Kasus Baru Covid-19 Pascalibur Lebaran Harus Diantisipasi

Senin, 17 Mei 2021 - 05:57 WIB
loading...
Kasus Baru Covid-19 Pascalibur Lebaran Harus Diantisipasi
Liburan lebaran kali ini diprediksi memicu lonjakan kasus baru Covid-19.
A A A
JAKARTA - Libur lebaran Idulfitri diprediksi memicu kenaikan kasus positif Covid-19. Karena itulah pemerintah perlu melakukan antisipasi dengan menyiapkan fasilitas kesehatan dan tenaga medis guna menghadapi kemungkinan lonjakan jumlah pasien yang butuh perawatan beberapa hari ke depan.

Kenaikan kasus positif diprediksi terjadi pada 10 hingga 14 hari setelah masa liburan berakhir. Perkirakan ini mengacu pada beberapa momentum liburan panjang sebelumnya yang juga diwarnai lonjakan kasus positif.

Potensi lonjakan kasus pada libur panjang Lebaran ini tidak lepas dari masih tingginya mobilitas masyarakat. Meski pemerintah membelakukan larangan mudik, faktanya banyak masyarakat yang tetap ngotot kembali ke kampung halaman. Data pemerintah menunjukkan jumlah masyarakat yang mudik mencapai 1,5 juta jiwa.



Aktivitas masyarakat di objek wisata juga potensial memicu lonjakan kasus positif Covid-19. Apalagi, sejumlah tempat wisata di Tanah Air, termasuk di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat diserbu wisatawan. Banyak destinasi yang mengabaikan aturan pembatasan jumlah pengunjung sehingga terpaksa dilakukan penutupan.

Ancaman lonjakan kasus pascalibur Lebaran ini juga diakui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Saat memberi keterangan sebelum Idulfitri lalu, Menkes mengaku telah melakukan sejumlah langkah antisipasi dengan mendata seluruh kapasitas tempat tidur di seluruh fasilitas kesehatan (faskes) di Tanah Air.

Selain itu, dilakukan pendataan terhadap alat kesehatan, obat-obatan serta melakukan pendampingan ketat kepada pemerintah daerah yang daerahnya terindikasi mengalami tren kenaikan kasus.

“Tugas kami adalah mempersiapkan kondisi terburuk, saya rasa dan berharap ini tidak terjadi. Tapi kalaupun terjadi peningkatan penularan kita ingin melakukan antisipasi agar kita tidak kaget,” ujar Budi sebagaimana dikutip dari situs resmi Kemkes.co.id, kemarin.



Perlunya mitigasi dalam mengantisipasi lonjakan kasus disampaikan secara terpisah oleh Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi dan epidemiolog dari Universitas Indonesia Kamaluddin Latief.

“Mitigasi diperlukan karena saat ini sudah mulai terlihat kenaikan kasus secara perlahan. evaluasi pertama pada dua minggu pascalebaran dan potensi sampai dua bulan pasca lebaran,” ujarnya saat dihubungi Sabtu (15/5).

Menurut Ketua Terpilih PB IDI ini, Indonesia mempunyai karakter tersendiri terkait dengan kenaikan Covid 19. Kenaikan signifikan terjadi setelah pergerakan masyarakat karena liburan panjang dan ritual keagamaan. Khusus libur Lebaran ini, potensi kenaikan kasus dipengaruhi beberapa faktor, yaitu mudik, arus balik mudik, acara pertemuan keluarga, liburan di tempat wisata, dan kembalinya para pekerja ke tempat kerja.

“Faktor -faktor tersebut membuat risiko kenaikan semakin tinggi. Bukan tidak mungkin kenaikan kasus positif , dan kenaikan occupancy rate (angka perawatan pasien) kasus Covid-19 bisa terjadi seperti pada Desember 2020 dan Januari 2021,” ujarnya.

Bagaimana langkah mitigasi dimaksud dilakukan? Adib menyarankan tiga hal. Pertama, memperkuat strategi yang selama ini sudah berjalan. Menurutnya, strategi seperti testing, tracing dan treatment tetap harus diperkuat. Peningkatan kemampuan testing terutama pada daerah-daerah tempat pergerakan mudik dan arus balik mudik.

Dia juga meminta dilakukan screening ketat saat pekerja yang kembali bekerja, terutama bagi yang tetap melakukan mudik. Adapun peningkatan tracing atau pelacakan terhadap orang yang melakukan kontak dengan orang yang positif, Adib menyarankan agar kemampuan petugas dalam melakukan deteksi dini ditingkatkan. Tidak kalah penting adalah penyiapan fasilitas kesehatan.

“Perlu memetakan kemampuan fasilitas kesehatan, termasuk SDM, alat kesehatan, obat , ICU dan ventilator, serta sistem rujukan yang terintegrasi,” paparnya.



Kedua, Adib mengingatkan perlunya konsistensi dalam penerapan regulasi baik oleh pemerintah pusat terlebih lagi pemerintah daerah. Ketiga, perlu meningkatkan kemampua dan kapasitas tim surveillance genomic/biomolekuler untuk memantau mutasi virus. Apalagi, diketahui varian baru virus korona kini juga sudah masuk ke Indonesia.

Epidemiolog dari UI, Kamaluddin Latief berpandangan, kaitan antara mobilitas masyarakat dengan kenaikan kasus positif memang sangat erat. Hal ini pun terjadi pada libur Lebaran tahun ini. Dia mengaku khawatir tingginya mobilitas masyarakat akan menaikan kasus dalan dua pekan dihitung dari Lebaran hari pertama.

Mengenai langkah mitigasi dalam mengantisipasi lonjakan kasus, Kamaluddin mengatakan sistemnya sudah benar, titik kritis sudah dapat diidentifikasi, namun ada masalah pada implementasinya sehingga selama ini tidak berjalan maksimal.

“Seperti tenaga tracing yang masih kurang. Indonesia kini hanya memiliki 8.000-10.000 saja, itu tidak mencapai 20% dari tenaga ideal tracer yang seharusnya di atas 50.000,” ujarnya.

Tenaga surveilans, kata Kamaluddin, sangat diperlukan. Ketika ada yang positif, para surveilans yang akan mencari dengan siapa saja mereka bertemu dan melakukan kontak, termasuk d mana saja tempat tinggalnya.Selain jumlah yang masih kurang, tenaga surveilans juga perlu meningkatkan pengetahuannya.



Menurutnya, aplikasi yang dipakai sekarang ini belum sepenuhnya dipahami, karena kemampuan tenaga surveilans terbatas. Selain itu surveilans juga lebih terkonsentrasi di Jabodetabek sehingga pelacakan di luar wilayah ini masih terbatas.

“Jadi, update informasi maupun alat kerja para surveilans menjadi pekerjaan rumah selanjutnya dari pemerintah. Idealnya tracing itu dilakukan pada saat kasus sedikit agar hasilnya maksimal. Jika kasus terlanjuur membeludak akan kewalahan,” paparnya.

Siagakan Rumah Sakit
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pihaknya sudah menyiapkan langkah antisipasi jika kasus Covid-19 melonjak. Termasuk memastikan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, kesiapan obat-obatan dan fasilitas lainnya termasuk oksigen.

Secara keseluruhan, data Kementerian Kesehatan menunjukkan total tempat tidur yang tersedia saat ini sebanyak 390.000 unit. Khusus tempat tidur untuk melayani pasien Covid-19 tersedia 70.000 unit.

“Saat ini tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 sekitar 23.000-an,” kata Menkes.

Adapun kondisi ruang ICU, secara nasional ada terdapat sekitar 22.000 unit, khusus untuk pasien Covid-19 disiapkan 7.500 unit. Tingkat keterisian ICU saat ini mencapai 2.500.

''Kapasitas RS dan ICU yang kita miliki, itu masih tiga kali lebih besar dibandingkan yang kita dedikasikan untuk Covid-19,'' tandasnya.

Jika nanti terdapat kekurangan permintaan tempat tidur maupun ICU, Kemenkes siap melakukan relaksasi dengan mengonversi rumah sakit menjadi khusus Covid-19.

''Sejumlah persiapan telah kita lakukan, saya berdoa persiapan itu tidak terpakai dan tetap kosong, tapi kalau pun ada setidaknya kita sudah melakukan persiapan,'' harap Menkes.

Sementara itu, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto pada Jumat (15/5) mengatakan, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia mengalami penurunan. Dia mencontohkan penambahan kasus Covid-19 pada Jumat (15/5) sebanyak 2.633 kasus. Menurut dia, jumlah itu terendah setidaknya sejak awal 2021.

Dalam hal ketersediaan ruang perawatan, kondisi saat ini masih terkendali. Airlangga menjelaskan tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) nasional hingga 13 Mei mencapai 29%. Untuk diketahui, BOR masih diangap aman jika belum mencapai di atas angka 70%. Kendati demikian, Airlangga meningatkan bahwa BOR di beberapa daerah di Sumatera cukup tinggi.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi berharap kasus Covid-19 nantinya tidak kembali meningkat drastis seperti yang terjadi pada pasca libur Natal dan Tahun Baru 2021. Potensi itu bisa kembali terjadi di momen Lebaran ini. Hanya, kenaikan kasus ini baru bisa diketahui sekitar 2-3 pekan usai Idul Fitri.

Demi mencegah potensi itu, ia mengingatkan di tingkat hulu seperti Satgas Covid-19 termasuk di tingkat daerah, aparat kepolisian dan TNI, hingga pejabat daerah bertindak tegas menegakkan aturan dalam pelaksanaan pengetatan larangan mudik. Sedangkan di tingkat hilir, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) harus bersiap untuk melakukan pengujian (testing) hingga penelusuran (tracing) terhadap kasus positif Covid-19 di wilayahnya.



Bukan hanya soalnya melakukan pelacakan saja yang penting untuk mengurangi melonjaknya kasus positif usai Lebaran. Tes antigen yang dilakukan secara acak tidak maksimal belum lagi hasilnya yang tidak seakurat PCR. Selama ini hanya melihat di pulau Jawa saja sementara kenaikan kasus sebenarnya akan terjadi di dalam dan luar pulau jawa karena 50 persen kasus terjadi di DKI dan jabodetabek sehingga semua fokus di pulau Jawa.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya selama ini kelemahan Indonesia adalah kualitas pelayanan kesehatan. Belajar dari pengalaman kuantitas maupun kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia belum siap terlebih jika kasusnya melonjak. Fasilitas ICU, alat ventilator, tempat tidur maupun kecepatan untuk rujukan sehingga tidak terjadi penanganan yang dapat ditindaklanjuti dengan cepat, ketika ada seseorang bergejala ini harus segera ditangani.

Fasilitas kesehatan juga harus merata untuk mereka yang ada di daerah luar pulau Jawa seperti Sumatera Kalimantan walaupun jumlah penduduknya sedikit tapi yang positif kemungkinan bisa melonjak usai Idul Fitri.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5858 seconds (0.1#10.140)