Patuhi Protokol Kesehatan
loading...
A
A
A
KASUS Covid-19 terus melonjak di sejumlah negara disebabkan oleh berbagai faktor. Paling besar karena adanya kegiatan yang mendatangkan massa dalam jumlah besar. Tak hanya itu, di beberapa negara, penularan terjadi karena banyaknya pelanggaran protokol kesehatan di pusat-pusat perbelanjaan.
Yang paling parah terjadi di India, menyebabkan porak-porandanya sistem pelayanan kesehatan di negeri itu. Pemerintah India pun melakukan permintaan bantuan secara global. Sejumlah negara yang berbatasan langsung dengan India seperti Bhutan dan Nepal juga telah melaporkan lonjakan infeksi yang signifikan dalam beberapa pekan terakhir.
Di India, per 23 April total kasus infeksi virus korona mencapai 16,26 juta kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 13,64 juta orang terinfeksi mampu pulih. Namun ada 186.928 jiwa yang meninggal. Jumlah kasus infeksi harian yang tinggi, ditambah dengan kehadiran B.1.617 yang merupakan varian virus korona yang terdeteksi di India pertama kali pada Oktober tahun lalu, harus segera diantisipasi dengan menutup lalu lintas dari dan ke India secara total. Ini karena banyak masyarakat kaya India yang meninggalkan negaranya mencari negara atau tempat yang dinilai aman dari penyebaran virus korona.
Peningkatan kasus harian Covid-19 terjadi selain adanya varian virus baru yang lebih menular, juga mulai abainya masyarakat terhadap protokol kesehatan. Rasa puas diri yang terlalu berlebihan atas keberhasilan menekan penularan beberapa bulan lalu sebagai salah satu pemicu lonjakan penularan virus korona yang tak terkendali.
Tak hanya India, Nepal juga mengalami kesulitan karena rumah sakit penuh dengan cepat dan kehabisan pasokan oksigen. Bahkan Thailand juga mengalami kondisi yang mirip. Negeri Gajah Putih ini mulai kewalahan lantaran 98% kasus baru berasal dari jenis virus yang lebih menular daripada varian virus yang menular pada tahun lalu dari Wuhan, China. Sejumlah negara kepulauan yang berada di Samudera Pasifik juga mulai menunjukkan tanda-tanda lonjakan kasus Covid-19.
Bagaimana dengan Indonesia? Meskipun kasus terkonfirmasi yang ada di Indonesia saat ini menunjukkan tren harian yang menurun, kasus kematian menunjukkan tren meningkat. Banyak daerah yang saat ini berstatus zona kuning, tetapi berpotensi berubah menjadi zona merah apabila kurang waspada terhadap penanganan dan pencegahan Covid-19.
Apalagi jutaan masyarakat telah melakukan migrasi atau mudik menjelang Hari Raya Idulfitri. Kebijakan pembatasan perjalanan yang ditetapkan pemerintah dan berlaku mulai 6 Mei 2021 (hari ini) dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berangkat ke kampung halamannya lebih awal. Banyak masyarakat yang lolos dari pemeriksaan kesehatan dikarenakan melakukan perjalanan pada malam hingga dinihari. Sebagian besar mobilitas masyarakat terjadi di Pulau Jawa, pulau yang paling padat penduduknya di Tanah Air.
Dari data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, per 2 Mei 2021 ada peningkatan zona merah menjadi 14 kabupaten/kota, paling banyak berada di Pulau Jawa. Kemudian zona oranye 318 kabupaten/kota, zona kuning 173 kabupaten/kota, dan zona hijau 9 kabupaten/kota.
Daerah di Jawa yang menjadi zona merah adalah Semarang (Jawa Tengah), Kota Salatiga (Jawa Tengah), Bandung Barat (Jawa Barat), dan Kota Tasikmalaya (Jawa Barat).
Sejumlah langkah tegas memang telah diterapkan pemerintah. Namun setegas apa pun peraturan yang ditetapkan, tanpa adanya kesadaran dari masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan, hal itu akan menjadi sia-sia belaka.
Lihat saja kondisi pusat perbelanjaan, baik yang tradisional maupun modern (mal) yang dipenuhi oleh masyarakat untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya saat Lebaran nanti. Banyak masyarakat yang terlihat tak mematuhi protokol kesehatan seperti yang terjadi di pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu.
Dengan tidak menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, sangat mungkin pasar jadi tempat penyebaran virus Covid-19 yang masif. Juga pusat perbelanjaan modern seperti mal. Banyak restoran yang buka di dalam mal dengan jumlah pengunjung yang terlihat melebihi ketentuan.
Di kota-kota besar, terlihat tak hanya masyarakat saja yang abai terhadap protokol kesehatan, pihak berwenang pun terlihat longgar dalam menerapkan peraturan. Jumlah pengunjung mal tak lagi dibatasi, juga pengunjung beberapa tenant di mal yang tak lagi harus melewati pemeriksaan suhu tubuh. Sekarang kondisinya suka-suka pengunjung mal saja hendak berbelanja di mana saja dan kapan saja dengan siapa saja.
Dahsyatnya gelombang terbaru infeksi virus korona di India memang patut menjadi pelajaran bagi negara lain, termasuk Indonesia. Belajar dari yang terjadi di India, pemerintah tak perlu terburu-buru optimistis pandemi akan berakhir. Meskipun program vaksinasi sudah berlangsung, masyarakat tetap harus mematuhi protokol kesehatan dan menahan diri untuk berkerumun, bergerombol, dan berkumpul. Meskipun ongkos disiplin penerapan protokol kesehatan itu terbilang berat dari sisi psikologis, demi kemaslahatan dan kepentingan yang lebih besar, patuh terhadap protokol kesehatan wajib hukumnya.
Yang paling parah terjadi di India, menyebabkan porak-porandanya sistem pelayanan kesehatan di negeri itu. Pemerintah India pun melakukan permintaan bantuan secara global. Sejumlah negara yang berbatasan langsung dengan India seperti Bhutan dan Nepal juga telah melaporkan lonjakan infeksi yang signifikan dalam beberapa pekan terakhir.
Di India, per 23 April total kasus infeksi virus korona mencapai 16,26 juta kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 13,64 juta orang terinfeksi mampu pulih. Namun ada 186.928 jiwa yang meninggal. Jumlah kasus infeksi harian yang tinggi, ditambah dengan kehadiran B.1.617 yang merupakan varian virus korona yang terdeteksi di India pertama kali pada Oktober tahun lalu, harus segera diantisipasi dengan menutup lalu lintas dari dan ke India secara total. Ini karena banyak masyarakat kaya India yang meninggalkan negaranya mencari negara atau tempat yang dinilai aman dari penyebaran virus korona.
Peningkatan kasus harian Covid-19 terjadi selain adanya varian virus baru yang lebih menular, juga mulai abainya masyarakat terhadap protokol kesehatan. Rasa puas diri yang terlalu berlebihan atas keberhasilan menekan penularan beberapa bulan lalu sebagai salah satu pemicu lonjakan penularan virus korona yang tak terkendali.
Tak hanya India, Nepal juga mengalami kesulitan karena rumah sakit penuh dengan cepat dan kehabisan pasokan oksigen. Bahkan Thailand juga mengalami kondisi yang mirip. Negeri Gajah Putih ini mulai kewalahan lantaran 98% kasus baru berasal dari jenis virus yang lebih menular daripada varian virus yang menular pada tahun lalu dari Wuhan, China. Sejumlah negara kepulauan yang berada di Samudera Pasifik juga mulai menunjukkan tanda-tanda lonjakan kasus Covid-19.
Bagaimana dengan Indonesia? Meskipun kasus terkonfirmasi yang ada di Indonesia saat ini menunjukkan tren harian yang menurun, kasus kematian menunjukkan tren meningkat. Banyak daerah yang saat ini berstatus zona kuning, tetapi berpotensi berubah menjadi zona merah apabila kurang waspada terhadap penanganan dan pencegahan Covid-19.
Apalagi jutaan masyarakat telah melakukan migrasi atau mudik menjelang Hari Raya Idulfitri. Kebijakan pembatasan perjalanan yang ditetapkan pemerintah dan berlaku mulai 6 Mei 2021 (hari ini) dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berangkat ke kampung halamannya lebih awal. Banyak masyarakat yang lolos dari pemeriksaan kesehatan dikarenakan melakukan perjalanan pada malam hingga dinihari. Sebagian besar mobilitas masyarakat terjadi di Pulau Jawa, pulau yang paling padat penduduknya di Tanah Air.
Dari data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, per 2 Mei 2021 ada peningkatan zona merah menjadi 14 kabupaten/kota, paling banyak berada di Pulau Jawa. Kemudian zona oranye 318 kabupaten/kota, zona kuning 173 kabupaten/kota, dan zona hijau 9 kabupaten/kota.
Daerah di Jawa yang menjadi zona merah adalah Semarang (Jawa Tengah), Kota Salatiga (Jawa Tengah), Bandung Barat (Jawa Barat), dan Kota Tasikmalaya (Jawa Barat).
Sejumlah langkah tegas memang telah diterapkan pemerintah. Namun setegas apa pun peraturan yang ditetapkan, tanpa adanya kesadaran dari masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan, hal itu akan menjadi sia-sia belaka.
Lihat saja kondisi pusat perbelanjaan, baik yang tradisional maupun modern (mal) yang dipenuhi oleh masyarakat untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya saat Lebaran nanti. Banyak masyarakat yang terlihat tak mematuhi protokol kesehatan seperti yang terjadi di pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu.
Dengan tidak menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, sangat mungkin pasar jadi tempat penyebaran virus Covid-19 yang masif. Juga pusat perbelanjaan modern seperti mal. Banyak restoran yang buka di dalam mal dengan jumlah pengunjung yang terlihat melebihi ketentuan.
Di kota-kota besar, terlihat tak hanya masyarakat saja yang abai terhadap protokol kesehatan, pihak berwenang pun terlihat longgar dalam menerapkan peraturan. Jumlah pengunjung mal tak lagi dibatasi, juga pengunjung beberapa tenant di mal yang tak lagi harus melewati pemeriksaan suhu tubuh. Sekarang kondisinya suka-suka pengunjung mal saja hendak berbelanja di mana saja dan kapan saja dengan siapa saja.
Dahsyatnya gelombang terbaru infeksi virus korona di India memang patut menjadi pelajaran bagi negara lain, termasuk Indonesia. Belajar dari yang terjadi di India, pemerintah tak perlu terburu-buru optimistis pandemi akan berakhir. Meskipun program vaksinasi sudah berlangsung, masyarakat tetap harus mematuhi protokol kesehatan dan menahan diri untuk berkerumun, bergerombol, dan berkumpul. Meskipun ongkos disiplin penerapan protokol kesehatan itu terbilang berat dari sisi psikologis, demi kemaslahatan dan kepentingan yang lebih besar, patuh terhadap protokol kesehatan wajib hukumnya.
(bmm)