta bantuan. Di mana Ahmad Fitri akhirnya menjadi korban penganiayaan yang menyebabkan tiga jari tangannya hilang.
Akibat kejadian itu pun, kondisi di dalam lapas pun geger dan membuat para pegawai lapas kebingungan. Pejabat lapas yang panik itu pun mencoba menutupi kasus yang terjadi dengan mengamankan WNA ini dalam penjara selama tiga hari. Hal itu dilakukan karena bila dilaporkan, masuknya Ahmad Fitri sudah melanggar ketentuan. Namun kasus ini pun akhirnya tercium dan kini membuat nama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) kembali tercoreng.
Atas kasus ini pun, Direktur Keamanan dan Ketertiban Direktorat Jendral Pemasyarakatan langsung bergerak untuk melakukan pemeriksaan pada 1 Juni lalu. Saat itu, Kalapas Sekayu, Jhony Gultom sempat dinonaktifkan atas kejadian tersebut. Namun, pencopotannya hanya berlangsung satu pekan, meski kepala seksi yang ada di dalamnya diganti secara keseluruhan.
Dikonfirmasi hal tersebut, Direktur Jendral Pemasyarakatan (Dirjen PAS), Reinhard Silitonga tak memberikan penjelasan pasti akan kejadian tersebut. Ia pun hanya menyodorkan wartawan untuk meminta konfirmasi ke Kabag Humas Ditjen PAS Rika Aprianti. "Silakan hubungi humas saja, konfirmasi ke beliau," ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwilkumham) Sumatera Selatan, Indro Purwoko juga tak membantah hal tersebut. Namun ia juga menyerahkan untuk konfirmasi ke Kabag Humas Ditjen PAS.
"Silakan konfirmasi ke Kabag Humas Ditjen PAS saja," ungkapnya. Dan setelah itu pesan singkat yang disampaikan tak digubris lagi.
(kri)