Ketimbang Denda Rp100 Juta, Lebih Baik Tutup Akses Darat untuk Cegah Mudik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta Trubus Rahadiansyah menyarankan sejumlah hal kepada pemerintah perihal larangan mudik pada hari raya Idul Fitri tahun ini, ketimbang menerapkan sanksi denda Rp100 juta bagi yang nekat mudik pada tanggal 6-17 Mei nanti.
Pertama, Trubus meminta agar semua akses jalan darat ditutup dan penerapannya harus konsisten, dan setiap pemudik yang nekat harus kembali ke tempat asalnya.
“Saran saya, jalannya ditutup untuk yang darat, kalau yang nekat dikembalikan aja, suruh balik. Tapi, itu kan cuma tanggal 6-17 Mei, kalau sebelum dan sesudah tanggal itu kan nggak bisa,” kata Trubus saat dihubungi, Rabu (21/4/2021).
Kedua, sambung dia, mengoptimalkan dan memaksimalkan Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM) sebagai syarat keluar masuk Jabodetabek. Menurutnya, tahun lalu kan kebijakan SIKM ini tidak efektif karena pengawasannya lemah.
“Sekarang kalau mau diterapkan bisa saja, tapi menurut saya nggak akan efektif juga SIKM (kalau pengawasan lemah),” ujarnya.
Ketiga, kata Trubus, untuk jalur laut dan udara, sementara mereka tidak beroperasi untuk kepentingan mudik pada tanggal 6-17 Mei. Namun, ia khawatir bahwa ada masyarakat yang nekat mudik dengan travel atau bus.
“Kalau travel itu kalau bisa ditangkap dan dikandangin aja mobilnya, selesai. Nanti suruh ngurus setelah tanggal 17, setelah lebaran selesai baru ngurus mobilnya. Bus-bus yang nakal tadi dikandangkan aja busnya,” usulnya.
Lebih dari itu, Trubus menambahkan, untuk kebijakan lainnya, baiknya pemerintah menerapkan PPKM Mikro secara ketat, menumbuhkan kesadaran pada masing-masing individu dan tidak perlu sanksi-sanksi seperti itu.
“Intinya kalau sanksi Rp 100 juta nggak akan efektif, sanksi itu hanya bisa melalui proses pengadilan. Kalau orang mudik nggak ada hubungannya dengan itu, karena mudik itu mobilitas,” tegas Trubus.
Pertama, Trubus meminta agar semua akses jalan darat ditutup dan penerapannya harus konsisten, dan setiap pemudik yang nekat harus kembali ke tempat asalnya.
“Saran saya, jalannya ditutup untuk yang darat, kalau yang nekat dikembalikan aja, suruh balik. Tapi, itu kan cuma tanggal 6-17 Mei, kalau sebelum dan sesudah tanggal itu kan nggak bisa,” kata Trubus saat dihubungi, Rabu (21/4/2021).
Baca Juga
Kedua, sambung dia, mengoptimalkan dan memaksimalkan Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM) sebagai syarat keluar masuk Jabodetabek. Menurutnya, tahun lalu kan kebijakan SIKM ini tidak efektif karena pengawasannya lemah.
“Sekarang kalau mau diterapkan bisa saja, tapi menurut saya nggak akan efektif juga SIKM (kalau pengawasan lemah),” ujarnya.
Ketiga, kata Trubus, untuk jalur laut dan udara, sementara mereka tidak beroperasi untuk kepentingan mudik pada tanggal 6-17 Mei. Namun, ia khawatir bahwa ada masyarakat yang nekat mudik dengan travel atau bus.
“Kalau travel itu kalau bisa ditangkap dan dikandangin aja mobilnya, selesai. Nanti suruh ngurus setelah tanggal 17, setelah lebaran selesai baru ngurus mobilnya. Bus-bus yang nakal tadi dikandangkan aja busnya,” usulnya.
Baca Juga
Lebih dari itu, Trubus menambahkan, untuk kebijakan lainnya, baiknya pemerintah menerapkan PPKM Mikro secara ketat, menumbuhkan kesadaran pada masing-masing individu dan tidak perlu sanksi-sanksi seperti itu.
“Intinya kalau sanksi Rp 100 juta nggak akan efektif, sanksi itu hanya bisa melalui proses pengadilan. Kalau orang mudik nggak ada hubungannya dengan itu, karena mudik itu mobilitas,” tegas Trubus.
(muh)