#Indonesiaterserah dan Ekosistem Penanganan Covid-19

Kamis, 21 Mei 2020 - 18:55 WIB
loading...
#Indonesiaterserah dan...
firman kurniawan. foto:istimewa
A A A
Dr. Firman Kurniawan S
Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital
Pendiri LITEROS.org

Jika makin banyak masyarakat yang abai pada ancaman penularan Covid-19, ~tak patuh pada himbauan psysical distancing, mulai berhamburan keluar rumah dan tak peduli ada di kerumuman~ belum tentu lantaran suka melanggar himbauan. Terlebih jika itu dikaitkan dengan kecerdasan rendah, yang sering jadi olok-olok warga +62 sebagai negara ber-flower.

Fenomena #Indonesiaterserah seminggu ini, dapat dipandang sebagai gejala sistemik yang saling terkait. Simbolisasi keputusasaannya lewat tanda pagar oleh tenaga kesehatan, adalah puncak gunung esnya.

Lewat sistemiknya gejala, persoalan harus dilihat secara utuh. Terbentuk ekosistem ketakidealan yang saling berpengaruh. Ini merupakan jejaring masalah dan penanganan, yang terbentuk mulai tingkat mikro, meso hingga makro. Sehingga untuk memperbaikinya, mutlak melibatkan unsur yang ada dalam jejaring itu.

Para pihak yang terlibat adalah pemerintah sebagai otoritas sah, media yang menggaungkan wacana, dan masyarakat itu sendiri sebagai subyek maupun obyek penanganan Covid-19.

Pemerintah sejak resmi mengakui adanya warga Indonesia yang positif terjangkit virus, pada 2 Maret 2020, berusaha membangun komunikasi yang anti panik. Nampaknya ini bertujuan agar masyarakat memandang penyebaran virus sebagai hal yang biasa-biasa saja, seraya tetap produktif dengan aktivitasnya sehari-hari.

Walaupun akhirnya aktivitas berpusat di rumah, namun diharapkan tak timbul perubahan besar. Bekerja, belajar dan beribadah di rumah, jadi transformasi normalitas baru. Tujuan lain mencegah kepanikan adalah menghindari penimbunanan bahan kebutuhan pokok, yang dikhawatirkan mengganggu kinerja ekonomi secara umum.

Yang unik dari komunikasi anti panik ala pemerintah ini, justru substansinya yang tak mudah dipahami. Pemerintah sebagai pemimpin orchestra tak jelas hendak melantunkan lagu apa ?

Beberapa kali tercatat inkonsistensi dan kekaburan komunikasi kebijakan, baik vertikal maupun horizontal. Adanya komunikasi vertikal inkonsisten misalnya, manakala Gubernur DKI mencegah mudik prematur lewat larangan bagi kendaraan penumpang, keluar dari DKI. Tak lama aturan keluar, segera dibatalkan oleh Kemenhub RI. Alasannya, belum dikaji dampak ekonominya.

Sedangkan komunikasi tak jelas terkait kebijakan, terjadi dalam mekanisme penyaluran bantuan sosial. Ini berpuncak pada kerasnya pernyataan Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), mengoreksi kinerja Menteri Sosial RI. Di kemudian hari, ketakjelasan vertikal ini, memunculkan perselisihan horizontal antara Bupati Boltim dengan Bupati Lumajang. Yang walaupun sebatas perang kata di media sosial, namun memaksa masyarakat menikmati pertunjukan yang bermutu.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1810 seconds (0.1#10.140)