Tantangan Deglobalisasi Pangan

Jum'at, 23 April 2021 - 06:05 WIB
loading...
Tantangan Deglobalisasi Pangan
Farda Sanberra (Foto: Istimewa)
A A A
Farda Sanberra
Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Provinsi Jawa Barat, Alumnus IPB University

DATA terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor sektor pertanian pada periode Januari-Februari 2021 mengalami pertumbuhan positif sebesar USD0,65 miliar atau 8,81% secara tahunan (yoy). Pertumbuhan ekspor pertanian ini akan membuat produk domestik bruto (PDB) pertanian pada kuartal I 2021 tetap melanjutkan tren pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19.

Ekspor-impor komoditas pertanian dan pangan merupakan sebuah keniscayaan di era globalisasi. Salah satu alasannya karena setiap negara punya keunggulan komparatif dan kondisi agroekologi wilayah serta iklim berbeda-beda.

Ekspor-impor komoditas pertanian dan pangan adalah salah satu instrumen globalisasi. Globalisasi awalnya diharapkan dapat menciptakan pemerataan kesejahteraan, namun pada praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Hari demi hari globalisasi membuat dunia semakin sarat dengan ketimpangan. Data awal tahun ini menyebutkan bahwa harta 2.153 orang terkaya setara dengan uang 4,6 miliar penduduk termiskin dunia!

Secara historis, kelembagaan globalisasi diawali dengan lahirnya dua institusi, yaitu bank dunia (Word Bank) dan dana moneter internasional (IMF). Pada 1995 kedua institusi ini ikut andil menciptakan World Trade Organization (WTO). Dengan ideologi perdagangan bebas (free trade), WTO beroperasi mengikat dan melewati batas negara anggota dengan aturan main beserta sanksi. WTO memiliki otoritas mengadili pelanggaran yang dilakukan oleh negara anggota.

Globalisasi juga terjadi pada sektor pertanian dan pangan. Kehadiran sejumlah sayur dan buah segar serta ribuan pangan olahan impor di pasar modern hingga pasar tradisional merupakan fakta fenomena globalisasi pangan di Indonesia.

Di era Revolusi Industri 4.0, globalisasi pangan beradaptasi. Saat ini introduksi dan penetrasi produk pangan ke pasar global didesain secara sistematis melalui jaringan distribusi dan marketing yang efisien. Ini artinya negara yang unggul di bidang teknologi informasi akan menguasai perdagangan pangan.

Dua prinsip utama globalisasi pangan adalah harmonisasi dan liberalisasi. Prinsip harmonisasi terlihat mewujud dalam penyeragaman keamanan dan standar mutu pangan. Keamanan pangan mengatasnamakan konsumen seluruh dunia, namun pada praktiknya selalu menguntungkan negara maju.

Negara maju melakukan penyesuaian regulasi keamanan pangan dengan titik berat pada pengendalian proses dan mengurangi risiko dalam keseluruhan sistem produksi pangan. Konsekuensinya, produsen di negara berkembang harus mencurahkan segala daya upaya untuk melindungi konsumen di negara maju.

Pada kenyataannya, prinsip harmonisasi acap kali menjadi penghambat ekspor pangan dari negara berkembang ke negara maju karena kesenjangan teknologi, peralatan, dan know-how. Malah yang terjadi adalah produk pangan dengan mudah membanjiri pasar negara berkembang. Hal inilah yang sering dikenal dengan paradoks keamanan pangan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1279 seconds (0.1#10.140)