PR Besar Pembangunan Perikanan

Selasa, 13 April 2021 - 05:10 WIB
loading...
A A A
Jadi, kalau hanya mengandalkan potensi tangkap, jumlah industri dan UMKM akan mengalami kekurangan bahan baku. Begitu juga dengan industri garam yang harus dipastikan memiliki sistem neraca garam untuk supply dan demand. Kebijakan PP No 9/2018 yang menyiratkan bahwa impor dapat dilakukan tanpa persetujuan menteri teknis adalah sebuah proses yang absurd tidak elok. Penulis melihat bahwa ketiadaan kementrian teknis adalah sebuah eksekusi kebijakan yang janggal dan harus direvisi jika ingin memperbaiki kehidupan penambak garam.

PR berikutnya yang dipastikan dan dioptimalkan keberadaannya adalah fungsi kawasan konservasi. Secara kuantitas tidak terlalu sulit mencapai target luasan kawasan konservasi. Namun yang perlu diperhatikan adalah kemanfaatan kawasan konservasi tersebut sebagai salah satu instrumen ekonomi sektor perikanan dan kelautan. Menjadi penting merancang sebuah struktur ekonomi hijau berbasis konservasi di bidang kelautan dan perikanan.

Solusi
Memperhatikan berbagai persoalan di atas, maka penulis memberikan beberapa solusi untuk memperkuat komitmen dan rencana KKP. Pertama, digitalisasi data perikanan dan refungsionalisasi pelabuhan, kedua penguatan multistakeholder platform dalam wilayah pengelolaan perikanan. Ketiga, merancang investasi yang menarik bagi investor dan mempertimbangkan ketidakpastian dan risiko. Keempat, melakukan harmonisasi kebijakan teknis dalam pembangunan perikanan dan kelautan.

Solusi digitalisasi perikanan menjadi penting saat ini karena sebenarnya kita dapat memanfaatkan instrumen teknologi 4.0 pada pelabuhan perikanan. Jika mekanisme penentuan PNBP dilakukan pada skala pelabuhan, maka keterukuran data produksi di pelabuhan bisa dipersiapkan. Selain itu, pelabuhan dapat menjalankan fungsi pendataan, pelelangan, dan pencatatan pendapatan. Pelabuhan menjadi ujung tombak dari upaya pendataan perikanan yang lebih presisi berbasis digital.

Solusi kedua mengenai penguatan multiplatform stakeholder diperlukan untuk memastikan bahwa mekanisme pengelolaan perikanan berbasis WPP dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak baik vertikal maupun horizontal. Kabupaten/kota, provinsi, investor, perguruan tinggi, CSO, dan lembaga penelitian dapat sama-sama dilibatkan dalam platform multistakeholder ini.

Solusi ketiga adalah memastikan bahwa informasi ketidakpastian (uncertainty), bahaya, dan risiko yang menjadi beban investor dapat diberikan elastisitas berbasis risiko.

Solusi terakhir sekaligus sangat penting dan menentukan langkah sektor perikanan dan kelautan ke depan adalah soal harmonisasi kebijakan. Disruspi kebijakan dan operasional seperti kebijakan tentang lobster, sistem pendataan yang tidak kunjung selesai, koordinasi vertikal dan horizontal harus dijadikan prioritas KKP untuk maju. Waktu 20 tahun terlalu lama untuk tidur bagi sektor kelautan dan perikanan dalam menggapai kejayaannya.

Semoga PR ini menjadi catatan awal tahun kerja KKP dalam mencapai target PNBP Rp12 triliun dari perikanan tangkap.
(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1042 seconds (0.1#10.140)