Regenerasi di PDIP, Pengamat Nilai Bisa Munculkan Faksi dan Konflik Keluarga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indostrategic, Khoirul Umam memandang, proses transisi kepemimpinan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memunculkan kompetisi dua faksi dari dalam trah keluarga Soekarno.
Menurut Umam, memang sudah saatnya PDIP melakukan regenerasi kepemimpinan. Untuk itu, Megawati yang menjadi patron politik partai ini harus bisa menjembatani proses transisi ini menjadi lebih stabil dan tidak berimbas pada menguatnya faksionalisme dan konflik di internal keluarga trah Soekarno.
"Secara kalkulasi politik, tentu Puan Maharani memiliki potensi lebih besar memenangkan kompetisi, karena Puan sudah lama dan intensif tampil sebagai simbol dan wakil Megawati, disaat Prananda yang selama ini cenderung mengindar tampil di hadapan publik," ungkapnya.
Implikasinya kata Umam, Puan memiliki basis jaringan dan akar politik yang lebih kuat di level pengurus PDIP di daerah, dibanding Prananda. Dalam masa transisi kepemimpinan, PDIP akan membutuhkan pemimpin muda yang memiliki otot politik yang lebih kuat.
Sebab menurutnya, masa-masa transisi ini akan terus dibayangi oleh manuver para 'makelar kekuasaan' yang gemar mencari target-target untuk diterkam, guna mengambilalih secara paksa infrastruktur politik yang telah mapan, sebagaimana yang terjadi di Partai Demokrat saat ini.
"(Nampaknya) belum ada tanda-tanda arah restu politik Bu Mega. Sebagai Ibu bagi kedua kakak-beradik itu, sekaligus patron politik PDIP, arah kebijakan Megawati tentunya akan diarahkan untuk menjamin stabilitas politik di internal partainya," ujarnya.
Kendati begitu, Dosen Politik Universitas Paramadina itu mengingatkan bahwa proses peredaman itu belum tentu berhasil jika ada salah satu pihak yang tercongkel egonya.
"Pertentangan antar-ego inilah yang perlu diantisipasi awal dari konflik dan faksionalisme di internal PDIP," pungkasnya.
Menurut Umam, memang sudah saatnya PDIP melakukan regenerasi kepemimpinan. Untuk itu, Megawati yang menjadi patron politik partai ini harus bisa menjembatani proses transisi ini menjadi lebih stabil dan tidak berimbas pada menguatnya faksionalisme dan konflik di internal keluarga trah Soekarno.
"Secara kalkulasi politik, tentu Puan Maharani memiliki potensi lebih besar memenangkan kompetisi, karena Puan sudah lama dan intensif tampil sebagai simbol dan wakil Megawati, disaat Prananda yang selama ini cenderung mengindar tampil di hadapan publik," ungkapnya.
Implikasinya kata Umam, Puan memiliki basis jaringan dan akar politik yang lebih kuat di level pengurus PDIP di daerah, dibanding Prananda. Dalam masa transisi kepemimpinan, PDIP akan membutuhkan pemimpin muda yang memiliki otot politik yang lebih kuat.
Sebab menurutnya, masa-masa transisi ini akan terus dibayangi oleh manuver para 'makelar kekuasaan' yang gemar mencari target-target untuk diterkam, guna mengambilalih secara paksa infrastruktur politik yang telah mapan, sebagaimana yang terjadi di Partai Demokrat saat ini.
"(Nampaknya) belum ada tanda-tanda arah restu politik Bu Mega. Sebagai Ibu bagi kedua kakak-beradik itu, sekaligus patron politik PDIP, arah kebijakan Megawati tentunya akan diarahkan untuk menjamin stabilitas politik di internal partainya," ujarnya.
Kendati begitu, Dosen Politik Universitas Paramadina itu mengingatkan bahwa proses peredaman itu belum tentu berhasil jika ada salah satu pihak yang tercongkel egonya.
"Pertentangan antar-ego inilah yang perlu diantisipasi awal dari konflik dan faksionalisme di internal PDIP," pungkasnya.
(maf)