Semangat Kartini Jadi Dasar Perjuangan Wujudkan Bangsa Lebih Baik
loading...
A
A
A
Sementara itu, Ketua DPP Partai Nasdem Koordinator bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis Suyoto menegaskan memperjuangkan penghapusan kekerasan seksual bukan hanya untuk mewujudkan hadirnya Undang-undang PKS.
"Perjuangan untuk menghapuskan kekerasan seksual adalah salah satu cara untuk mengingatkan bahwa perempuan bukan konco wingking, tetapi teman yang setara. Ini perjuangan perempuan untuk kemajuan bangsanya," ujar Suyoto.
Dia mengatakan, sikap Partai Nasdem mendesak segera disahkannya RUU PKS dan RUU PRT menjadi undang-undang. Sebab, KUHP yang ada saat ini dinilai hanya fokus kepada pelaku kekerasan seksual an mengabaikan nasib korbannya.
Menurut dia, substansi yang harus diperjuangkan dalam kasus kekerasan seksual adalah perlindungan korban. "Negara harus hadir dalam melindungi warganya dari ancaman kekerasan seksual," katanya.
Selain itu, jelas Suyoto, Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan bagian penting dari aktualisasi semangat Kartini di era saat ini.
Untuk mendorong kesetaraan, sambung dia, Nasdem juga mendorong pemberian pendidikan politik untuk meningkatkan kesadaran perempuan di bidang politik.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin mengungkapkan, catatan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dalam kurun waktu 2015 hingga 2019, setidaknya terdapat 2.148 kasus yang dialami oleh PRT dengan beragam bentuk antara lain kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan ekonomi. Tak jarang, PRT mengalami kekerasan berlapis yang berujung kematian.
Sementara itu, pendiri Institut Perempuan, Valentina Sagala berpendapat, dalam kasus kekerasan seksual jumlah korban seharusnya tidak menjadi ukuran untuk bertindak.
Pengalaman korban kekerasan seksual, kata Valentina, seharusnya merupakan bagian yang penting dalam konteks penegakan hak azasi manusia (HAM).
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat mengungkapkan kekhawatirannya RUU PKS dan RUU PRT akan mangkrak lagi di DPR. Alasannya, dua RUU inisiatif DPR sudah mangkrak bertahun-tahun. "Bila mangkrak lagi tidakkah itu menghina anggota DPR sendiri yang terdiri atas orang-orang yang terdidik," katanya.
"Perjuangan untuk menghapuskan kekerasan seksual adalah salah satu cara untuk mengingatkan bahwa perempuan bukan konco wingking, tetapi teman yang setara. Ini perjuangan perempuan untuk kemajuan bangsanya," ujar Suyoto.
Dia mengatakan, sikap Partai Nasdem mendesak segera disahkannya RUU PKS dan RUU PRT menjadi undang-undang. Sebab, KUHP yang ada saat ini dinilai hanya fokus kepada pelaku kekerasan seksual an mengabaikan nasib korbannya.
Menurut dia, substansi yang harus diperjuangkan dalam kasus kekerasan seksual adalah perlindungan korban. "Negara harus hadir dalam melindungi warganya dari ancaman kekerasan seksual," katanya.
Selain itu, jelas Suyoto, Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan bagian penting dari aktualisasi semangat Kartini di era saat ini.
Untuk mendorong kesetaraan, sambung dia, Nasdem juga mendorong pemberian pendidikan politik untuk meningkatkan kesadaran perempuan di bidang politik.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin mengungkapkan, catatan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dalam kurun waktu 2015 hingga 2019, setidaknya terdapat 2.148 kasus yang dialami oleh PRT dengan beragam bentuk antara lain kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan ekonomi. Tak jarang, PRT mengalami kekerasan berlapis yang berujung kematian.
Sementara itu, pendiri Institut Perempuan, Valentina Sagala berpendapat, dalam kasus kekerasan seksual jumlah korban seharusnya tidak menjadi ukuran untuk bertindak.
Pengalaman korban kekerasan seksual, kata Valentina, seharusnya merupakan bagian yang penting dalam konteks penegakan hak azasi manusia (HAM).
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat mengungkapkan kekhawatirannya RUU PKS dan RUU PRT akan mangkrak lagi di DPR. Alasannya, dua RUU inisiatif DPR sudah mangkrak bertahun-tahun. "Bila mangkrak lagi tidakkah itu menghina anggota DPR sendiri yang terdiri atas orang-orang yang terdidik," katanya.
(wib)