Pemantauan Siaran Ramadan

Rabu, 05 Mei 2021 - 05:05 WIB
loading...
Pemantauan Siaran Ramadan
Gun Gun Heryanto (Foto: Istimewa)
A A A
Gun Gun Heryanto
Wakil Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI dan Dosen UIN Jakarta

RAMADAN memasuki fase akhir. Sejak hari pertama berpuasa, Komisi Infokom Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan pemantauan siaran program Ramadan di berbagai stasiun televisi. Secara khusus, program yang dimotori Pokja Media Watch dan Literasi Komisi Infokom MUI ini menurunkan 33 pemantau lintas komisi guna melakukan pemantauan terhadap 20 stasiun televisi analog dan digital. Seperti apa hasil pantauan siaran Ramadan yang tayang di televisi tahun ini? Terdapat sejumlah plus minus yang semestinya menjadi bahan perbaikan ke depan.

Mengapa Memantau?
MUI melakukan pemantauan program siaran Ramadan 1442 H/2021 yang dibagi menjadi dua tahapan. Pemantauan tahap I pada 15 hari pertama Ramadan dan pemantauan tahap II untuk 15 hari terakhir. Dalam proses pemantauan ini MUI mengacu pada UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Tausiah MUI tentang Penyiaran Program Ramadan 1442 H/2021M; serta beberapa fatwa MUI yang relevan.

Pemantauan penting dilakukan sebagai wujud tanggung jawab MUI dalam mengontrol komitmen program tayangan televisi agar mengikuti aturan main dan memperhatikan asas kepatutan yang berlaku. Sebagaimana kita ketahui media memiliki kekuatan dalam mengonstruksi realitas sosial. Gebner dalam buku Oliver Boyd-Barret dan Chris newbold, Approach to Media: a Reader (1995), memperkenalkan konsep resonansi. Ini terjadi saat media massa dan realitas sebenarnya menghasilkan koherensi yang powerful di mana pesan media mengultivasi secara signifikan. Dengan caranya yang halus, informasi merembes perlahan dalam kesadaran khalayak. Bahkan media sangat mungkin menjadi alat ampuh memanipulasi kesadaran. Dalam konteks itulah media dituntut memiliki tanggung jawab sosial saat menyiarkan isi programnya ke khalayak luas.

Media sudah seharusnya memiliki misi profetik, yakni menyerukan kebaikan, pelopor perubahan, dan membimbing manusia ke arah yang baik dan benar. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat An-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” Dalam konteks inilah media bukan semata saluran, melainkan juga aktor dakwah yang penting karena memiliki peran strategis dalam memproduksi, mereproduksi, serta mendistribusikan ragam informasi yang akan dikonsumsi khalayak.

Ramadan tahun ini merupakan yang kedua di musim pandemi Covid-19. Tidak mudah bagi industri televisi untuk mengelola isi siaran yang bisa menjembatani antara kepentingan ekonomi, tuntutan khalayak, dan tanggung jawab sosial media. Agar ada keseimbangan, diperlukan pemantauan agar menjadi kontrol sosial bagi media untuk tidak semena-mena menggunakan frekuensi milik publik terlebih di bulan suci yang memerlukan suasana kondusif.

Hasil Pemantauan
Dari pemantauan MUI sejak hari pertama Ramadan, hasilnya bisa diklasifikasi menjadi tiga temuan. Pertama, apresiasi atas sejumlah program yang tayangannya sudah memenuhi UU Penyiaran, P3SPS dan juga asas kepatutan tayangan program. Sebagai contoh program: Sahur Time dan Kalam Hati (KompasTV), Tafsir Al-Misbah dan Asmaul Husna (Metro TV), Serambi Islam Spesial Ramadhan (TVRI), Aksi Asia 2021 (Indosiar), Islam itu Indah (TransTV), Islampedia dan Khazanah Ramadan (Trans7), Dai Spesial Indonesia (InewsTV), Para Pencari Tuhan Jilid 14 dan Rumah Bidadari (SCTV). Mutiara Hati (SCTV), Muslim Travellers (NetTV), Cahaya Tauhid (MNC TV), Sinetron Amanah Wali, Preman Pensiun 5 dan Hafiz Indonesia 2021 (RCTI). Bahkan kini televisi digital pun sudah memiliki program-program Ramadan menarik dan bermuatan positif seperti Mimbar Sahur Nusantara (Nusantara TV); Talkshow Keagamaan dan Ramadan Berbagi (Badar TV); The Sunnah (Inspira TV).

Kedua, apresiasi dengan catatan. Secara umum program tayangan Ramadan kategori ini memberi kontribusi positif bagi khalayak, hanya ada beberapa kekeliruan yang bersifat minor yang semestinya diperbaiki agar tidak mereduksi manfaat positif dari keseluruhan tayangan. Misalnya tayangan Dai Spesial Indonesia di InewsTV pada episode 13 April 2021 masih terselip adanya body shaming yang dilakukan oleh host dan salah satu dewan juri terhadap salah satu peserta. Tayangan Jelang Sahur-Cerita Ramadhan di TVRI edisi 13 April juga masih terdapat adegan yang mengindikasikan kekerasan verbal dalam candaan. Kisah Nabi Muhammad di Trans7 yang tayang setiap Senin-Jumat pukul 05.00 WIB tidak cukup ramah untuk penonton anak saat ada visual peperangan dengan pedang terhunus secara kasatmata, meski substansi pesan secara keseluruhan baik. Terdapat beberapa kali adegan peperangan dengan senjata tajam yang muncul dalam tayangan. Program lain, Kemualiaan Hati (NET), pada tayangan 14 April salah seorang host memberikan stigma negatif pada anak dari orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), meskipun diniatkan bercanda. Ada juga tayangan sinetron “Nur” di MNCTV yang momentum penayangannya dirasa kurang tepat. Tayang Pukul 04.30-05.30, waktu bagi umat Islam melaksanakan salat subuh. Sinetron percintaan seperti ini sebaiknya tidak ditayangkan menjelang azan subuh di bulan Ramadan.

Ketiga, program-program yang sifatnya berpotensi melanggar aturan dan asas kepatutan. Temuan pantauan ada empat kategori potensi pelanggaran yang harus dikritik. (1) Masih banyaknya isi siaran yang mengumbar adegan kekerasan fisik dan verbal (verbal aggressiveness), terutama di 5 program. Ada 1 program di ANTV (Perbukers New Normal), 3 program di NET (Ramadhan in The Kost, Kring Kring Ramadhan in The Kost, Kemuliaan Hati), serta dua program di Trans7 (Pas Buka, dan Sahur Seger).

(2) Mengumbar sensualitas, yang terpantau tayang di beberapa tayangan program. Misalnya, program Pesbukers New Normal di ANTV, program Sore-Sore Ambyar di TransTV, Tayangan Iklan Luwak Kopi yang tayang jelang magrib di TVRI, Ramadhan in The Kost dan Program TIK TOK WOW di NET.

(3) Ketidakpatutan dan ketidaklaikan syariat. Contoh ketidakpatutan salah seorang host meneriakkan "Allahuakbar" dengan adegan yang lucu dan dibuat-buat disertai tawa semua host dan para hadirin pada program “Ramadhan in The Kost” di NET. Kalimat takbir adalah kalimat yang sangat mulia. Tak patut untuk dibuat main-main. Contoh lain adalah kesalahan penulisan doa setelah azan di MNCTV. Ditemukan juga penceramah yang mengisi acara di BadarTV, beberapa kali salah dalam membaca harakat bacaan ayat dan hadis. Tayangan program Jendela SMP (SCTV), dalam episode-episode 365, 366, 367, narasinya cenderung tidak patut dalam memberi gambaran tentang pesantren.

(4) Melanggar protokol kesehatan di saat pandemi Covid-19. Misalnya pada program Sore-sore Ambyar di TransTV sering muncul adegan berjoget bersama saling berdekatan, bahkan bergandengan, sebagian di antaranya tidak menggunakan masker. Ada juga pelanggaran prokes yang dilakukan tayangan Kemuliaan Hati di NET. Pada tayangan 15 April 2021, pemakaian masker tidak ketat, baik host maupun tim.

Perbaiki Tayangan
Panduan agama sudah jelas. Alquran Surat Al-Hujurat (49) ayat 11, misalnya, menyatakan terang, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Janganlah kamu mencela diri kamu sendiri. Dan janganlah saling memanggil dengan gelar yang buruk. Dan barang siapa tidak bertaubat, mereka itulah orang-orang yang zalim."

Regulasi penyiaran juga eksplisit memberi rambu-rambu. UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, Pasal 36 ayat (6), melarang "memperolok, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional." Pelanggaran pasal ini diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar (Pasal 57).

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS), Pasal 24 ayat (1), menyatakan: “Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan.” Pelanggaran atas pasal ini diancam sanksi penghentian sementara (Pasal 80), dan bila tidak patuh, dapat diancam sanksi lebih keras: denda administratif, pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (Pasal 75 ayat 2).

Mayoritas pelanggaran banyak terjadi di program komedi yang lebih banyak mengarah ke genre slapstik-agresif dan impromptu. Candaan kerap mengarah ke agresivitas verbal olok-olok, pancingan sensualitas dan hinaan fisik. Ke depan khusus acara komedi Ramadan baiknya tidak tayang live untuk menghindari risiko pelanggaran atau ketidakpatutan serupa. Pilihan genre komedi slapstic juga bisa diganti dengan genre satire, situasi komedi yang berbasis skrip sehingga relatif bisa lebih terkontrol. Dalam temuan pemantauan MUI yang sudah berlangsung 14 tahun sejak 2007, acara-acara komedi live dan spontan yang menghadirkan para artis dan komedian inilah yang paling berisiko pada pelanggaran dan ketidakpatutan di program-program Ramadan.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1793 seconds (0.1#10.140)