Peran Kepala Daerah dan DPRD sebagai Aktor Diplomasi dan Politik dalam Transformasi Kapasitas Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kinerja dan kredibilitas Pemerintah sebagai pengelola pemerintahan sekaligus sebagai pemegang kekuasaan dan pengambil kebijakan mutlak, terlihat dari baik atau buruknya pelayanan terhadap rakyatnya. Tolak ukur inilah yang akan menjadi landasan untuk perbaikan atau peningkatan terhadap kinerja Pemerintah.
Menurut Rasyid (1997:100), paradigma pemerintahan harus didasarkan pada asumsi bahwa pemerintahan dalam jangkauan masyarakat menitikberatkan pada bentuk pelayanan yang diberikan menjadi lebih cepat, hemat, murah, responsif, akomodatif, inovatif serta produktif.
Diperlukan payung hukum sebagai legalitas pemekaran daerah yang diberi tugas untuk mengelola daerah otonom. Undang-undang otonomi daerah yang menyatakan bahwa daerah sebagai bagian subsistem dari Indonesia dan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat berhak dan legal untuk mengurusi daerahnya sendiri dengan memanfaatkan potensinya. Oleh sebab itu, dalam konsep tata pemerintahan daerah (local government) disebutkan bahwa otonomi diartikan sebagai mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
Wewenang tersebut dimaksudkan supaya tercapai peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokratis, keadilan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat, yang menuju kepada tingkat kemandirian masyarakat daerah serta hubungan harmonis antara pusat dan daerah serta antar daerah (Suryaningrat, 1981:32).
Akan tetapi, seberapapun besarnya wewenang pemerintah daerah yang diamanatkan oleh konstitusi tetap saja pemerintah daerah menjadi subsistem negara.
Dalam sebuah perbincangan dalam talkshow 'Peringatan Hari Otonomi Daerah XXV Tahun 2021', Dirjen Otonomi Daerah Akmal Malik mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada keseimbangan. "Daerah di beri ruang untuk berpartisipasi dengan tinggi, daerah diberi kesempatan untuk mengelola sumber dayanya, agar tujuan dari otonomi daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui pelayanan publik yang baik, sehingga muncul inovasi-inovasi yang betul betul memberikan kemudahan kepada masyarakat," katanya.
Pemerintahan daerah harus mengarahkan pemerintahanya pada sejumlah hal, yakni transformasi diri dari bureaucratic monopolistic government menjadi entrepreneurial competitive government, pemerintahan yang ‘cuek bebal’ menjadi customers-driven government dan accountable government.
Osborne (dalam Kertajaya & Yuswohady, 2005:4-5), menyebut pemerintahan seperti ini adalah 'put the costumers in the driver a seat'. Di samping itu, pemerintah daerah perlu membangun pemerintahan berwawasan global atau global cosmopolite orientation.
Pemerintahan berwawasan global dilaksanakan dengan membangun konsep 3C versi Moss Kanter yakni, Concept yaitu pemerintah daerah harus punya ide inovatif dalam mempromosikan daerahnya; Competence, yakni pemerintah daerah harus berani memposisikan diri sebagai produsen yang memiliki quality, cost and delivery, dan; Connection, yakni pemerintah daerah harus membangun networking sebanyak mungkin baik dalam negeri maupun luar negeri (Kertajaya & Yuswohady, 2005:4-5).
Akmal Malik menambahkan, indikator yang paling dominan adalah bagaimana peran aktor, dalam hal ini Kepala Daerah dan DPRD. Faktor-faktor leadership, peran kepala daerah dan DPRD-nya sebagai aktor membangun demokrasi yang baik, membangun dukungan dan partisipasi masyarakat, membangun komunikasi internal. Tidak hanya penataan daerah yang diutamakan, tetapi bagaimana para aktor di daerah ini mampu memainkan perannya sebagai aktor diplomasi dan politik.
Menutup pembicaraannya, Akmal Malik mengungkapkan bahwa momentum peringatan 25 tahun Otonomi Daerah ini sebagai challenge bagi kepala daerah, "Ketika mereka berhasil dari dampak sosial dan dampak pandemi ini, di situlah sesugguhnya kepala daerah mampu membawa daerahnya menjadi lebih baik dengan mampu menggali potensi dan inovasinya,” ujarnya. CM
Menurut Rasyid (1997:100), paradigma pemerintahan harus didasarkan pada asumsi bahwa pemerintahan dalam jangkauan masyarakat menitikberatkan pada bentuk pelayanan yang diberikan menjadi lebih cepat, hemat, murah, responsif, akomodatif, inovatif serta produktif.
Diperlukan payung hukum sebagai legalitas pemekaran daerah yang diberi tugas untuk mengelola daerah otonom. Undang-undang otonomi daerah yang menyatakan bahwa daerah sebagai bagian subsistem dari Indonesia dan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat berhak dan legal untuk mengurusi daerahnya sendiri dengan memanfaatkan potensinya. Oleh sebab itu, dalam konsep tata pemerintahan daerah (local government) disebutkan bahwa otonomi diartikan sebagai mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
Wewenang tersebut dimaksudkan supaya tercapai peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokratis, keadilan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat, yang menuju kepada tingkat kemandirian masyarakat daerah serta hubungan harmonis antara pusat dan daerah serta antar daerah (Suryaningrat, 1981:32).
Akan tetapi, seberapapun besarnya wewenang pemerintah daerah yang diamanatkan oleh konstitusi tetap saja pemerintah daerah menjadi subsistem negara.
Dalam sebuah perbincangan dalam talkshow 'Peringatan Hari Otonomi Daerah XXV Tahun 2021', Dirjen Otonomi Daerah Akmal Malik mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada keseimbangan. "Daerah di beri ruang untuk berpartisipasi dengan tinggi, daerah diberi kesempatan untuk mengelola sumber dayanya, agar tujuan dari otonomi daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui pelayanan publik yang baik, sehingga muncul inovasi-inovasi yang betul betul memberikan kemudahan kepada masyarakat," katanya.
Pemerintahan daerah harus mengarahkan pemerintahanya pada sejumlah hal, yakni transformasi diri dari bureaucratic monopolistic government menjadi entrepreneurial competitive government, pemerintahan yang ‘cuek bebal’ menjadi customers-driven government dan accountable government.
Osborne (dalam Kertajaya & Yuswohady, 2005:4-5), menyebut pemerintahan seperti ini adalah 'put the costumers in the driver a seat'. Di samping itu, pemerintah daerah perlu membangun pemerintahan berwawasan global atau global cosmopolite orientation.
Pemerintahan berwawasan global dilaksanakan dengan membangun konsep 3C versi Moss Kanter yakni, Concept yaitu pemerintah daerah harus punya ide inovatif dalam mempromosikan daerahnya; Competence, yakni pemerintah daerah harus berani memposisikan diri sebagai produsen yang memiliki quality, cost and delivery, dan; Connection, yakni pemerintah daerah harus membangun networking sebanyak mungkin baik dalam negeri maupun luar negeri (Kertajaya & Yuswohady, 2005:4-5).
Akmal Malik menambahkan, indikator yang paling dominan adalah bagaimana peran aktor, dalam hal ini Kepala Daerah dan DPRD. Faktor-faktor leadership, peran kepala daerah dan DPRD-nya sebagai aktor membangun demokrasi yang baik, membangun dukungan dan partisipasi masyarakat, membangun komunikasi internal. Tidak hanya penataan daerah yang diutamakan, tetapi bagaimana para aktor di daerah ini mampu memainkan perannya sebagai aktor diplomasi dan politik.
Menutup pembicaraannya, Akmal Malik mengungkapkan bahwa momentum peringatan 25 tahun Otonomi Daerah ini sebagai challenge bagi kepala daerah, "Ketika mereka berhasil dari dampak sosial dan dampak pandemi ini, di situlah sesugguhnya kepala daerah mampu membawa daerahnya menjadi lebih baik dengan mampu menggali potensi dan inovasinya,” ujarnya. CM
(ars)