Banggar DPR Dorong Pemerintah Fokus Sektor Pendongkrak Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR MH Said Abdullah mengingatkan pemerintah untuk fokus memberi insentif terhadap sektor-sektor yang secara kalkulatif mendongkrak pertumbuhan sekaligus menyerap lapangan kerja.
Said Abdullah mencontohkan, sektor pertanian, perikanan, migas serta industri makanan dan minumanlah yang seharusnya mendapatkan berbagai dukungan kebijakan fiskal berkelanjutan.
"Selain menopang tenaga kerja besar, sektor-sektor tersebut terbukti mampu tumbuh dengan tertatih dan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi," tutur Said Abdullah dalam keterangan tertulis, Senin (10/5/2021).
Menurut dia, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus memperluas basis ekspor termasuk negara tujuan ekspor agar tidak terkonsentrasi di kawasan Asia Timur dan Tenggara.
Untuk itu, lanjut dia, momentum pertumbuhan Amerika Serikat dan sebagian negara di Eropa harusnya menjadi alternatif kawasan tujuan ekspor, termasuk Timur Tengah.
Ironisnya, selama dua dekade terakhir, kualitas komoditas ekspor Indonesia masih belum mengalami perbaikan. "Pada triwulan I-2021 pertumbuhan ekspor dan jasa mencapai 6,74%, sedangkan kontribusi ekspor terhadap PDB hanya mencapai 19,18%," ucap politikus PDIP ini.
Dia juga meminta pemerintah perlu mengevaluasi efektivitas intervensi berbagai program perlindungan sosial untuk menjaga daya beli rumah tangga miskin. Masih terkontraksinya tingkat konsumsi rumah tangga harus dipetakan lebih dengan berbagai instrumen guna mendorong tumbuhnya tingkat konsumsi rumah tangga, selain kebutuhan dasarnya.
Apalagi, lanjut dia, ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada konsumsi. Padahal, instrumen penting dari pemulihan ekonomi adalah meningkatnya konsumi masyarakat. "Karena itu, kebijakan fiskal hendaknya tetap difokuskan untuk membantu rumah tangga berpenghasilan rendah daripada insentif ke dunia usaha," sarannya.
Said juga berharap konsistensi kebiijakan pusat dan daerah untuk menjaga anggaran tetap efektif masih perlu ditingkatkan.
Sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) tahun angggaran 2020 yang menjulang hingga Rp234,7 atau 4 kali lipat lebih tinggi dari SiLPA APBN 2019 sebesar Rp53,4 triliun menunjukkan kapasitas anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) belum dimanfaatkan secara maksimal.
Bahkan total saldo pada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) atau dana Idle terpantau di perbankan daerah sampai dengan akhir Maret mencapai hingga Rp182 triliun.
Said mengaku tantangan ekonomi tahun depan cukup berat. Kendati berlangsung cukup lambat dan masih dalam area resesi, namun arah pertumbuhan ekonomi nasional menuju arah yang menggembirakan.
Untuk itu, momentum ini harus terus dijaga, sehingga pertumbuhan ekonomi akumulatif hingga tahun 2021 setidaknya minimal bisa mencapai 4 persen.
Apalagi, tahun 2021 ini menjadi sangat krusial karena pemerintah akan menyusun APBN Tahun 2022 yang merupakan transisi menuju APBN yang normal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"APBN 2022 akan menjadi jembatan untuk mengembalikan defisit pada angka di bawah 3 persen pada APBN 2023," katanya.
Said Abdullah mencontohkan, sektor pertanian, perikanan, migas serta industri makanan dan minumanlah yang seharusnya mendapatkan berbagai dukungan kebijakan fiskal berkelanjutan.
"Selain menopang tenaga kerja besar, sektor-sektor tersebut terbukti mampu tumbuh dengan tertatih dan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi," tutur Said Abdullah dalam keterangan tertulis, Senin (10/5/2021).
Menurut dia, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus memperluas basis ekspor termasuk negara tujuan ekspor agar tidak terkonsentrasi di kawasan Asia Timur dan Tenggara.
Untuk itu, lanjut dia, momentum pertumbuhan Amerika Serikat dan sebagian negara di Eropa harusnya menjadi alternatif kawasan tujuan ekspor, termasuk Timur Tengah.
Ironisnya, selama dua dekade terakhir, kualitas komoditas ekspor Indonesia masih belum mengalami perbaikan. "Pada triwulan I-2021 pertumbuhan ekspor dan jasa mencapai 6,74%, sedangkan kontribusi ekspor terhadap PDB hanya mencapai 19,18%," ucap politikus PDIP ini.
Baca Juga
Dia juga meminta pemerintah perlu mengevaluasi efektivitas intervensi berbagai program perlindungan sosial untuk menjaga daya beli rumah tangga miskin. Masih terkontraksinya tingkat konsumsi rumah tangga harus dipetakan lebih dengan berbagai instrumen guna mendorong tumbuhnya tingkat konsumsi rumah tangga, selain kebutuhan dasarnya.
Apalagi, lanjut dia, ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada konsumsi. Padahal, instrumen penting dari pemulihan ekonomi adalah meningkatnya konsumi masyarakat. "Karena itu, kebijakan fiskal hendaknya tetap difokuskan untuk membantu rumah tangga berpenghasilan rendah daripada insentif ke dunia usaha," sarannya.
Baca Juga
Said juga berharap konsistensi kebiijakan pusat dan daerah untuk menjaga anggaran tetap efektif masih perlu ditingkatkan.
Sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) tahun angggaran 2020 yang menjulang hingga Rp234,7 atau 4 kali lipat lebih tinggi dari SiLPA APBN 2019 sebesar Rp53,4 triliun menunjukkan kapasitas anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) belum dimanfaatkan secara maksimal.
Bahkan total saldo pada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) atau dana Idle terpantau di perbankan daerah sampai dengan akhir Maret mencapai hingga Rp182 triliun.
Said mengaku tantangan ekonomi tahun depan cukup berat. Kendati berlangsung cukup lambat dan masih dalam area resesi, namun arah pertumbuhan ekonomi nasional menuju arah yang menggembirakan.
Untuk itu, momentum ini harus terus dijaga, sehingga pertumbuhan ekonomi akumulatif hingga tahun 2021 setidaknya minimal bisa mencapai 4 persen.
Apalagi, tahun 2021 ini menjadi sangat krusial karena pemerintah akan menyusun APBN Tahun 2022 yang merupakan transisi menuju APBN yang normal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"APBN 2022 akan menjadi jembatan untuk mengembalikan defisit pada angka di bawah 3 persen pada APBN 2023," katanya.
(dam)