Data Pemilih Diduga Bocor, Komisioner KPU Perlu Dirombak Total

Sabtu, 23 Mei 2020 - 21:08 WIB
loading...
Data Pemilih Diduga...
Jutaan data penduduk Indonesia diduga bocor beredar viral di media sosial. Data tersebut disinyalir data pemilih tetap (DPT) yang dimiliki KPU Pusat. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Jutaan data penduduk Indonesia diduga bocor beredar viral di media sosial. Data tersebut disinyalir data pemilih tetap (DPT) yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat.

(Baca juga: Penyelenggara Pemilu Wajib Lindungi Data Pribadi Pemilih)

Dugaan kebocoran data kependudukan milik warga Indonesia tersebut dibagikan lewat forum komunitas hacker. Data tersebut diklaim merupakan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014. Kabar kebocoran ini diungkap pertama kali oleh akun Twitter @underthebreach pada Kamis (21/5/2020).

Menurut akun tersebut, sang hacker mengambil data tersebut dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2013. Data DPT 2014 yang dimiliki sang hacker disebut berbentuk file berformat PDF. Diduga sang peretas memiliki 2,3 juta data kependudukan.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mendesak seluruh komisioner KPU diberhentikan sebagai bentuk kelalaian menjaga keamanan data personal pemilih.

"Jika benar ada kebocoran data personal, bukan data terbuka maka ini jelas kelalaian luar biasa. Karena menyangkut keamanan data sekaligus integritas KPU sebagai penyelenggara Pemilu, seluruh komisioner tersisa KPU RI sebaiknya diberhentikan sebagai bentuk tanggungjawab negara pada penduduk" kata Dedi lewat keterangan tertulis, Sabtu (23/5/2020).

Dedi menilai, bocornya data pemilih mengindikasikan negara gagal menjamin privasi warga negara. Menurutnya, bukan tidak mungkin jika sistem keamanan data terkait hasil Pemilu juga terancam mudah diretas.

"Ini mengkhawatirkan pada dua hal, data privat warga negara yang berpotensi disalahgunakan, dan masalah integritas hasil Pemilu yang tidak terjamin valid karena terbukti mereka mudah disusupi kejahatan data" terang pengajar komunikasi politik Universitas Telkom ini.

Lebih lanjut, menurut Dedi, hal ini bukan kali pertama KPU bermasalah, ia menyebut kasus penyuapan yang melibatkan salah satu komisioner juga menambah alasan perlunya perombakan total di struktur KPU.

"Dari total komisioner, dua sudah diberhentikan karena perbuatan tercela, terkait penyuapan dan manipulasi hasil pemilihan, sementara mereka bekerja secara kolektif, dan sekarang terbukti gagal menjaga data, maka pilihan baiknya tentu dengan mengganti seluruh komisioner, agar komisioner baru miliki waktu yang cukup menghadapi Pemilu 2024" lanjutnya.

Menurutnya, kualitas hasil pemilihan hanya mungkin dicapai dengan lebih dulu menentukan komisioner yang juga berkualitas. "Jangan sampai KPU selalu mendapat maklum setelah apa yang mereka kerjakan terbukti lalai," urainya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0992 seconds (0.1#10.140)