Sejumlah Syarat Pemilu Bisa Dijalankan dengan Adil dan Jujur

Senin, 26 April 2021 - 09:56 WIB
loading...
Sejumlah Syarat Pemilu...
Manajer advokasi CSIPP, Ikhwan Fahrojih berpendapat salah satu syarat pokok pemilu demokratis adalah adanya sistem pemilihan Umum yang jujur dan adil. Foto/SINDOnews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Manajer advokasi Centre for Strategic and Indonesian Public Policy (CSIPP), Ikhwan Fahrojih berpendapat salah satu syarat pokok pemilu demokratis adalah adanya sistem pemilihan umum (pemilu) yang jujur dan adil (free and fair election).



"Bahwa keadilan dalam pemilu bisa diwujudkan jika hak-hak politik warga negara terpenuhi. Jika ada hak warga negara yang terlanggar, kerangka hukum pemilu harus menyediakan ruang untuk mengembalikannya," tegasnya.

Dikatakan Ferry, jajaran penyelenggara pemilu diharapkan mampu memberikan gambaran secara utuh tentang permasalahan hukum pemilu dan mekanisme penegakannya.

"Terhadap penyelenggara pemilu diharapkan bisa memberikan bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, khususnya jika harus berhadapan dengan permasalahan hukum di setiap tahapan pemilu," ujarnya.

Tri Cahya Indra Permana memberikan lima catatan kritis terkait pemilu. Pertama, desain lembaga penyelenggara pemilu mempengaruhi lembaga penyelesaian sengketa pemilu.

Kedua, masih ada kekosongan hukum terhadap beberapa persoalan hukum dalam pemilu misalnya keberatan terhadap daftar pemilih sementara (DPS), dan daftar pemilih tetap (DPT). Ketiga, masih ada ketidaktepatan dalam kebijakan legislasi.

Keempat, dalam pelaksanaan peradilan masih terdapat ego sektoral dan praktek yang melampaui kewenangannya. "Kelima, peradilan khusus pemilu agar segera dibentuk untuk mengadili semua persoalan pemilu," ujarnya.

Suparji Achmad mengatakan, keadilan pemilu (electoral justice) meliputi sarana dan mekanisme yang menjamin bahwa proses pemilu tidak dirusak oleh penyimpangan dan bertujuan untuk menegakkan keadilan pemilu.

"Termasuk di dalam mekanisme keadilan pemilu adalah pencegahan sengketa pemilu, mekanisme formal untuk menyelesaikan sengketa secara kelembagaan serta mekanisme penyelesaian sengketa informal atau alternatif," terangnya.

Zulfikar Arse Sadikin mengatakan, DPR dan pemerintah sudah bersepakat tidak merevisi UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Karena itu, mau tidak mau kita harus menggunakan UU yang eksisting, yaitu UU No 7 tahun 2017, dan UU No 10 tahun 2016 yang telah diperbaharui menjadi UU No 6 Tahun 2020 tentang Pemilukada.

"Walaupun harus kita akui untuk memperbaiki kualitas pemilu termasuk untuk mewujudkan keadilan pemilu banyak hal yang perlu diperbaiki melalui perubahan UU," katanya.

Menurutnya, perlu ada kesadaran baru dari publik. Bahwa tidak akan maksimal untuk mewujudkan keadilan pemilu kalau perilaku kita tidak diubah. Misalnya, kalau selama ini penyelenggara pemilu dipertanyakan independensinya, kapasitasnya, mari bersama-sama kita perbaiki.

Kalau masyarakat untuk bisa menggunakan hak suaranya diimingi materi, ayo jangan dilakukan lagi. Dan masih banyak lagi. "Itulah yang perlu kita lakukan untuk rekontruksi pemilu 2024. Tanpa itu menurut saya norma, mekanisme, kegiatan yang ada di dalam UU itu tidak akan mewujud kalau kita sebagai aktor tidak melakukan perubahan perilaku kita," tandasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1667 seconds (0.1#10.140)