Haji 2021 Batal, Persiapan Tahun Depan Akan Dibahas Lebih Awal

Kamis, 10 Juni 2021 - 06:19 WIB
loading...
Haji 2021 Batal, Persiapan Tahun Depan Akan Dibahas Lebih Awal
Indonesia memutuskan tidak mengirim jamaah haji tahun 2021 karena alasan pandemi. FOTO/Dokumentasi KORAN SINDO
A A A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan tahun ini tidak memberangkatkan jamaah haji . Selain karena belum ada kejelasan dari pemerintah Arab Saudi , langkah ini diambil karena belum redanya pandemi Covid-19.

Ini adalah kali kedua Indonesia tidak memberangkatkan jamaah haji di masa pandemi Covid-19. Kondisi tentu menggelisahkan calon jamaah haji karena antrean semakin panjang. Di DKI Jakarta, misalnya, mengutip laman haji.kemenag.go.id daftar tunggu bisa mencapai 24 tahun. Sebagai gambaran, apabila tahun ini mendaftarkan haji, maka baru tahun 2045 calon jamaah bisa berangkat.

Di beberapa daerah di Sulawesi, seperti Kabupaten Bantaeng, daftar tunggu bisa lebih lama lagi. Berdasarkan data porsi terakhir yang tercatat di Kemenag, keberangkatan jamaah haji bisa di tahun 2066.



Pembatalan ibadah haji 2021 yang diumumkan Kemenag pada 3 Juni lalu ditetapkan lewat Keputusan Menteri Agama No 660/2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 hijriah/2021 masehi.

Baca juga: Kemenag Apresiasi Langkah Dubes Arab Saudi Klarifikasi Soal Penyelenggaraan Haji

Bersamaan dengan pembatasan ibadah haji, Kementerian Agama (Kemenag) kembali mempersilakan calon jamaah haji untuk menarik atau tetap menaruh biaya pelunasan penyelenggaraan ibadah haji. Untuk diketahui, jumlah dana haji reguler pada tahun 2020 sebanyak Rp7,05 triliun. Besaran itu berasal dari 196.865 calon jamaah. Dana haji khusus sebanyak USD120,67 juta dengan total jamaah 15.084 orang.

Saat konferensi pers pekan lalu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, pembatalan penyelenggaraan ibadah haji murni karena alasan teknis. Menurutnya keselamatan, kesehatan dan keamanan jamaah juga harus diutamakan.

“Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru Covid-19 yang berkembang di sejumlah negara,” ujar menteri yang akrab disapa Gus Yaqut itu.

Kendati demikian, Menag menegaskan bahwa untuk tahun depan, pihaknya akan membahas haji lebih awal dengan Arab Saudi. Dia pun berharap pandemi segera selesai dan tahun depan haji bisa diselenggarakan dalam kondisi lebih baik.

"Semoga tahun depan pandemi sudah teratasi. Kami akan sesegera mungkin membahas persiapan haji 2022 dengan Arab Saudi," ujar Menag di Jakarta, Rabu (9/6/2021).

Menurut Menag, tahun ini sebenarnya pemerintah telah melakukan persiapan dini untuk penyelenggaraan ibadah haji. Bahkan, Keputusan Menteri Agama yang diterbitkan Gus Yaqut setelah dilantik Presiden Jokowi adalah pembentukan tim manajemen krisis penyelenggaraan ibadah haji. Tugasnya, melakukan persiapan dan mitigasi penyelenggaraan haji. Beragam skenario dan persiapan sudah dilakukan.

Namun, pandemi global masih mengancam. Saudi juga belum mengeluarkan informasi resmi terkait penyelenggaraan ibadah haji, bahkan hingga hari ini, 29 Syawal 1442 H.

"Kebijakan pembatalan, karena pemerintah mengedepankan keselamatan jiwa jemaah. Dalam kondisi pandemi, keselamatan dan keamanan ibadah menjadi hal utama yang harus dikedepankan," tegasnya.

Menag menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh calon jemaah haji yang sudah dua tahun tertunda keberangkatannya karena pandemi Covid-19. Menag juga menyampaikan terima kasih atas kesabaran jemaah haji Indonesia.

Menurut Gus Yaqut, penyelenggaran haji melibatkan banyak orang yang berpotensi terjadi kerumunan. Hal itu berpotensi menyebabkan kerumunan dan peningkatan kasus baru Covid-19.

Dia pun membantah munculnya berbagai rumor terkait latar belakangan keputusannya, termasuk tudingan pembatalan ini karena Indonesia memiliki utang kepada Pemerintah Arab Saudi.

“Indonesia tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Jadi info tagihan tadi adalah 100% berita hoaks atau berita sampah jangan dipercaya,” ujar Ketua Umum GP Ansor tersebut.

Pembatalan penyelenggaraan ibadah haji ini juga tidak disebabkan karena lemahnya lobi pemerintah RI ke Pemerintah Arab Saudi. Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad menegaskan, hingga kini Kerajaan Arab Saudi belum memberikan keputusan resmi terkait kuota haji untuk berbagai negara.

"Jadi, pembatalan ibadah haji tidak ada kaitan dengan soal kuat lemahnya lobi pemerintah," katanya.

Rumadi menuturkan, selama ini hubungan pemerintah Saudi dan Indonesia sangat baik. Dia juga menepis informasi yang menyebut Indonesia tidak diberi kuota haji karena belum membayar tunggakan ke Saudi.

"Lebih tidak benar lagi sebagian orang yang bilang Indonesia tidak diberi kuota haji karena belum membayar tunggakan ke pemerintah Saudi. Hal itu sama sekali tidak benar, masyarakat jangan terkecoh dengan berita-berita tidak berdasar," kata dia.

Di sisi lain, Rumadi mengklaim keputusan pemerintah untuk meniadakan haji 2021 adalah pilihan terbaik yang bisa diambil meskipun mengecewakan masyarakat, terkhusus calon jemaah haji.

"Kekecewaan itu hal yang wajar dan sangat bisa dipahami karena ini kali tahun kedua pemerintah tidak memberangkatkan jamaah haji. Tapi saya juga yakin, masyarakat bisa memahami situasi sulit yang kita hadapi karena pandemi Covid-19," katanya.

Anggota Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis mengkritik keputusan pemerintah ini. Menurutnya, pemerintah belum transparan menjelaskan tentang penyebab tidak terlaksananya ibadah haji tahun ini. Dia kemudian menyebut surat Dubes Arab Saudi kepada DPR yang menjelaskan tentang posisi pemerintah Arab Saudi yang belum mengambil keputusan apapun tentang penyelenggaraan haji tahun ini.

“Itu bukti belum tuntasnya komunikasi politik Pemerintah Indonesia dan Saudi. Tidak akan terjadi begitu kalau sudah dikomunikasikan keputusan itu. Minimal sebelum keputusan itu diberitahukan kepada mereka. Mereka tidak mau juga disalah-salahin,” ujarnya.

Dia mengungkapkan pemerintah juga belum melakukan komunikasi kepada seluruh stakeholder, seperti penyelenggara haji khusus. Iskan menyebut saban tahun ada 16.000 jamaah yang menggunakan jalur haji khusus.

“Mereka harus diajak bicara. Kalau jamaah kita cuma 30.000 (yang diizinkan), mereka bisa memberangkatkan. Mereka tidak membutuhkan waktu banyak. Mereka punya hotel sendiri dan penerbangan bisa sewa,” jelasnya.

Jangan Politisasi Pembatalan Haji
Pembatalan pemberangkatan jamaah haji ini diiringi sejumlah isu liar, seperti dana haji digunakan untuk infrastruktur dan Indonesia tidak mendapatkan kuota. Pemerintah sudah menyangkal tersebut.

Tokoh Muhammadiyah Amirsyah Tambunan menyarankan dua hal kepada semua pihak terkait berkembangkan isu liar ini. Pertama, jangan mempolitisasi pembatalan pemberangkatan calon jamaah haji ini.

Kedua, adanya transparansi dari Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) tentang penggunaan dana haji ini. Di sisi lain, Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menilai pembatalan ini sudah melalui pertimbangan matang dari pemerintah karena telah berkonsultasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

Dia juga mengungkapkan Pemerintah Arab Saudi melalui Dubesnya, Syekh Essam bin Abed Al Thaqafi, menyatakan menghargai keputusan yang diambil pemerintah Indonesia. Hal itu diungkapkan ketika berkunjung ke Kantor Pusat MUI di Jakarta, Selasa (8/6/2021). Dua kali gagal dan pandemi masih belum diketahui kapan berakhirnya, pemerintah diminta tetap mempersiapkan pemberangkatan pada tahun depan.

Amirsyah menerangkan pemerintah harus fokus pada penanganan penyebaran Covid-19 di dalam negeri. Pemerintah pusat dan daerah (pemda) bersama stakeholder harus mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat tentang pencegahan dan bahaya Covid-19.

“Karena sekarang masyarakat merasa seperti enggak ada lagi Covid-19,” ujarnya saat dihubungi Koran SINDO, Rabu (9/6/2021).

MUI, menurutnya, mengerahkan seluruh MUI daerah untuk meningkatkan literasi dan pemahaman masyarakat tentang Covid-19. MUI bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memitigasi dan mengurangi risiko penyebaran Covid-19.

“Jangan sampai kita menganggap di kota sudah aman, tapi bertransmisi ke daerah dan desa, seperti kejadian di Kudus. Itu memprihatinkan. Ikhtiar ini perlu dilakukan dan diharapkan 2021 (pandemi Covid-19) sudah selesai kita hadapi seperti negara maju. Kita lihat Australia, dia bisa mendeteksi orang per orang dengan tracing, testing, dan treatment (yang baik),” tuturnya.

Amirsyah yakin jika kasus Covid-19 turun atau bisa dikendalikan, Indonesia akan mendapatkan kuota dan memberangkatkan jamaah haji pada tahun depan. “Arab Saudi sudah mempunyai mekanisme menghitung jumlah kuota seperti tahun-tahun sebelumnya. Kemarin dubes Arab Saudi menyatakan bahwa kerja sama antara Indonesia dan Arab Saudi yang sudah lama itu tidak ada masalah,” paparnya.

Ia memastikan Syekh Essam menyampaikan kepada jajaran pengurus MUI bahwa belum ada satu negara pun di dunia yang mendapatkan izin masuk untuk mengikuti ibadah haji. Arab Saudi diduga tengah memperhitungkan kemungkinan terjadi penyebaran kasus Covid-19 pada penyelenggaraan haji. Ibadah ini selalu melibatkan ratusan ribu orang tentu membuka kemungkinan terjadi kerumunan. Ini bisa menjadi klaster baru lagi.

Persiapan Tak Bisa Mendadak
Sementera itu, Mantan Wakil Ketua Komisi Pengawasi Haji Indonesia (PKHI) Imam Addaruquthni menilai sikap Pemerintah Arab Saudi yang belum mengumumkan penyelenggaraan haji karena pandemi Covid-19 masih berlangsung. Dari sisi Indonesia, menurutnya, pengiriman ratusan ribu orang itu membutuhkan persiapan panjang. Tak bisa mendadak.

“Persiapan ini sudah dilaksanakan, dalam arti kepanitiaannya. (Namun) untuk penyewaan akomodasi harus lunas dan tuntas sebelum berangkat. Kalau diputuskan dibayar, sedangkan haji belum pasti diputuskan oleh Saudi, ini bisa masalah karena (menyangkut) dana triliunan,” jelasnya.

Ia menyebut persiapan akomodasi ini paling rumit dan perlu waktu untuk bernegosiasi. Dia meyakini ini bukan soal uang karena dana haji itu sudah ada. Dia menegaskan pemerintah Indonesia mampu dalam memberangkatkan. Akan tetapi, semua itu tergantung dari izin dari Arab Saudi dan waktu yang cukup untuk mempersiapkan segala sesuatunya. “Penyiapan pengiriman orang itu tidak sederhana,” ucapnya.

Kemudian, ia juga menyebut tentang persiapan hotel di sana. Dengan jumlah jamaah haji Indonesia yang sampai ratusan ribu tentu membutuhkan hotel yang banyak pula. Menurutnya, hotel-hotel ini sudah hampir setahun menganggur. “Harus ada pembersihan agar benar-benar menjadi hotel yang fresh seperti baru keluar dari oven,” katanya.

Ke depan, Indonesia harus lebih intens lagi komunikasi dengan Arab Saudi untuk membuka peluang dan pengiriman jamaah haji pada tahun depan. Selain itu, Kemenag harus mempertimbangkan untuk memberangkatkan calon jamaah haji yang sudah tua lebih dulu. “Itu harus dibicarakan dan bisa disampaikan secara terbuka sehingga orang yang tidak berangkat karena usianya relatif lebih muda, bisa memaklumi,” pungkasnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2329 seconds (0.1#10.140)