Haul 100 Tahun Pak Harto, Tutut: Beliau Teladan dan Sosok Religius
loading...
A
A
A
Menurut Tutut, ayahnya sering mengingatkan tentang filosofi Tri Dharma Mangkunegaran. Sebuah doktrin Pangeran Sambernyowo, leluhur keluarganya dalam menumbuhkan rasa cinta rakyat kepada bangsa. Doktrin itu dikenal dengan ’Tri Dharma,’ yaitu: ”Melu Handarbeni, Melu Hangrungkebi, Mulat Sariro Hangrosowani.”
Bahwa kita sebagai rakyat harus tumbuh rasa ikut memiliki (melu handarbeni) terhadap bangsa kita yang besar ini. Untuk itu, kata Tutut, kita harus mengenal secara mendalam terhadap jati diri bangsa kita. Kita harus memiliki wawasan kebangsaan yang mendalam.
“Jika sudah tumbuh rasa memiliki, maka akan tumbuh tanggung jawab membela dan menjaga bangsa ini serta memajukannya (melu hangrungkebi) untuk kesejahteraan bersama. Dengan kata lain memiliki tanggung jawab kebangsaan,” ujar Tutut lebih lanjut.
Semasa hidupnya, kata Tutut, ayahnya kerap berpesan, agar pandai-pandailah bersyukur. Tutut dan semua keluarganya dididik dalam spirit keagamaan dan tidak semata dibesarkan untuk bisa menikmati gemerlapnya kehidupan. “Kami ditempa dan diajarkan bagaimana mencintai perjuangan terhadap bangsa untuk mewujudkan cita-cita adil makmur berdasarkan Pancasila,” ungkapnya.
Acara Peringatan Haul 100 Tahun HM Soeharto juga ditandai dengan penyerahan buku profil “Masjid Pak Harto” dari keluarga kepada sejumlah tokoh. Juga pemberian santunan untuk 3.500 anak yatim piatu, yang diberikan secara simbolik kepada 25 perwakilan anak yatim piatu.
Tutut mengajak semua pihak untuk memanjatkan doa bagi kedua orangtuanya. “Terima kasih yang tulus kepada semua pihak atas doa-doa yang telah dipanjatkan untuk pak Harto dan Ibu Tien Soeharto. Diiringi doa dari kami juga semoga Allah SWT membalas berlipat ganda atas ketulusan bapak-bapak, ibu-ibu, dan sahabat-sahabat sekalian, amiin,” pinta Tutut.
Bahwa kita sebagai rakyat harus tumbuh rasa ikut memiliki (melu handarbeni) terhadap bangsa kita yang besar ini. Untuk itu, kata Tutut, kita harus mengenal secara mendalam terhadap jati diri bangsa kita. Kita harus memiliki wawasan kebangsaan yang mendalam.
“Jika sudah tumbuh rasa memiliki, maka akan tumbuh tanggung jawab membela dan menjaga bangsa ini serta memajukannya (melu hangrungkebi) untuk kesejahteraan bersama. Dengan kata lain memiliki tanggung jawab kebangsaan,” ujar Tutut lebih lanjut.
Semasa hidupnya, kata Tutut, ayahnya kerap berpesan, agar pandai-pandailah bersyukur. Tutut dan semua keluarganya dididik dalam spirit keagamaan dan tidak semata dibesarkan untuk bisa menikmati gemerlapnya kehidupan. “Kami ditempa dan diajarkan bagaimana mencintai perjuangan terhadap bangsa untuk mewujudkan cita-cita adil makmur berdasarkan Pancasila,” ungkapnya.
Acara Peringatan Haul 100 Tahun HM Soeharto juga ditandai dengan penyerahan buku profil “Masjid Pak Harto” dari keluarga kepada sejumlah tokoh. Juga pemberian santunan untuk 3.500 anak yatim piatu, yang diberikan secara simbolik kepada 25 perwakilan anak yatim piatu.
Tutut mengajak semua pihak untuk memanjatkan doa bagi kedua orangtuanya. “Terima kasih yang tulus kepada semua pihak atas doa-doa yang telah dipanjatkan untuk pak Harto dan Ibu Tien Soeharto. Diiringi doa dari kami juga semoga Allah SWT membalas berlipat ganda atas ketulusan bapak-bapak, ibu-ibu, dan sahabat-sahabat sekalian, amiin,” pinta Tutut.
(poe)