Modernisasi Alutsista Mendesak

Rabu, 28 April 2021 - 06:01 WIB
loading...
A A A
"Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi poin utama dalam memiliki atau penambahan alutsista, yaitu perawatan dan pemeliharaan yang baik," pungkas anggota DPR RI termuda periode 2019-2024 ini.

Anggota Komisi I DPR lainnya Nurul Arifin menegaskan, jika dibandingkan dengan negara lain, anggaran Indonesia memang masih terhitung kecil yaitu Rp131 triliun atau sekitar USD9 miliar pada 2020 atau sebelum realokasi anggaran. China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia, bahkan Taiwan memiliki anggaran pertahanan lebih besar dari Indonesia,” jelasnya.



Politikus Partai Golkar itu menguraikan, dari anggaran pertahanan Indonesia tersebut, sebanyak 41,6% dialokasikan untuk belanja pegawai. Belanja barang, yang termasuk juga alutsista, hanya 32,9% dari anggaran pertahanan. Meski begitu, anggaran pertahanan memang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat sektor pertahanan Indonesia.

Ia lantas menturkan, alutsista selama ini menjadi salah satu perhatian penting bagi Komisi I DPR. Saat ini pun tengah berjalan Panitia Kerja (Panja) Alutsista yang memiliki tupoksi untuk memantau, memberi masukan, dan mendorong peremajaan serta peningkatan kapasitas alutsista yang personel TNI miliki.

Nurul juga menerangkan bahwa sejak 2010, Indonesia memiliki target Minimum Essential Forces (MEF) pada 2024. Salah satu elemen pembangunannya adalah modernisasi alutsista Indonesia. Adapun kebutuhan anggaran untuk mendukung pencapaian target MEF tersebut sebesar Rp471,28 triliun.

“MEF diwujudkan dalam tiga rencana dan strategi (renstra). Kalau berdasarkan data Kementerian Pertahanan tahun 2019, total pencapaian MEF TNI 2010-2024 sudah sebesar 63,19%. Masih cukup waktu untuk Kemhan bekerjasama dengan TNI untuk bisa memenuhi target 100% di tahun 2024,” ujarnya. Lantaran itu, Nurul mengatakan Komisi I DPR terus mendorong agar setiap pengadaan alutsista senantiasa memasukkan komponen pemeliharaan dan perawatan sebagai bagian yang tak terpisahkan.

Sementara itu, Direktur The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Gufron Mabruri menyatakan, Imparsial prihatin atas tenggelamnya KRI Nanggala 402. Kejadian ini disayangkan, sehingga Imparsial berharap ini menjadi bahan evaluasi agar ke depan tidak terulang kembali.

‘’Kejadian kecelakaan alutsista seperti ini bukanlah yang pertama terjadi. Sebelumnya ada kecelakaan Pespur F16 dan Hawk 53, helikopter Mi 17, dan lainnya. Kejadian-kejadian tersebut menunjukkan masih perlu banyak perbaikan,’’ katanya.

Menurut Gufron, kejadian-kejadin seperti itu dan lainnya sebetulnya bisa dihindari kalau saja pengadaan alutsista dan pemeliharaanya dilakukan dengan baik dan benar. Untuk itu pemerintah tidak boleh lagi mengadakan alutsista bekas dan lebih berhati-hati dalam hal pemeliharaan. Pada konteks KRI Nanggala 402, kata dia, menjadi pertanyaan kenapa kapal selam ini di-overhaul di Korea Selatan dan bukan di Jerman, negara asal kapal selam tersebut.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0917 seconds (0.1#10.140)