Polemik TWK Pegawai KPK, Pakar Hukum: Ributnya Telat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Andi Sandi menyatakan keributan yang saat ini terjadi terkait alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) sudah terlambat.
Pasalnya, proses pembentukan pegawai KPK menjadi ASN merupakan proses inisiasi dari perubahan UU KPK yang di dalamnya mengatur bahwa seluruh pegawai KPK merupakan ASN.
“Nah, saya kalau melihat keributan hari ini sebenarnya itu telat, keributannya baru muncul sekarang. Kenapa saya katakan telat karena begini, prosesnya sebenarnya mereka sudah paham sejak awal UU ini ditetapkan,” ujar Andi Sandi kepada wartawan, Jumat (28/5).
Menurutnya, ketika proses pembentukan UU KPK yang kontra terhadap hal itu tidak melakukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan PP 41/2020.
“Ingat ya, ini sudah hampir satu tahun lebih ya, dari 2019, 2020, kemudian keluar PP 41 /2020. Nah, PP ini adalah turunan langsung dari UU 19/2019,” imbuhnya.
Dia menjelaskan dalam Pasal 6 PP 41/2020 sangat jelas dikatakan bahwa tata cara pengalihan pegawai KPK dari posisi sebelum perubahan untuk menjadi ASN itu diatur lebih lanjut oleh peraturan KPK.
“Artinya kemudian, semua proses itu diserahkan kepada KPK bagaimana pengaturannya kan. Nah, kawan-kawan ini yang 75 ini masih bagian dari KPK. Kenapa dalam proses pembentukan itu, tidak ada negosiasi, tidak ada diskusi,” paparnya.
Andi mempertanyakan permasalahan yang muncul saat ini terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kenapa baru sekarang diperdebatkan. Sebelumnya tidak ada diskusi atau masukan mengenai problematika proses pembentukan Peraturan KPK 1/2021.
“Meskipun keputusan akhir ada di komisioner, tetapi keributannya itu harusnya sudah muncul sejak itu dong (proses pembentukan peraturan KPK) kalau memang tidak ada kesepakatan di antara mereka. Ketika ada keberatan terhadap hal ini, kan bisa saja mereka ketika keluar peraturan 1/2021 mengajukan JR (judicial review) ke MK. Artinya ada solusi-solusi secara hukum yang bisa dilakukan sebelum kerubutan belakangan,” jelas Andi.
Dalam Pasal 3 Peraturan KPK 1/2021 ada lima tahapan untuk menentukan seorang pegawai KPK. Pertama tahapan penyesuaian jabatan-jabatan menjadi jabatan ASN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Tahap kedua identifikasi jenis dan jumlah pegawai KPK. Ketiga pemetaan kesesuaian kompetensi dan kualifikasi serta pengalaman pegawai KPK dengan jabatan ASN yang akan diduduki.
“Keempat pengalihan pegawai KPK menjadi PNS dan tahapan terakhir penetapan kelas jabatan. Nah, yang diributkan oleh kawan-kawan ini hanya tahap yang ke empat. Tiga proses tahapan sebelumnya itu apakah bisa dilakukan tanpa tahapan ke empat, diloncat gitu? Enggak mungkin. Harusnya satu dua tiga itu dilakukan dulu baru masuk tahap ke empat,” terangnya.
“Itu yang dari tadi saya katakan bahwa ini keributannya telat. Kalau ibaratnya itu airnya sudah sampai ke leher baru minta kering,” tandas Andi Sandi.
Pasalnya, proses pembentukan pegawai KPK menjadi ASN merupakan proses inisiasi dari perubahan UU KPK yang di dalamnya mengatur bahwa seluruh pegawai KPK merupakan ASN.
“Nah, saya kalau melihat keributan hari ini sebenarnya itu telat, keributannya baru muncul sekarang. Kenapa saya katakan telat karena begini, prosesnya sebenarnya mereka sudah paham sejak awal UU ini ditetapkan,” ujar Andi Sandi kepada wartawan, Jumat (28/5).
Menurutnya, ketika proses pembentukan UU KPK yang kontra terhadap hal itu tidak melakukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan PP 41/2020.
“Ingat ya, ini sudah hampir satu tahun lebih ya, dari 2019, 2020, kemudian keluar PP 41 /2020. Nah, PP ini adalah turunan langsung dari UU 19/2019,” imbuhnya.
Dia menjelaskan dalam Pasal 6 PP 41/2020 sangat jelas dikatakan bahwa tata cara pengalihan pegawai KPK dari posisi sebelum perubahan untuk menjadi ASN itu diatur lebih lanjut oleh peraturan KPK.
“Artinya kemudian, semua proses itu diserahkan kepada KPK bagaimana pengaturannya kan. Nah, kawan-kawan ini yang 75 ini masih bagian dari KPK. Kenapa dalam proses pembentukan itu, tidak ada negosiasi, tidak ada diskusi,” paparnya.
Andi mempertanyakan permasalahan yang muncul saat ini terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kenapa baru sekarang diperdebatkan. Sebelumnya tidak ada diskusi atau masukan mengenai problematika proses pembentukan Peraturan KPK 1/2021.
“Meskipun keputusan akhir ada di komisioner, tetapi keributannya itu harusnya sudah muncul sejak itu dong (proses pembentukan peraturan KPK) kalau memang tidak ada kesepakatan di antara mereka. Ketika ada keberatan terhadap hal ini, kan bisa saja mereka ketika keluar peraturan 1/2021 mengajukan JR (judicial review) ke MK. Artinya ada solusi-solusi secara hukum yang bisa dilakukan sebelum kerubutan belakangan,” jelas Andi.
Dalam Pasal 3 Peraturan KPK 1/2021 ada lima tahapan untuk menentukan seorang pegawai KPK. Pertama tahapan penyesuaian jabatan-jabatan menjadi jabatan ASN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Tahap kedua identifikasi jenis dan jumlah pegawai KPK. Ketiga pemetaan kesesuaian kompetensi dan kualifikasi serta pengalaman pegawai KPK dengan jabatan ASN yang akan diduduki.
“Keempat pengalihan pegawai KPK menjadi PNS dan tahapan terakhir penetapan kelas jabatan. Nah, yang diributkan oleh kawan-kawan ini hanya tahap yang ke empat. Tiga proses tahapan sebelumnya itu apakah bisa dilakukan tanpa tahapan ke empat, diloncat gitu? Enggak mungkin. Harusnya satu dua tiga itu dilakukan dulu baru masuk tahap ke empat,” terangnya.
“Itu yang dari tadi saya katakan bahwa ini keributannya telat. Kalau ibaratnya itu airnya sudah sampai ke leher baru minta kering,” tandas Andi Sandi.
(kri)