Ditolak Pemerintah, Moeldoko Cs Masih Punya Waktu 3 Tahun Bentuk Parpol Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah hasil Kongres Luar Biasa ( KLB) Deli Serdang ditolak pengesahannya oleh pemerintah, Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun disarankan untuk berhenti berupaya mengambil alih Partai Demokrat yang sah.
“Melihat pengakuan Pak Moeldoko yang merasa terpanggil untuk menyelamatkan bangsa dan negara, sebaiknya beliau dengan dukungan JAM, Nazarudin, Darmizal dll, membentuk saja partai politik untuk bertarung pada Pemilu 2024 nanti, mumpung masih ada waktu tiga tahun lagi,” ujar Analis Politik yang juga Direktur Eksekutif VoxPol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago dalam keterangannya, Kamis (1/4/2021). Baca juga: Demokrat Moeldoko Ditolak, Tuduhan Pemerintah Bakal Restui KLB Terbantahkan
Dia melanjutkan Moeldoko punya sumber daya yang besar, lalu ada Nazarudin yang konon juga masih punya sumber daya yang besar walaupun baru selesai menjalani masa hukuman. Menurutnya, Jhoni Allen, Marzuki Alie, Darmizal, dll pasti bisa membantu membuka jaringan di daerah-daerah.
"Apalagi di situ juga ada politisi-politisi lintas partai seperti Ilal Ferhard dari Partai Gerindra, Max Sopacua dari Partai Emas, Razman Nasution yang sempat berkiprah di PKB,” kata Pangi menyarankan.
Dengan pengumuman Kemenkumham kemarin serta pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa kisruh Partai Demokrat secara hukum sudah selesai, kata dia, sebaiknya Moeldoko dan kawan-kawan berhenti bertarung melawan Ketum Partai Demokrat yang sah, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Walaupun kesannya Jenderal Purnawirawan kalah dari Mayor Purnawirawan tapi telan saja pil pahit ini dan move on. Jangan pertaruhkan reputasi semata-mata demi gengsi,” tuturnya.
Secara politik, lanjut Pangi, sebenarnya kehendak dan arahan Presiden Jokowi sudah jelas dalam kisruh ini. Keputusan Kemenkumham kemarin, selain menegaskan bahwa pemerintah memang memegang janji untuk menegakkan hukum yang berlaku tapi juga bisa dibaca sebagai isyarat politik bahwa Presiden Jokowi tidak berkenan dengan manuver Moeldoko.
"Sebagai orang Solo, Presiden Jokowi tidak selalu mengungkapkan secara eksplisit apa yang beliau mau. Tapi sebagai orang Jawa, Pak Moeldoko harusnya bisa menangkap isyarat ini. Jika tidak, Pak Moeldoko bisa dipersepsikan bukan lagi sebagai aset, tapi juga beban politik Pak Jokowi,” tegas Pangi yang akrab dipanggil Ipang ini.
“Melihat pengakuan Pak Moeldoko yang merasa terpanggil untuk menyelamatkan bangsa dan negara, sebaiknya beliau dengan dukungan JAM, Nazarudin, Darmizal dll, membentuk saja partai politik untuk bertarung pada Pemilu 2024 nanti, mumpung masih ada waktu tiga tahun lagi,” ujar Analis Politik yang juga Direktur Eksekutif VoxPol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago dalam keterangannya, Kamis (1/4/2021). Baca juga: Demokrat Moeldoko Ditolak, Tuduhan Pemerintah Bakal Restui KLB Terbantahkan
Dia melanjutkan Moeldoko punya sumber daya yang besar, lalu ada Nazarudin yang konon juga masih punya sumber daya yang besar walaupun baru selesai menjalani masa hukuman. Menurutnya, Jhoni Allen, Marzuki Alie, Darmizal, dll pasti bisa membantu membuka jaringan di daerah-daerah.
"Apalagi di situ juga ada politisi-politisi lintas partai seperti Ilal Ferhard dari Partai Gerindra, Max Sopacua dari Partai Emas, Razman Nasution yang sempat berkiprah di PKB,” kata Pangi menyarankan.
Dengan pengumuman Kemenkumham kemarin serta pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa kisruh Partai Demokrat secara hukum sudah selesai, kata dia, sebaiknya Moeldoko dan kawan-kawan berhenti bertarung melawan Ketum Partai Demokrat yang sah, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Walaupun kesannya Jenderal Purnawirawan kalah dari Mayor Purnawirawan tapi telan saja pil pahit ini dan move on. Jangan pertaruhkan reputasi semata-mata demi gengsi,” tuturnya.
Secara politik, lanjut Pangi, sebenarnya kehendak dan arahan Presiden Jokowi sudah jelas dalam kisruh ini. Keputusan Kemenkumham kemarin, selain menegaskan bahwa pemerintah memang memegang janji untuk menegakkan hukum yang berlaku tapi juga bisa dibaca sebagai isyarat politik bahwa Presiden Jokowi tidak berkenan dengan manuver Moeldoko.
"Sebagai orang Solo, Presiden Jokowi tidak selalu mengungkapkan secara eksplisit apa yang beliau mau. Tapi sebagai orang Jawa, Pak Moeldoko harusnya bisa menangkap isyarat ini. Jika tidak, Pak Moeldoko bisa dipersepsikan bukan lagi sebagai aset, tapi juga beban politik Pak Jokowi,” tegas Pangi yang akrab dipanggil Ipang ini.
(kri)