Novel Ungkap 3 Pertanyaan Janggal Tes Wawasan Kebangsaan, Salah Satunya Tarif Listrik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan akhirnya buka suara setelah dikabarkan tidak lolos tes wawasan kebangsaan dalam rangka alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Melalui keterangan resminya, Novel buka-bukaan soal tiga pertanyaan yang dianggapnya janggal ketika menjalani tes tersebut
"Berkaitan dengan pernyataan pimpinan KPK yang mengatakan bahwa ada 75 pegawai KPK tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan, tentu kita perlu tahu apa itu TWK dan apa yang menjadi ukuran lulus atau tidak lulusnya?" beber Novel melalui keterangan resminya, Selasa (11/5/2021).
"Kebetulan saya disebut sebagai salah satu dari 75 pegawai KPK yang katanya tidak lulus TWK tersebut. Dan saya masih ingat apa saja pertanyaan dan jawaban saya dalam tes tersebut," imbuhnya.
Adapun, pertanyaan pertama yang dianggap Novel janggal yakni, berkaitan dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). Novel ditanya setuju atau tidak jika pemerintah menaikkan TDL.
"Jawaban saya saat itu kurang/lebih seperti ini: 'Saya merasa tidak ahli bidang politik dan ekonomi, dan tentunya karena adalah penyidik Tindak Pidana Korupsi, saya lebih tertarik untuk melihat tentang banyaknya dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan listrik negara, dan inefisiensi yang menjadi beban bagi tarif listrik," ungkap Novel.
Kemudian, pertanyaan kedua yang dinilai Novel juga janggal yakni berkaitan dengan sikapnya sebagai penyidik KPK. Novel mengaku ditanya bagaimana sikapnya ketika diintervensi dalam menanangani perkara, seperti dilarang memanggil saksi tertentu.
"Saya jawab kurang lebih begini: "Dalam melakukan penyidikan tidak boleh dihalangi atau dirintangi, karena perbuatan tersebut adalah pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi," tutur Novel.
"Sedangkan sebagai seorang ASN, saya tentu terikat dengan ketentuan Pasal 108 ayat 3 KUHAP, yang intinya pegawai negeri dalam melaksanakan tugas mengetahui adanya dugaan tindak pidana wajib untuk melaporkan. Sehingga respons saya akan mengikuti perintah Undang-Undang yaitu melaporkan bila ada yang melakukan intervensi," sambungnya.
Pertanyaan terakhir yang menurut Novel janggal saat tes wawasan kebangsaan yakni, ada tidaknya kebijakan pemerintah yang merugikan dirinya.
"Saya jawab kurang lebih seperti ini: 'Sebagai pribadi saya tidak merasa ada yang dirugikan. Tetapi sebagai seorang warga negara saya merasa dirugikan terhadap beberapa kebijakan pemerintah, yaitu diantaranya adalah UU No 19/2019 yang melemahkan KPK dan ada beberapa UU lain yang saya sampaikan," ungkapnya.
Demikian hal itu disampaikan Novel karena dalam pelaksanaan tugasnya di KPK, dia mengetahui beberapa fakta terkait dengan adanya permainan atau pengaturan dengan melibatkan pemodal (orang yang berkepentingan), yang memberikan sejumlah uang kepada pejabat tertentu untuk bisa meloloskan kebijakan tertentu.
"Walaupun ketika itu belum ditemukan bukti yang memenuhi standar pembuktian untuk dilakukan penangkapan. Tetapi fakta-fakta tersebut cukup untuk menjadi keyakinan sebagai sebuah pengetahuan," ucapnya.
Sebaliknya, sambung dia, bila pertanyaan itu dijawab bahwa semua kebijakan adalah baik, justru hal tersebut adalah tidak jujur yang bertentangan dengan norma integritas. Novel meyakini kebijakan yang dibuat pemerintah selalu bermaksud baik.
"Tetapi faktanya, dalam proses pembuatan kebijakan atau UU seringkali ada pihak tertentu yang memanfaatkan dan menyusupkan kepentingan sendiri atau orang lain hal itu dilakukan dengan sejumlah imbalan (praktik suap) yang akhirnya kebijakan atau output UU tersebut merugikan kepentingan negara dan menguntungkan pihak pemodal (pemberi uang yang berkepentingan)," kata Novel.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan bahwa ada 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi ASN. Salah satu yang dikabarkan tidak lolos dalam tes tersebut yakni, penyidik senior Novel Baswedan dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap.
Kendati demikian, Firli memastikan bahwa tidak ada pegawai KPK yang dipecat. Dijelaskan Firli, pihaknya akan berkoordinasi lebih dulu dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) soal 75 pegawai yang tidak lolos TWK.
"Berkaitan dengan pernyataan pimpinan KPK yang mengatakan bahwa ada 75 pegawai KPK tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan, tentu kita perlu tahu apa itu TWK dan apa yang menjadi ukuran lulus atau tidak lulusnya?" beber Novel melalui keterangan resminya, Selasa (11/5/2021).
"Kebetulan saya disebut sebagai salah satu dari 75 pegawai KPK yang katanya tidak lulus TWK tersebut. Dan saya masih ingat apa saja pertanyaan dan jawaban saya dalam tes tersebut," imbuhnya.
Adapun, pertanyaan pertama yang dianggap Novel janggal yakni, berkaitan dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). Novel ditanya setuju atau tidak jika pemerintah menaikkan TDL.
"Jawaban saya saat itu kurang/lebih seperti ini: 'Saya merasa tidak ahli bidang politik dan ekonomi, dan tentunya karena adalah penyidik Tindak Pidana Korupsi, saya lebih tertarik untuk melihat tentang banyaknya dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan listrik negara, dan inefisiensi yang menjadi beban bagi tarif listrik," ungkap Novel.
Kemudian, pertanyaan kedua yang dinilai Novel juga janggal yakni berkaitan dengan sikapnya sebagai penyidik KPK. Novel mengaku ditanya bagaimana sikapnya ketika diintervensi dalam menanangani perkara, seperti dilarang memanggil saksi tertentu.
"Saya jawab kurang lebih begini: "Dalam melakukan penyidikan tidak boleh dihalangi atau dirintangi, karena perbuatan tersebut adalah pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi," tutur Novel.
"Sedangkan sebagai seorang ASN, saya tentu terikat dengan ketentuan Pasal 108 ayat 3 KUHAP, yang intinya pegawai negeri dalam melaksanakan tugas mengetahui adanya dugaan tindak pidana wajib untuk melaporkan. Sehingga respons saya akan mengikuti perintah Undang-Undang yaitu melaporkan bila ada yang melakukan intervensi," sambungnya.
Pertanyaan terakhir yang menurut Novel janggal saat tes wawasan kebangsaan yakni, ada tidaknya kebijakan pemerintah yang merugikan dirinya.
"Saya jawab kurang lebih seperti ini: 'Sebagai pribadi saya tidak merasa ada yang dirugikan. Tetapi sebagai seorang warga negara saya merasa dirugikan terhadap beberapa kebijakan pemerintah, yaitu diantaranya adalah UU No 19/2019 yang melemahkan KPK dan ada beberapa UU lain yang saya sampaikan," ungkapnya.
Demikian hal itu disampaikan Novel karena dalam pelaksanaan tugasnya di KPK, dia mengetahui beberapa fakta terkait dengan adanya permainan atau pengaturan dengan melibatkan pemodal (orang yang berkepentingan), yang memberikan sejumlah uang kepada pejabat tertentu untuk bisa meloloskan kebijakan tertentu.
"Walaupun ketika itu belum ditemukan bukti yang memenuhi standar pembuktian untuk dilakukan penangkapan. Tetapi fakta-fakta tersebut cukup untuk menjadi keyakinan sebagai sebuah pengetahuan," ucapnya.
Sebaliknya, sambung dia, bila pertanyaan itu dijawab bahwa semua kebijakan adalah baik, justru hal tersebut adalah tidak jujur yang bertentangan dengan norma integritas. Novel meyakini kebijakan yang dibuat pemerintah selalu bermaksud baik.
"Tetapi faktanya, dalam proses pembuatan kebijakan atau UU seringkali ada pihak tertentu yang memanfaatkan dan menyusupkan kepentingan sendiri atau orang lain hal itu dilakukan dengan sejumlah imbalan (praktik suap) yang akhirnya kebijakan atau output UU tersebut merugikan kepentingan negara dan menguntungkan pihak pemodal (pemberi uang yang berkepentingan)," kata Novel.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan bahwa ada 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi ASN. Salah satu yang dikabarkan tidak lolos dalam tes tersebut yakni, penyidik senior Novel Baswedan dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap.
Kendati demikian, Firli memastikan bahwa tidak ada pegawai KPK yang dipecat. Dijelaskan Firli, pihaknya akan berkoordinasi lebih dulu dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) soal 75 pegawai yang tidak lolos TWK.
(muh)