Kembali Ditahan KPK, Mantan Bupati Talaud Terima Duit Rp9,5 miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) kembali menetapkan mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) dalam perkara penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014 s/d 2017.
Deputi Penindakan KPK, Karyoto menjelaskan awal mulai konstruksi perkara kasus tersebut. Sejak tersangka Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode tahun 2014 - 2019, dirinya berulang kali melakukan pertemuan di rumah dinas jabatan dan rumah kediaman pribadi dengan para ketua Pokja pengadaan barang dan jasa Kabupaten Kepulauan Talaud.
Para Ketua Pokja itu yakni John Rianto Majampoh selaku Ketua Pokja tahun 2014 dan 2015, Azarya Ratu Maatui selaku Ketua Pokja tahun 2016, dan Frans Weil Lua selaku Ketua Pokja tahun 2017.
"SWM juga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam proses lelang," jelasnya.
Sri Wahyumi diduga juga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung.
"Dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud meminta commitment fee 10% dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut. Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sekitar Rp9,5 miliar," imbuhnya.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka Sri Wahyumi selama 20 hari terhitung sejak tanggal 29 April 2021 sampai dengan 18 Mei 2021 di rutan cabang KPK pada Gedung Merah Putih.
Atas perbuatannya, Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Deputi Penindakan KPK, Karyoto menjelaskan awal mulai konstruksi perkara kasus tersebut. Sejak tersangka Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode tahun 2014 - 2019, dirinya berulang kali melakukan pertemuan di rumah dinas jabatan dan rumah kediaman pribadi dengan para ketua Pokja pengadaan barang dan jasa Kabupaten Kepulauan Talaud.
Para Ketua Pokja itu yakni John Rianto Majampoh selaku Ketua Pokja tahun 2014 dan 2015, Azarya Ratu Maatui selaku Ketua Pokja tahun 2016, dan Frans Weil Lua selaku Ketua Pokja tahun 2017.
"SWM juga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam proses lelang," jelasnya.
Sri Wahyumi diduga juga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung.
"Dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud meminta commitment fee 10% dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut. Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sekitar Rp9,5 miliar," imbuhnya.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka Sri Wahyumi selama 20 hari terhitung sejak tanggal 29 April 2021 sampai dengan 18 Mei 2021 di rutan cabang KPK pada Gedung Merah Putih.
Atas perbuatannya, Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(muh)