DPR Minta Pemerintah Segera Berikan Insentif Maskapai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi V DPR Lasarus meminta pemerintah memberikan insentif kepada seluruh maskapai penerbangan di Indonesia. Pemberian insentif maskapai diyakini sekaligus menjadi stimulus pemulihan ekonomi nasional.
Politikus PDI Perjuangan ini memaparkan insentif yang dimaksud adalah pengurangan pungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari biaya-biaya kebandarudaraan, termasuk biaya landing pesawat. Menurut dia, selama ini PNBP yang dibebankan ke maskapai sangat besar.
Lasarus juga meminta pemerintah tidak hanya fokus kepada maskapai milik negara. Pemberian insentif, menurut dia, juga kepada seluruh maskapai, termasuk milik swasta nasional. "Maskapai itu memiliki andil terhadap pertumbuhan ekonomi dan berkontribusi juga kepada pendapatan negara," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (7/4/2021).
Baca juga: DPR RI Mendorong Kemenhub Mempertimbangkan Pemberian Insentif bagi Jasa Transportasi
"Jadi, harus (pemerintah beri insentif maskapai). Setiap kali rapat di Komisi, kami pun sudah sampaikan itu. Kan, maskapai swasta ada perannya, makanya harus diperhatikan juga," ujarnya.
Lasarus berharap pemerintah segera meluncurkan insentif kepada seluruh maskapai tersebut. Namun, dia memahami bahwa pemberian insentif tak hanya urusan Kementerian Pehubungan tapi juga Kementerian Keuangan.
"Mau tidak Menteri Keuangan dikurangi pendapatannya? Nanti, kami akan rapatkan lagi masalah insentif ini dengan Dirjen Perhubungan Udara," katanya.
Sejumlah insentif memang dibutuhkan maskapai agar bisa pulih dari dampak pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung setahun ini. Selain insentif perpajakan, maskapai juga membutuhkan fleksibilitas pembayaran ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait dengan penerbangan, seperti Pertamina, operator bandara Angkasa Pura I dan II, dan AirNav. Fleksibilitas pembayaran ke Pertamina terkait dengan biaya avtur, yang memakan 40-45% biaya operasional maskapai.
Baca juga: Pantesan Tekor, Garuda Jadi Maskapai dengan Biaya Sewa Tertinggi di Dunia
Keputusan pemerintah melarang mudik saat libur Lebaran nanti pun tentu akan semakin menyulitkan maskapai. Sebab, pada musim-musim liburan itulah sesungguhnya kesempatan bagi maskapai meningkatkan penerimaan. Itu sebabnya, insentif menjadi semakin dibutuhkan maskapai sebagai kompensasi dari pelarangan mudik Lebaran.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Kementerian Perhubungan dengan Komisi V pada Februari 2021, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan pemerintah belum menemukan skema stimulus yang tepat untuk maskapai swasta. Namun, sumber di pemerintahan menyebutkan bahwa insentif maskapai saat ini masih dibahas di Kementerian Keuangan.
Menurut pengamat kebijakan transportasi publik, Azas Tigor Nainggolan, seluruh maskapai, baik milik BUMN maupun swasta, seharusnya bisa menikmati insentif yang sama dari pemerintah. Insentif pengurangan pajak misalnya. "Jangan yang satu dapat, yang lain tidak dapat," ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan ini memaparkan insentif yang dimaksud adalah pengurangan pungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari biaya-biaya kebandarudaraan, termasuk biaya landing pesawat. Menurut dia, selama ini PNBP yang dibebankan ke maskapai sangat besar.
Lasarus juga meminta pemerintah tidak hanya fokus kepada maskapai milik negara. Pemberian insentif, menurut dia, juga kepada seluruh maskapai, termasuk milik swasta nasional. "Maskapai itu memiliki andil terhadap pertumbuhan ekonomi dan berkontribusi juga kepada pendapatan negara," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (7/4/2021).
Baca juga: DPR RI Mendorong Kemenhub Mempertimbangkan Pemberian Insentif bagi Jasa Transportasi
"Jadi, harus (pemerintah beri insentif maskapai). Setiap kali rapat di Komisi, kami pun sudah sampaikan itu. Kan, maskapai swasta ada perannya, makanya harus diperhatikan juga," ujarnya.
Lasarus berharap pemerintah segera meluncurkan insentif kepada seluruh maskapai tersebut. Namun, dia memahami bahwa pemberian insentif tak hanya urusan Kementerian Pehubungan tapi juga Kementerian Keuangan.
"Mau tidak Menteri Keuangan dikurangi pendapatannya? Nanti, kami akan rapatkan lagi masalah insentif ini dengan Dirjen Perhubungan Udara," katanya.
Sejumlah insentif memang dibutuhkan maskapai agar bisa pulih dari dampak pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung setahun ini. Selain insentif perpajakan, maskapai juga membutuhkan fleksibilitas pembayaran ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait dengan penerbangan, seperti Pertamina, operator bandara Angkasa Pura I dan II, dan AirNav. Fleksibilitas pembayaran ke Pertamina terkait dengan biaya avtur, yang memakan 40-45% biaya operasional maskapai.
Baca juga: Pantesan Tekor, Garuda Jadi Maskapai dengan Biaya Sewa Tertinggi di Dunia
Keputusan pemerintah melarang mudik saat libur Lebaran nanti pun tentu akan semakin menyulitkan maskapai. Sebab, pada musim-musim liburan itulah sesungguhnya kesempatan bagi maskapai meningkatkan penerimaan. Itu sebabnya, insentif menjadi semakin dibutuhkan maskapai sebagai kompensasi dari pelarangan mudik Lebaran.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Kementerian Perhubungan dengan Komisi V pada Februari 2021, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan pemerintah belum menemukan skema stimulus yang tepat untuk maskapai swasta. Namun, sumber di pemerintahan menyebutkan bahwa insentif maskapai saat ini masih dibahas di Kementerian Keuangan.
Menurut pengamat kebijakan transportasi publik, Azas Tigor Nainggolan, seluruh maskapai, baik milik BUMN maupun swasta, seharusnya bisa menikmati insentif yang sama dari pemerintah. Insentif pengurangan pajak misalnya. "Jangan yang satu dapat, yang lain tidak dapat," ujarnya.