Kepatuhan Masyarakat dan Penegakan Hukum Kunci Penerapan PSBB

Senin, 13 April 2020 - 13:00 WIB
loading...
Kepatuhan Masyarakat dan Penegakan Hukum Kunci Penerapan PSBB
Kepatuhan masyarakat dan penegakkan hukum kunci efektivitas penerapan PSBB. Foto/SINDOnews
A A A
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Adinda Tenriangke Muchtar menyatakan, kepatuhan masyarakat dan penegakkan hukum menjadi kunci efektivitas pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta dan beberapa kota serta kabupaten di Jawa Barat, termasuk di Tangerang Raya, Banten.

Adinda menganggap, PSBB di Jakarta telah ditetapkan dua hari lalu, namun masih banyak masyarakat yang belum patuh. Meski operasi kepatuhan telah digencarkan oleh Ditlantas Polri dan Dishub DKI Jakarta.

"Masih ada masyarakat yang belum memakasi masker, masih ada pedagang makanan yang menyediakan meja dan bangku untuk makan di tempat, dan masih banyak pula masyarakat yang berkerumun," tutur Adinda, Senin (13/4/2020).

Menurut Adinda, lepas dari gencarnya informasi di media untuk sosialisasi Pergub DKI Jakarta No 33 Tahun 2020 mengenai pelaksanaan PSBB di Jakarta, serta beragam informasi visual mengenai apa yang dilarang maupun tidak, ternyata masih banyak pula masyarakat yang mengaku belum mengetahui dan memahami peraturan tersebut, atau malah sengaja melanggar karena alasan ekonomi.

"Kekhawatiran masyarakat memang wajar dan perlu dipahami. Ketidakpastian kondisi akibat wabah COVID-19 di tengah peningkatan kasus, di mana Jakarta menjadi salah satu zona merah yang serius membuat PSBB menjadi satu kebijakan yang harus ditempuh. Di sisi lain, tanpa adanya kesadaran dan kepatuhan setiap orang, PSBB tidak akan efektif," ujar dia.

Untuk itu, sosialisasi awal yang telah dilakukan memang sangat penting. Selain itu, penegakkan hukum yang tegas juga sangat penting diterapkan terhadap pelanggaran ketentuan PSBB. Hal ini mendesak untuk menunjukkan bahwa wabah COVID-19 adalah masalah yang nyata dan sangat serius." imbuhnya

Selain itu, penegakkan hukum juga sangat membutuhkan koordinasi para pembuat kebijakan dan lintas sektor yang efektif, serta kebijakan yang sinkron. Dia menilai, kendala penanganan wabah COVID-19 dari sisi pemerintah, tidak hanya berawal dari keterlambatan merespons, namun juga masalah komunikasi publik yang tidak jelas dan terkadang bertentangan satu sama lain.

Lihat saja, kata Adinda, munculnya Permenhub No. 18 Tahun 2020 berisi ketentuan yang ambigu tentang pembatasan penggunaan alat transportasi pribadi maupun umum. Di satu sisi, di Pasal 11, ayat c, membatasi penggunaan kendaraan roda dua hanya untuk mengangkut barang, namun, di ayat d, malah memungkinkan pengangkutan orang dengan protokol ketat. Jelas hal ini bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan juga PP dan Permenkes, serta Pergub yang ada terkait PSBB. "Dengan kata lain, pemerintah harus membenahi koordinasi lintas sektor dan memastikan kebijakan yang dihasilkan sinkron dan mendukung pelaksanaan PSBB," papar dia.

Untuk itu, Adinda menyarankan pentingnya sosialisasi kebijakan PSBB secara intensif, tidak hanya melalui media massa, namun juga lewat SMS yang gencar, misalnya lewat BNPB dan informasi dari RT/RW sekitar. Selain pembinaan dan sosialisasi dari pihak Dishub dan Ditlantas, peran Puskesmas juga sangat penting untuk melakukan informasi dan edukasi publik.

"Sekali lagi, hal ini juga harus diikuti oleh kepatuhan publik dan penegakkan hukum, serta juga kesiapan pemerintah dalam memastikan jaringan pengaman sosial dalam meningkatkan upaya bersama untuk mempercepat penanganan COVID-19," kata dia. (Rakhmat)
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1090 seconds (0.1#10.140)