Hebat! Jenderal Kopassus Ini Bekuk Para Petinggi GAM Tanpa Sebutir Peluru Meletus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nama Letjen TNI (Purn) Sutiyoso bagi sebagian masyarakat mungkin sudah tak asing lagi. Selain pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 1997-2007, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini juga memiliki segudang pengalaman tempur selama bergabung dalam pasukan elite TNI AD yakni, Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Ya, berbagai palagan telah dilalui Sutiyoso, mulai dari Operasi Bersih PGRS/Paraku di belantara hutan Kalimantan, Operasi Flamboyan dan Operasi Seroja di Timor Portugis atau Timor-Timur (Timtim) yang kini disebut Timor Leste hingga Operasi Penangkapan Para Petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Bahkan, dalam operasi penangkapan para petinggi GAM, mantan Wadanjen Kopassus ini melakukannya tanpa meletuskan satu butir peluru dari moncong senjatanya.
Dikutip dari buku “Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando” Letjen TNI (Purn) Sutiyoso menceritakan bagaimana dirinya ditugaskan dalam Operasi Sandi Yudha di Aceh pada 1978 untuk melumpuhkan gerakan separatis bersenjata GAM yang dipimpin oleh mantan Menlu Darul Islam Muhammad Hassan Tiro, cucu Cik Di Tiro.
Saat itu, Sutiyoso yang masih berpangkat Mayor Infranteri tidak menduga bakal ditugaskan ke Aceh mengingat dirinya tidak ikut dalam upacara pemberangkatan pasukan ke Aceh yang digelar di Grup 2 Kopassandha yang kini bernama Kopassus karena tengah melatih Resimen Mahasiswa (Menwa) UGM.
Apalagi, Setyorini istri Sutiyoso yang hadir dalam upacara pelepasan itu juga tidak mendengar nama suaminya disebut dalam pasukan yang akan dipimpin oleh Mayor Yani Mulyadi. Namun sekitar pukul 22.00 WIB, mendapat telepon dari Komandan Grup 2 Kopassus Kolonel TNI AD Sutarno untuk segera kembali ke markas.
Keduanya pun bertemu sekitar pukul 24.00 WIB. Dalam pertemuan itu Kolonel Sutarno menjelaskan jika Danjen Kopassus Mayjen TNI Yogie Suardi Memet memerintahkan adanya pergantian Komandan Karsa Yudha yang akan ditugaskan ke Aceh dari Mayor Yani Mulyadi kepada Mayor Infanteri Sutiyoso. ”Pasukan hanya bisa diberangkatkan jika kamu komandannya dan sudah harus berangkat jam 5 pagi nanti,” kata Kolonel Sutarno.
Sebagai perwira Kopassus yang sudah terlatih, Sutiyoso dengan sikap sigap dan siap menerima penugasan yang diberikan secara mendadak tersebut. Sutiyoso bersama 72 pasukannya kemudian berangkat ke Aceh menggunakan persawat Hercules. Pasukan Kopassandha yang dipimpin Sutiyoso dalam operasi intelijen tempur terbatas di Aceh ini diberi sandi Nanggala 27.
Setelah menjelajah hutan ke hutan selama tiga bulan, Sutiyoso nyaris frustasi karena belum berhasil mengendus keberadaan Hassan Tiro dan para petinggi GAM lainnya. Meski demikian Sutiyoso tidak menyerah, 72 pasukannya dibagi ke dalam kelompok kecil dan terus menyisir Aceh yang sedemikian luas mulai Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Pidie. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil. Keberadaan Hassan Tiro dan para petinggi GAM mulai tercium.
Sutiyoso pun semakin mengintensifkan local spies dan converted spies sehingga diperoleh informasi jika juru masak Hassan Tiro akan mengambil beras dari rumah dekat hutan. Sutiyoso kemudian mengepung rumah kecil di tengah sawah. Namun saat hendak mengambil beras, juru masak curiga dan berupaya melarikan diri namun berhasil dilumpuhkan. Dari informasi tersebut, Sutiyoso bergerak menuju tempat persembunyian Hassan Tiro. Setelah tiga hari mencapai lokasi persembuyian, namun Hassan Tiro telah pindah.
Ya, berbagai palagan telah dilalui Sutiyoso, mulai dari Operasi Bersih PGRS/Paraku di belantara hutan Kalimantan, Operasi Flamboyan dan Operasi Seroja di Timor Portugis atau Timor-Timur (Timtim) yang kini disebut Timor Leste hingga Operasi Penangkapan Para Petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Bahkan, dalam operasi penangkapan para petinggi GAM, mantan Wadanjen Kopassus ini melakukannya tanpa meletuskan satu butir peluru dari moncong senjatanya.
Dikutip dari buku “Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando” Letjen TNI (Purn) Sutiyoso menceritakan bagaimana dirinya ditugaskan dalam Operasi Sandi Yudha di Aceh pada 1978 untuk melumpuhkan gerakan separatis bersenjata GAM yang dipimpin oleh mantan Menlu Darul Islam Muhammad Hassan Tiro, cucu Cik Di Tiro.
Saat itu, Sutiyoso yang masih berpangkat Mayor Infranteri tidak menduga bakal ditugaskan ke Aceh mengingat dirinya tidak ikut dalam upacara pemberangkatan pasukan ke Aceh yang digelar di Grup 2 Kopassandha yang kini bernama Kopassus karena tengah melatih Resimen Mahasiswa (Menwa) UGM.
Apalagi, Setyorini istri Sutiyoso yang hadir dalam upacara pelepasan itu juga tidak mendengar nama suaminya disebut dalam pasukan yang akan dipimpin oleh Mayor Yani Mulyadi. Namun sekitar pukul 22.00 WIB, mendapat telepon dari Komandan Grup 2 Kopassus Kolonel TNI AD Sutarno untuk segera kembali ke markas.
Keduanya pun bertemu sekitar pukul 24.00 WIB. Dalam pertemuan itu Kolonel Sutarno menjelaskan jika Danjen Kopassus Mayjen TNI Yogie Suardi Memet memerintahkan adanya pergantian Komandan Karsa Yudha yang akan ditugaskan ke Aceh dari Mayor Yani Mulyadi kepada Mayor Infanteri Sutiyoso. ”Pasukan hanya bisa diberangkatkan jika kamu komandannya dan sudah harus berangkat jam 5 pagi nanti,” kata Kolonel Sutarno.
Sebagai perwira Kopassus yang sudah terlatih, Sutiyoso dengan sikap sigap dan siap menerima penugasan yang diberikan secara mendadak tersebut. Sutiyoso bersama 72 pasukannya kemudian berangkat ke Aceh menggunakan persawat Hercules. Pasukan Kopassandha yang dipimpin Sutiyoso dalam operasi intelijen tempur terbatas di Aceh ini diberi sandi Nanggala 27.
Setelah menjelajah hutan ke hutan selama tiga bulan, Sutiyoso nyaris frustasi karena belum berhasil mengendus keberadaan Hassan Tiro dan para petinggi GAM lainnya. Meski demikian Sutiyoso tidak menyerah, 72 pasukannya dibagi ke dalam kelompok kecil dan terus menyisir Aceh yang sedemikian luas mulai Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Pidie. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil. Keberadaan Hassan Tiro dan para petinggi GAM mulai tercium.
Sutiyoso pun semakin mengintensifkan local spies dan converted spies sehingga diperoleh informasi jika juru masak Hassan Tiro akan mengambil beras dari rumah dekat hutan. Sutiyoso kemudian mengepung rumah kecil di tengah sawah. Namun saat hendak mengambil beras, juru masak curiga dan berupaya melarikan diri namun berhasil dilumpuhkan. Dari informasi tersebut, Sutiyoso bergerak menuju tempat persembunyian Hassan Tiro. Setelah tiga hari mencapai lokasi persembuyian, namun Hassan Tiro telah pindah.