Peradi Sebut Perkembangan Teknologi Berdampak Terhadap Profesi Advokat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menggelar seminar internasional bertajuk "New Opportunities and Challenges in International Practice: Globalisation & Professional Ethics" yang dihelat secara hybrid pada Senin (14/6/2021).
Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan, menyampaikan, seminar ini bekerja sama dengan International Bar Association (IBA) dan ELF untuk meningkatkan kualitas dan wawasan para advokat Peradi. Sejumlah praktisi hukum ternama dari Indonesia dan mancanegara yakni Argentina, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Belgia, dan Rwanda dihadirkan sebagai narasumber.
Para pembicara menyampaikan perkembangan hukum global dan peran penting advokat dalam menangani masalah-masalah hukum, baik dari segi teori maupun praktik, khususnya tantangan dan kesempatan bagi praktisi hukum untuk berkontribusi dan berkembang di tengah berbagai dinamika perubahan hukum dan pesatnya teknologi. "Mengenai arbitrasi dan teknologi karena kita tahu bahwa dengan berkembangnya teknologi itu, banyak dari bagian-bagian dari pekerjaan lawyer itu mulai terambil," ungkap Otto.
Dalam seminar ini, para pembicara memberikan analisis apakah mungkin semua bagian dari pekerjaan advokat ini bisa diambil pihak lain dengan pesatnya teknologi. "Tadi dari pembicara sudah menyampaikan pendapatnya bahwa tidak semuanya," kata dia.‎
Namun demikian, para praktisi mengakui memang ada bagian pekerjaan advokat yang diambil dengan pesatnya teknologi. Umpamanya, ketika orang atau masyarakat akan melakukan transaksi jual-beli sesuatu, dahulu tidak semuanya paham tahapan legalitas yang harus dilakukan sehingga memerlukan lawyer. ‎"Sekarang, dengan dia buka Google, dia tahu. Jadi tidak perlu tanya lawyer lagi. Itu bagian-bagian terkecil (yang terambil). Tetapi untuk exercise atau class examination di court atau pengadilan, saya kira lawyer tetap dibutuhkan," ujarnya.
‎Pesatnya perkembangan teknologi, pengaruhnya harus disikapi secara tepat. Salah satunya terhadap kode etik profesi advokat Peradi di Indonesia. Ini menjadi pembahasan menarik para praktisi hukum, terutama kajian dari IBA principles on professional ethics.
Otto mengungkapkan, ‎ada beberapa kode etik advokat di tiap negara. Misalnya Indonesia yang melarang advokat atau firma hukum untuk beriklan. "Lawyer itu enggak bisa bilang pengacara 24 jam, itu enggak ada iklan seperti itu. Tetapi kalau kita pergi ke Amerika, langsung mendarat di situ, langsung ada unit lawyer fee per hours dan sebagainya. Jadi ada yang beda ya," ucapnya.
Namun setelah pesatnya teknologi informasi, ketentuan tersebut dipertanyakan. "Adanya YouTube, Facebook kan ada iklan terselubung pada lawyer. Sehingga tadi right issue-nya apakah memang kita tetap mempertahakan tidak boleh beriklan atau boleh beriklan," ujarnya.
Diskusinya menjadi panjang dan menarik bagaimana kalau boleh beriklan. Jika diperbolehkan maka harus mengubah kode etik advokat. Bukan hanya itu, harus mengkaji secara komprehensif mengenai dampaknya bagi masyarakat pencari keadilan.
‎"Jangan sampai hanya gara-gara pinternya isi iklan, si pencari keadilan datang, rupanya masuk ke perangkap yang buruk. Ini problematika yang harus dibicarakan. Jadi betul-betul acara ini sangat pening sekali, terutama banyak sekali lawyer khususnya anak muda yang aktif di sini," katanya
Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan, menyampaikan, seminar ini bekerja sama dengan International Bar Association (IBA) dan ELF untuk meningkatkan kualitas dan wawasan para advokat Peradi. Sejumlah praktisi hukum ternama dari Indonesia dan mancanegara yakni Argentina, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Belgia, dan Rwanda dihadirkan sebagai narasumber.
Para pembicara menyampaikan perkembangan hukum global dan peran penting advokat dalam menangani masalah-masalah hukum, baik dari segi teori maupun praktik, khususnya tantangan dan kesempatan bagi praktisi hukum untuk berkontribusi dan berkembang di tengah berbagai dinamika perubahan hukum dan pesatnya teknologi. "Mengenai arbitrasi dan teknologi karena kita tahu bahwa dengan berkembangnya teknologi itu, banyak dari bagian-bagian dari pekerjaan lawyer itu mulai terambil," ungkap Otto.
Dalam seminar ini, para pembicara memberikan analisis apakah mungkin semua bagian dari pekerjaan advokat ini bisa diambil pihak lain dengan pesatnya teknologi. "Tadi dari pembicara sudah menyampaikan pendapatnya bahwa tidak semuanya," kata dia.‎
Namun demikian, para praktisi mengakui memang ada bagian pekerjaan advokat yang diambil dengan pesatnya teknologi. Umpamanya, ketika orang atau masyarakat akan melakukan transaksi jual-beli sesuatu, dahulu tidak semuanya paham tahapan legalitas yang harus dilakukan sehingga memerlukan lawyer. ‎"Sekarang, dengan dia buka Google, dia tahu. Jadi tidak perlu tanya lawyer lagi. Itu bagian-bagian terkecil (yang terambil). Tetapi untuk exercise atau class examination di court atau pengadilan, saya kira lawyer tetap dibutuhkan," ujarnya.
‎Pesatnya perkembangan teknologi, pengaruhnya harus disikapi secara tepat. Salah satunya terhadap kode etik profesi advokat Peradi di Indonesia. Ini menjadi pembahasan menarik para praktisi hukum, terutama kajian dari IBA principles on professional ethics.
Otto mengungkapkan, ‎ada beberapa kode etik advokat di tiap negara. Misalnya Indonesia yang melarang advokat atau firma hukum untuk beriklan. "Lawyer itu enggak bisa bilang pengacara 24 jam, itu enggak ada iklan seperti itu. Tetapi kalau kita pergi ke Amerika, langsung mendarat di situ, langsung ada unit lawyer fee per hours dan sebagainya. Jadi ada yang beda ya," ucapnya.
Namun setelah pesatnya teknologi informasi, ketentuan tersebut dipertanyakan. "Adanya YouTube, Facebook kan ada iklan terselubung pada lawyer. Sehingga tadi right issue-nya apakah memang kita tetap mempertahakan tidak boleh beriklan atau boleh beriklan," ujarnya.
Diskusinya menjadi panjang dan menarik bagaimana kalau boleh beriklan. Jika diperbolehkan maka harus mengubah kode etik advokat. Bukan hanya itu, harus mengkaji secara komprehensif mengenai dampaknya bagi masyarakat pencari keadilan.
‎"Jangan sampai hanya gara-gara pinternya isi iklan, si pencari keadilan datang, rupanya masuk ke perangkap yang buruk. Ini problematika yang harus dibicarakan. Jadi betul-betul acara ini sangat pening sekali, terutama banyak sekali lawyer khususnya anak muda yang aktif di sini," katanya
(cip)