Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid mengkritik kamus sejarah Indonesia Jilid I dan II terbitan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud dan Direktur Sejarah Kemendikbud. Foto/SINDOnews
AAA
JAKARTA - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid mengkritik keras kamus sejarah Indonesia Jilid I dan II terbitan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud dan Direktur Sejarah Kemendikbud.
HNW mencatat beberapa tokoh yang penting lainnya yang tidak dicantumkan adalah, di antaranya, KH Mas Mansoer yang merupakan mantan Ketua PP Muhammadiyah, Anggota BPUPK, Pendiri MIAI; Mr Syafruddin Prawiranegara yang merupakan tokoh Masyumi sekaligus pencetus dan pemimpin Pemerintahan Darurat RI (PDRI).
Kemudian Mohammad Natsir, tokoh Partai Masyumi sekaligus pencetus mosi integral yang menyelamatkan NKRI; Ir Djoeanda yang merupakan Guru Muhammadiyah yang berjasa dengan Resolusi Djoeanda menjadikan Indonesia menjadi betul-betul NKRI yang bercirikan nusantara, dan lain sebagainya.
Sedangkan kata HNW, dari sisi organisasi, tidak ada penjelasan apa pun mengenai Jong Islamiten Bond yang berperan aktif dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. "Padahal mereka semua punya peran yang sangat penting dan diakui dalam pembentukan bangsa ini, sesuai dengan judul Kamus tersebut. Tapi justru malah tidak dimasukkan," ujarnya.
Di sisi lain, HNW menambahkan, justru sejumlah pihak yang tercatat pernah memberontak dan memecah belah bangsa Indonesia dimasukkan ke dalam Kamus Sejarah Indonesia tersebut.
"Misalnya tokoh-tokoh sentral Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti Alimin, Semaun, Musso, Amir Syarifuddin, DN Aidit malah disebut. Bahkan, Bapak Komunis Asia Tenggara Henk Sneevliet yang sukses memecah belah Sarekat Islam menjadi putih dan merah justru dicantumkan, termasuk organisasinya, ISDV," jelasnya.
"Apakah peran mereka yang memecah belah perjuangan Bangsa dan memberontak terhadap Pemerintah Indonesia yang sah lebih penting di mata Dirjen dan Direktur Sejarah Kemendikbud, ketimbang peran Tokoh-Tokoh Bangsa dari Umat Islam yang telah menghadirkan Indonesia Merdeka dan mempertahakankan Indonesia Merdeka dengan NKRI-nya?" tukasnya.
HNW membandingkan penjelasan mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mendapat porsi yang jauh lebih besar dibanding partai-partai lainnya atau Ormas Islam. PKI dijelaskan dalam 2,5 halaman (halaman 177- 179), sedangkan PNI hanya satu halaman lebih sedikit (halaman 179-180).
Bahkan, NU juga hanya dijelaskan dalam 1 halaman lebih sedikit (halaman 157-158), sedangkan Muhammadiyah hanya 0,5 halaman (halaman 55) dan begitu pula Partai Masyumi yang melalui pimpinannya M Natsir, berhasil kembalikan RIS menjadi NKRI juga hanya disebutkan 0,5 halaman.