Modernisasi Alutsista Mendesak

Rabu, 28 April 2021 - 06:01 WIB
loading...
Modernisasi Alutsista Mendesak
Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 harus menjadi momentum untuk memodernisasi alutsista nasional. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 di perairan Bali harus dijadikan momentum pemerintah untuk memodernisasi alat utama sistem persenjataan ( alutsista ) di tiga matra TNI yakni darat, laut dan udara. Banyak alutsista yang usianya sudah tua dan mesti diganti ataupun diperbaharui.

Pilihannya, Kementerian Pertahanan perlu mempercepat target Minimum Essential Force (MEF) fase ketiga pada 2019-2024. MEF merupakan kekuatan pokok minimal yang harus dimiliki untuk pertahanan suatu negara. Pemenuhan program MEF menjadi EF menargetkan sejumlah alutsista canggih yang meliputi, 160 jet tempur, 15 kapal selam hingga 48 heli canggih.

Memang berbagai pembenahan telah dilakukan TNI, mulai dari organisasi, kualitas personel hingga kualitas dan kuantitas alutsista. Namun kondisi ini tidak berjalan mudah. Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mengungapkan mahalnya alat-alat utama sistem senjata (Alutsista).



"Alutsista di bidang pertahanan cukup mahal, bahkan sangat mahal. Oleh karena itu pimpinan negara selalu dihadapkan dengan dilema, harus mengutamakan pembangunan kesejateraan atau menjaga kemamouan pertahanan supaya kedaulatan kita tidak diganggu," tutur Prabowo.

Namun, pemerintah menegaskan tekadnya untuk mencapai harapan tersebut. Prabowo menayebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah memintanya menyusun masterplan di bidang pertahanan untuk investasi alutsista. Masterplan itu berlaku hingga 25 Tahun mendatang.

"Kita akan investasi lebih besar tanpa memengaruhi usaha pembangunan kesejateraan. Kita sedang merumuskan pengelolaan alutsista lebih tertib dan efisien," ucapnya.

Mantan Danjen Kopassus ini pun kembali menegaskan bahwa alutsista milik Indonesia perlu diremajakan dengan segera. Pasalnya, saat ini kebutuhan alutsista ini mendesak.

"Saya yakin, dalam waktu dekat perlengkapan alutsista bisa kita modernisasi untuk tiga matra. Udara, laut, dan darat," pungkasnya.

Baca juga: Bos Pentagon: Gugurnya 53 Awak Kapal Selam Nanggala-402 RI Tragis

Sebelumnya, Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto telah menyampaikan harapannya adanya peningkatan kekuatan pokok minimum pada periode 2020-2024. Hadi menyebut akan mengajukan tambahan alutsista kepada Kementerian Pertahanan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pertahanan Indonesia.

"TNI untuk meningkatkan kesiapan alutsista masih sesuai dengan apa yang sudah kita buat yaitu termuat pada minimum essential force yang saat ini masuk kepada pelaksanaan minimum essential force yang kedua," kata Hadi di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur (29/1/2020).

Dari pihak Komisi I DPR, mereka menegaskan mendorong agar anggaran pertahanan untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) ditingkatkan agar peristiwa serupa tidak terulang kembali. Seperti diketahui, saat ini alokasi anggaran pertahanan dalam RUU APBN Tahun Anggaran 2021 untuk Kementerian Pertahanan (Kemhan) hanya sebesar Rp136,9 triliun. Anggaran tersebut selanjutnya akan dibagi untuk Mabes TNI dan tiga matra yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AL).

Anggaran pertahanan Kemhan sejak 2016 mengalami fluktuatif. Pada 2016 anggaran pertahanan sebesar Rp98,1 triliun. Kemudian pada 2017 naik menjadi Rp 117,3 triliun. Namun pada 2018 turun menjadi Rp106,7 triliun. Kemudian kembali meningkat pada 2019 sebesar Rp115,4 triliun. Sedangkan Outlook 2020 Rp117,9 triliun dan RAPBN 2021 Rp136,9 triliun.

Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menandaskan, kunci dari berbagai persoalan alutsista adalah bagaimana agar anggaran pertahanan bisa dialokasikan secara memadai agar pemeliharan dan perawatan (harwat) serta peremajaan alutsista bisa dilakukan sesuai dengan perencanaan.

“Sebagai Komisi yang membawahi isu pertahanan, Komisi I DPR RI tentu memiliki kepentingan dan menaruh perhatian yang besar terhadap isu alutsista. Saat ini di Komisi I telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Alutsista sebagai bentuk perwujudan fungsi pengawasan terhadap mitra kerja kami dalam bidang pertahanan,” jelas Kharis.

Anggota Komisi I DPR Hillary Brigita Lasut menilai hilangnya KRI Nanggalam-402 menambah cacatan kelam pada unsur pembentuk kekuatan militer negara, yaitu alat utama sistem persenjataan (alutsista). Sebelumnya, juga pernah terjadi kecelakaan mulai dari pesawat tempur hingga pesawat atau helikopter angkut pada beberapa tahun terakhir.

"Selain kondisi alutsista TNI yang saat ini rata-rata usia pakainya sudah tua, 25 sampai dengan 40 tahun berpengaruh pada tingkat kesiapan operasional dan membutuhkan biaya operasional dan pemeliharaan yang cukup tinggi," ujar Hillary dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/4/2021).



Karena itu, senada dengan Abdul Kharis, dia menandaskan perlunya penyegaran untuk meningkatkan kualitas alat pertahanan. Selain itu dia juga berharap dalam setiap pembelanjaan alutsista tentu harus dipertimbangkan secara matang tentang tata cara perawatan dan pemeliharaan alat tersebut. Sebab, dari cacatan kejadian kecelakaan yang terjadi rata-rata terjadi karena adanya kesalahan pada sistem alat tersebut (instrumental error).

"Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi poin utama dalam memiliki atau penambahan alutsista, yaitu perawatan dan pemeliharaan yang baik," pungkas anggota DPR RI termuda periode 2019-2024 ini.

Anggota Komisi I DPR lainnya Nurul Arifin menegaskan, jika dibandingkan dengan negara lain, anggaran Indonesia memang masih terhitung kecil yaitu Rp131 triliun atau sekitar USD9 miliar pada 2020 atau sebelum realokasi anggaran. China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia, bahkan Taiwan memiliki anggaran pertahanan lebih besar dari Indonesia,” jelasnya.



Politikus Partai Golkar itu menguraikan, dari anggaran pertahanan Indonesia tersebut, sebanyak 41,6% dialokasikan untuk belanja pegawai. Belanja barang, yang termasuk juga alutsista, hanya 32,9% dari anggaran pertahanan. Meski begitu, anggaran pertahanan memang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat sektor pertahanan Indonesia.

Ia lantas menturkan, alutsista selama ini menjadi salah satu perhatian penting bagi Komisi I DPR. Saat ini pun tengah berjalan Panitia Kerja (Panja) Alutsista yang memiliki tupoksi untuk memantau, memberi masukan, dan mendorong peremajaan serta peningkatan kapasitas alutsista yang personel TNI miliki.

Nurul juga menerangkan bahwa sejak 2010, Indonesia memiliki target Minimum Essential Forces (MEF) pada 2024. Salah satu elemen pembangunannya adalah modernisasi alutsista Indonesia. Adapun kebutuhan anggaran untuk mendukung pencapaian target MEF tersebut sebesar Rp471,28 triliun.

“MEF diwujudkan dalam tiga rencana dan strategi (renstra). Kalau berdasarkan data Kementerian Pertahanan tahun 2019, total pencapaian MEF TNI 2010-2024 sudah sebesar 63,19%. Masih cukup waktu untuk Kemhan bekerjasama dengan TNI untuk bisa memenuhi target 100% di tahun 2024,” ujarnya. Lantaran itu, Nurul mengatakan Komisi I DPR terus mendorong agar setiap pengadaan alutsista senantiasa memasukkan komponen pemeliharaan dan perawatan sebagai bagian yang tak terpisahkan.

Sementara itu, Direktur The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Gufron Mabruri menyatakan, Imparsial prihatin atas tenggelamnya KRI Nanggala 402. Kejadian ini disayangkan, sehingga Imparsial berharap ini menjadi bahan evaluasi agar ke depan tidak terulang kembali.

‘’Kejadian kecelakaan alutsista seperti ini bukanlah yang pertama terjadi. Sebelumnya ada kecelakaan Pespur F16 dan Hawk 53, helikopter Mi 17, dan lainnya. Kejadian-kejadian tersebut menunjukkan masih perlu banyak perbaikan,’’ katanya.

Menurut Gufron, kejadian-kejadin seperti itu dan lainnya sebetulnya bisa dihindari kalau saja pengadaan alutsista dan pemeliharaanya dilakukan dengan baik dan benar. Untuk itu pemerintah tidak boleh lagi mengadakan alutsista bekas dan lebih berhati-hati dalam hal pemeliharaan. Pada konteks KRI Nanggala 402, kata dia, menjadi pertanyaan kenapa kapal selam ini di-overhaul di Korea Selatan dan bukan di Jerman, negara asal kapal selam tersebut.

"Modernisasi Alutsista sangat penting dilakukan agar TNI kita siap dalam menghadapi segala ancaman baru yang terus berkembang," ujar Gufron kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Senin (26/4/2021) malam.

Menurut dia, bagi Imparsial ada tiga aspek modernisasi alutsista yang harus dilakukan guna mendukung percepatan modernisasi. Pertama, modernisasi alutsista harus dibarengi dengan keterbukaan mekanisme pengadaan yang melibatkan lembaga pengawas seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lainnya sehingga terhindar dari praktik korupsi.

Kedua, modernisasi alutsista harus langsung kepada produsen dan tidak boleh melibatkan broker atau pihak ketiga. "Ketiga, pengadaan alutsista harus tepat guna sesuai dengan yang dibutuhkan oleh TNI. Pengadaan alutsista bekas harus dihindari," tegasnya.

Dia melanjutkan, agar alusitas karya anak bangsa bisa menunjang percepatan modernisasi alutsista, maka pemerintah harus mendukung industri pertahanan (inhan) dalam negeri untuk terus berinovasi. Dukungan tersebut, tutur Gufron, baik dari segi regulasi maupun pendanaan. Selain itu, jaminan agar alutsista inhan Indonesia dibeli oleh TNI-Polri perlu dilakukan.

"Jangan sampai TNI-Polri membeli barang yang sebenarnya sudah bisa diproduksi oleh Inhan lokal," ungkap Gufron.

Lantas idealnya berapa alustista yang harus dimiliki Indonesia untuk pertahanan negara? Menurut Gufron, seharusnya postur pertahanan Indonesia harus sesuai dengan ancaman pertahanan terkini. Oleh karena itu bagi Imparsial, kata Gufron, kebijakan yang komprehensif diperlukan dalam rangka mengikuti perkembangan ancaman.

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai, alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) harus bersifat kontekstual. Di saat pertumbuhan ekonomi nasional tercatat normal atau membaik, maka anggaran alutsista dinilai perlu ditingkatkan pemerintah. Namun, Indonesia kini dalam situasi pandemi, maka langkah prioritas pemerintah dalam aspek pemuliham tetap dikedepankan.

Untuk itu, dia menekankan pentingnya pemerintah membuat skala prioritas dalam kondisi pandemi saat ini. Program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dan penanganan Covid-19 harus didahulukan.

"Kuncinya ada di prioritas berdasarkan kontekstual. Jadi tidak perlu seakan zero sum game antara pilih kesejahteraan dan pertahanan negara," tutur Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (26/4/2021).
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3115 seconds (0.1#10.140)