Gelar Dialog, Ayo Mengajar Indonesia Ajak Cegah Intoleransi dan Radikalisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ayo Mengajar Indonesia menggelar dialog publik dalam program Ayo Bahas Vol 9 dengan mengangkat tema Tolerance, Yes! Radicalism, No! Cegah Intoleransi, Radikalisme , dan Terorisme di Dunia Pendidikan. Dialog tersebut dihelat di Meeting Room, Favehotel Gatot Subroto Jakarta, Sabtu (24/4/2021).
Acara tersebut membahas tentang bagaimana peran serta semua pihak, dari mulai guru, pemerintah, sampai lembaga masyarakat dalam menolak radikalisme dan menjadi toleransi didalam dunia pendidikan, Narasumber yang hadir yaitu Prof Dr Azyumardi Azra (cendikiawan Islam), Brigjen Pol R Ahmad Nurwahid (Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), Dr Jejen Musfah (Wakil Sekjen PB PGRI), Iif Fikriyati Ihsani MA (Setara Institute) dan Adi Raharjo (Direktur Ayo Mengajar Indonesia).
Dialog berjalan dengan konsep hybrid secara online dan offline paralel serta tanya jawab antara narasumber dengan peserta.
Direktur Ayo Mengajar Indonesia Adi Raharjo mengatakan, kegiatan ini memiliki tujuan untuk menyampaikan nilai-nilai toleransi karena di sekolah mengajarkan untuk membuat karakter dalam nilai-nilai yang baik. "Pendidikan harus membuat karakter bangsa bersih dari nilai nilai intoleransi," katanya.
Peneliti Setara Institute Iif Fikriyati Ihsani menjelaskan pola pendidikan di Tanah Air semakin semakin kehilangan ruhnya karena hanya bergerak dalam wilayah kompetisi, bukan menumbuhkan nilai nilai yang membangun toleransi.
"Kita menemukan intoleransi terjadi di perguruan tinggi, ketika meneliti 10 kampus, kami menemukan tingkat intoleransi cukup tinggi sapai 20-30 persen, Ketika penelitian di sekolah pun sama cukup tinggi tingkat inteloransi, dan bukan tumbuh tiba tiba, tapi memang ada peningkatan dari zaman di sekolah sampai ke perguruan tinggi," katanya.
Cendikiawan muslim Azzyumardi Azra berpendapat jika dibombardir dengan isu radikalisme, Indonesia sebagai bangsa akan merasa minder dengan negara lain, meskipun memang benar ada gejala radikalisme. Namun jangan dilebih-lebihkan.
“Ayo mengajar Indonesia harus membuat anak-anak peserta didik tidak kecut, harus mengajarkan pemahaman keagamaan yang moderasi, dan toleransi, serta pemerintah harus inisiatif agar guru-guru diberikan pelatihan tentang Pancasila dan nasionalisme sehingga dalam pengajarannya bisa memberikan nilai-nilai toleransi. Saya mengapresiasi gerakan Ayo Mengajar Indonesia ini, agar bisa menekankan perbaikan karakter,” tuturnya.
Sementara itu, pakar pendidikan dan Wakil Sekjen PB PGRI Jejen Musfah menyampaikan bahwa pendidikan karakter bisa melalui tiga cara, yakni modeling, kebiasaan, pengajaran. “Radikalisme itu benih-benihnya dari intoleransi, jika model pengajarannya inklusif atau kolaboratif atau pembelajaran aktif, saya rasa akan berkurang rasa intoleransi,” ujarnya.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Brigjen Polisi Ahmad Nurwakhid mengatakan jangan membiarkan intoleransi berkeliaran di masyarakat umum, apalagi memfitnah dan menjelakan satu sama lain. "Satu sama lain harus saling mengenal satu sama lain, satu sama lain harus menghargai, saling menyayangi, dan jangan biarkan intoleransi merajalela, karena intoleransi adalah embrio radikalisme dan terorisme,” katanya.
Peserta dialog dari berbagai elemen masyarakat, mahasiswa, serta relawan Ayo Mengajar Indonesia. Peserta yang hadir secara offline 30 orang, hadir dalam online ada 300 orang.
Acara tersebut membahas tentang bagaimana peran serta semua pihak, dari mulai guru, pemerintah, sampai lembaga masyarakat dalam menolak radikalisme dan menjadi toleransi didalam dunia pendidikan, Narasumber yang hadir yaitu Prof Dr Azyumardi Azra (cendikiawan Islam), Brigjen Pol R Ahmad Nurwahid (Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), Dr Jejen Musfah (Wakil Sekjen PB PGRI), Iif Fikriyati Ihsani MA (Setara Institute) dan Adi Raharjo (Direktur Ayo Mengajar Indonesia).
Dialog berjalan dengan konsep hybrid secara online dan offline paralel serta tanya jawab antara narasumber dengan peserta.
Direktur Ayo Mengajar Indonesia Adi Raharjo mengatakan, kegiatan ini memiliki tujuan untuk menyampaikan nilai-nilai toleransi karena di sekolah mengajarkan untuk membuat karakter dalam nilai-nilai yang baik. "Pendidikan harus membuat karakter bangsa bersih dari nilai nilai intoleransi," katanya.
Peneliti Setara Institute Iif Fikriyati Ihsani menjelaskan pola pendidikan di Tanah Air semakin semakin kehilangan ruhnya karena hanya bergerak dalam wilayah kompetisi, bukan menumbuhkan nilai nilai yang membangun toleransi.
"Kita menemukan intoleransi terjadi di perguruan tinggi, ketika meneliti 10 kampus, kami menemukan tingkat intoleransi cukup tinggi sapai 20-30 persen, Ketika penelitian di sekolah pun sama cukup tinggi tingkat inteloransi, dan bukan tumbuh tiba tiba, tapi memang ada peningkatan dari zaman di sekolah sampai ke perguruan tinggi," katanya.
Cendikiawan muslim Azzyumardi Azra berpendapat jika dibombardir dengan isu radikalisme, Indonesia sebagai bangsa akan merasa minder dengan negara lain, meskipun memang benar ada gejala radikalisme. Namun jangan dilebih-lebihkan.
“Ayo mengajar Indonesia harus membuat anak-anak peserta didik tidak kecut, harus mengajarkan pemahaman keagamaan yang moderasi, dan toleransi, serta pemerintah harus inisiatif agar guru-guru diberikan pelatihan tentang Pancasila dan nasionalisme sehingga dalam pengajarannya bisa memberikan nilai-nilai toleransi. Saya mengapresiasi gerakan Ayo Mengajar Indonesia ini, agar bisa menekankan perbaikan karakter,” tuturnya.
Sementara itu, pakar pendidikan dan Wakil Sekjen PB PGRI Jejen Musfah menyampaikan bahwa pendidikan karakter bisa melalui tiga cara, yakni modeling, kebiasaan, pengajaran. “Radikalisme itu benih-benihnya dari intoleransi, jika model pengajarannya inklusif atau kolaboratif atau pembelajaran aktif, saya rasa akan berkurang rasa intoleransi,” ujarnya.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Brigjen Polisi Ahmad Nurwakhid mengatakan jangan membiarkan intoleransi berkeliaran di masyarakat umum, apalagi memfitnah dan menjelakan satu sama lain. "Satu sama lain harus saling mengenal satu sama lain, satu sama lain harus menghargai, saling menyayangi, dan jangan biarkan intoleransi merajalela, karena intoleransi adalah embrio radikalisme dan terorisme,” katanya.
Peserta dialog dari berbagai elemen masyarakat, mahasiswa, serta relawan Ayo Mengajar Indonesia. Peserta yang hadir secara offline 30 orang, hadir dalam online ada 300 orang.
(dam)