Krisis Angka Kelahiran Ancam Dunia
loading...
A
A
A
“Jadi, tidak mungkin di Indonesia terjadi krisis kelahiran dalam waktu atau beberapa tahun lagi. Dalam waktu dekat tidak mungkin. Menurut prediksi saya, berdasarkan data yang ada, butuh 50 tahun lagi baru bisa terjadi krisis itu,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, jika terjadi krisis tingkat kelahiran, Indonesia tentu punya strategi menghadapinya. Namun, menurutnya, sekarang ini fokus Indonesia bukan ke krisis (tingkat) kelahiran. Fokus Indonesia saat ini justri lebih ke kualitas keluarga. Menurut Hasto, BKKBN saat ini berpikir tentang 5 juta orang yang melahirkan setiap tahun.
“Itu biar setelah melahirkan bisa ber-KB.Dengan KB itu tujuannya bukan untuk mereka tidak punya anak. Tujuannya agar jaraknya tiga tahun, biar berkualitas,” tegas Hasto.
Sedang Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menilai, masih ada kebijakan kependudukan yang konsisten dan relevan dijalankan Indonesia sejak masa lalu hingga kini. Kebijakan tersebut yakni pemerintah Indonesia meminta agar keluarga-keluarga di Indonesia mengendalikan tingkat kelahiran anak-anaknya, maksimal/minimal dua anak dalam keluarga.
Maksud dari kebijakan dua anak cukup dalam keluarga, tutur pria yang karib disapa Melki ini, agar ibu-bapak dan keluarga besar bisa memastikan tumbuh kembang anak dan fokus dalam membangun keluarga yang sejahtera.
"Jadi kebijakan kita masih konsisten untuk dua anak cukup dan itu membantu tingkat kelahiran di Tanah Air," ungkap Melki.
Politikus Partai Golkar ini mengakui, China dan Jepang serta beberapa negara di Eropa memang saat ini terjadi krisis tingkat kelahiran. Krisis di sejumlah negara itu, menurut Melki, belum bisa dapat dipastikan apakah akan berimbas atau berdampak bagi Indonesia. Bagi Melki, perlu penelitian lebih lanjut lagi untuk bisa memastikan apakah tingkat krisis tingkat kelahiran di sejumlah negara apakah berdampak positif atau negatif terhadap Indonesia.
Menurut Melki, Indonesia seharusnya memanfaatkan bonus demografi, antara lain lewat program pemberdayaan terhadap kelompok anak-anak muda usia produktif yang akan meledak di 2036.
Menurut Hasto, jika terjadi krisis tingkat kelahiran, Indonesia tentu punya strategi menghadapinya. Namun, menurutnya, sekarang ini fokus Indonesia bukan ke krisis (tingkat) kelahiran. Fokus Indonesia saat ini justri lebih ke kualitas keluarga. Menurut Hasto, BKKBN saat ini berpikir tentang 5 juta orang yang melahirkan setiap tahun.
“Itu biar setelah melahirkan bisa ber-KB.Dengan KB itu tujuannya bukan untuk mereka tidak punya anak. Tujuannya agar jaraknya tiga tahun, biar berkualitas,” tegas Hasto.
Sedang Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menilai, masih ada kebijakan kependudukan yang konsisten dan relevan dijalankan Indonesia sejak masa lalu hingga kini. Kebijakan tersebut yakni pemerintah Indonesia meminta agar keluarga-keluarga di Indonesia mengendalikan tingkat kelahiran anak-anaknya, maksimal/minimal dua anak dalam keluarga.
Maksud dari kebijakan dua anak cukup dalam keluarga, tutur pria yang karib disapa Melki ini, agar ibu-bapak dan keluarga besar bisa memastikan tumbuh kembang anak dan fokus dalam membangun keluarga yang sejahtera.
"Jadi kebijakan kita masih konsisten untuk dua anak cukup dan itu membantu tingkat kelahiran di Tanah Air," ungkap Melki.
Politikus Partai Golkar ini mengakui, China dan Jepang serta beberapa negara di Eropa memang saat ini terjadi krisis tingkat kelahiran. Krisis di sejumlah negara itu, menurut Melki, belum bisa dapat dipastikan apakah akan berimbas atau berdampak bagi Indonesia. Bagi Melki, perlu penelitian lebih lanjut lagi untuk bisa memastikan apakah tingkat krisis tingkat kelahiran di sejumlah negara apakah berdampak positif atau negatif terhadap Indonesia.
Menurut Melki, Indonesia seharusnya memanfaatkan bonus demografi, antara lain lewat program pemberdayaan terhadap kelompok anak-anak muda usia produktif yang akan meledak di 2036.
(ynt)