KPK Hentikan Kasus BLBI, Komisi III Khawatir Megakorupsi Lainnya Bernasib Sama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menanggapi penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap mega skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
SP3 ini menghentikan upaya penyidikan secara lebih lanjut terhadap mega skandal korupsi dengan tersangka pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim, yang merugikan negara senilai Rp4,58 triliun.
Hinca mengakui, secara peraturan perundang-undangan, KPK memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan tersebut. "SP3 tersebut memang diakomodir oleh UU Nomor 19 Tahun 2019. Agak mengejutkan memang bagi publik, bahwa kasus pertama yang dilakukan SP3 oleh KPK adalah kasus BLBI yang notabene adalah mega skandal korupsi," kata Hinca kepada wartawan, Junat (2/4/2021).
Namun, menurut Hinca, keputusan KPK menerbitkan SP3 terhadap mega skandal korupsi BLBI yang nyata-nyata merugikan negara senilai Rp4,58 triliun, sungguh mengejutkan bagi publik. Komisi III DPR perlu mengejar dan meminta pertanggung jawaban KPK serta mempertanyakan alasan-alasan di balik penerbitan SP3 kasus BLBI ini. "Ini yang harus kami (Komisi III) kejar," sambungnya.
Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat ini mengaku, pihaknya sering kali memberikan kritik terhadap langkah dalam upaya penegakkan hukum pemberantasan korupsi. Salah satunya terkait dengan langkah KPK yang telah menghentikan upaya penyelidikan beberapa kasus korupsi. Dia khawatir, adanya penerbitan SP3 terhadap mega skandal BLBI, sangat terbuka kemungkinan adanya keputusan yang sama untuk kasus korupsi yang telah merugikan keuangan negara selama ini. Jika ada potensi SP3 terhadap kasus korupsi yang lain, tegas Hinca, Demokrat akan berdiri untuk melawan keputusan tersebut.
"Satu bulan yang lalu, sudah banyak kritik yang mendarat ke dalam tubuh KPK menyoal 36 kasus yang dihentikan penyelidikannya. Namun untuk penghentian penyidikan, KPK baru melakukannya satu kali yakni terhadap salah satu kasus besar di Indonesia. Apakah ini akan jadi preseden bagi KPK untuk menghentikan mega skandal lainnya? Tentu saya dan teman-teman dari Fraksi Demokrat akan berdiri melawannya jika arahnya telah menuju kesana," tukas Hinca.
Dengan adanya penerbitan SP3 mega skandal BLBI, kata Hinca menjadi momentum yang tepat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja KPK. Saat ini, begitu banyak hal yang menjadi bahan evaluasi bagi publik berkaitan dengan kinerja KPK. Hinca menambahkan, sebagai anggota Komisi III, dirinya pasti melaksanakan pengawasan secara terukur terhadap kinerja KPK. Hal ini penting agar agenda pemberantasan korupsi tidak tergadaikan oleh kepentingan satu dua orang yang justru merugikan keuangan negara.
"Saya akan selalu menjalankan mekanisme pengawasan yang terukur dan akan selalu memastikan bahwa segala keputusan yang dikeluarkan oleh KPK telah melalui prosedur yang tidak bertentangan dengan hukum positif dan lebih jauh dari itu, tidak bertentangan pula dengan keadilan," ungkapnya.
SP3 ini menghentikan upaya penyidikan secara lebih lanjut terhadap mega skandal korupsi dengan tersangka pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim, yang merugikan negara senilai Rp4,58 triliun.
Hinca mengakui, secara peraturan perundang-undangan, KPK memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan tersebut. "SP3 tersebut memang diakomodir oleh UU Nomor 19 Tahun 2019. Agak mengejutkan memang bagi publik, bahwa kasus pertama yang dilakukan SP3 oleh KPK adalah kasus BLBI yang notabene adalah mega skandal korupsi," kata Hinca kepada wartawan, Junat (2/4/2021).
Namun, menurut Hinca, keputusan KPK menerbitkan SP3 terhadap mega skandal korupsi BLBI yang nyata-nyata merugikan negara senilai Rp4,58 triliun, sungguh mengejutkan bagi publik. Komisi III DPR perlu mengejar dan meminta pertanggung jawaban KPK serta mempertanyakan alasan-alasan di balik penerbitan SP3 kasus BLBI ini. "Ini yang harus kami (Komisi III) kejar," sambungnya.
Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat ini mengaku, pihaknya sering kali memberikan kritik terhadap langkah dalam upaya penegakkan hukum pemberantasan korupsi. Salah satunya terkait dengan langkah KPK yang telah menghentikan upaya penyelidikan beberapa kasus korupsi. Dia khawatir, adanya penerbitan SP3 terhadap mega skandal BLBI, sangat terbuka kemungkinan adanya keputusan yang sama untuk kasus korupsi yang telah merugikan keuangan negara selama ini. Jika ada potensi SP3 terhadap kasus korupsi yang lain, tegas Hinca, Demokrat akan berdiri untuk melawan keputusan tersebut.
"Satu bulan yang lalu, sudah banyak kritik yang mendarat ke dalam tubuh KPK menyoal 36 kasus yang dihentikan penyelidikannya. Namun untuk penghentian penyidikan, KPK baru melakukannya satu kali yakni terhadap salah satu kasus besar di Indonesia. Apakah ini akan jadi preseden bagi KPK untuk menghentikan mega skandal lainnya? Tentu saya dan teman-teman dari Fraksi Demokrat akan berdiri melawannya jika arahnya telah menuju kesana," tukas Hinca.
Dengan adanya penerbitan SP3 mega skandal BLBI, kata Hinca menjadi momentum yang tepat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja KPK. Saat ini, begitu banyak hal yang menjadi bahan evaluasi bagi publik berkaitan dengan kinerja KPK. Hinca menambahkan, sebagai anggota Komisi III, dirinya pasti melaksanakan pengawasan secara terukur terhadap kinerja KPK. Hal ini penting agar agenda pemberantasan korupsi tidak tergadaikan oleh kepentingan satu dua orang yang justru merugikan keuangan negara.
"Saya akan selalu menjalankan mekanisme pengawasan yang terukur dan akan selalu memastikan bahwa segala keputusan yang dikeluarkan oleh KPK telah melalui prosedur yang tidak bertentangan dengan hukum positif dan lebih jauh dari itu, tidak bertentangan pula dengan keadilan," ungkapnya.
(cip)