Tidak Mudik (Lagi)
loading...
A
A
A
Lebaran tahun ini untuk kali kedua pemerintah memutuskan larangan mudik. Keputusan ini pantas diapresiasi karena bagaimanapun telah mempertimbangkan aspek keamanan dan keselamatan untuk mencegah penularan Covid-19.
Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy Jumat (26/3), larangan mudik ditetapkan mulai 6-17 Mei 2021. Keputusan ini diambil karena pemerintah tidak ingin rutinitas tahunan mudik Lebaran menjadi penyebab lonjakan kasus Covid-19. Maklum, mudik merupakan ritual tahunan yang berpotensi menimbulkan kerumunan baik di rumah, perjalanan, maupun di tempat-tempat publik lainnya.
Apalagi, berdasarkan data Satgas Covi-19, masih ada 10 kota dan kabupaten yang termasuk zona merah atau berisiko tinggi, kemudian 313 kabupaten/kota berisiko sedang, 183 berisiko rendah, dan hanya 8 kabupaten kota yang tidak terdampak alias tak ditemukan kasus baru virus korona.
Memang, dalam dua bulan terakhir laju penambahan kasus positif Covid-19 cenderung menurun dibandingkan Desember tahun lalu. Namun, angka kasus positif harian tetap masih relatif tinggi yakni di kisaran 4.000-an per hari. Data terkini yang dirilis satuan tugas Covid-19 menyebutkan, hari Minggu, 28 Maret terdapat penambahan 4.083 kasus sehingga total kasus positif menjadi 1.496.085 orang. Adapun jumlah pasien yang meninggal dunia karena korona bertambah 85 orang sehingga total mencapai 40.449 orang.
Larangan mudik Lebaran hendaknya dipahami oleh masyarakat sebagai bagian dari ikhtiar untuk mengurangi potensi penularan virus korona. Seperti halnya program vaksinasi yang sedang dilaksanakan pemerintah dan kini mulai menyasar ke daerah-daerah.Vaksinasi ini juga sekaligus menjadi andalan untuk membuat herd immunity atau kekebalan kelompok untuk mengurangi potensi penularan virus yang ujungnya membantu masyarakat tetap sehat sehingga bisa kembali memutarkan roda perekonomian.
Sekadar diketahui, pemerintah menargetkan vaksinasi bisa dilakukan terhadap 181 juta penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, target sasaran awal yang divaksinasi sebanyak 40,3 juta orang dan baru sebanyak 7,1 juta yang mendapat suntikan pertama. Sementara 3,2 juta lainnya sudah mendapatkan dua kali suntikan vaksin Sinovac. April mendatang program vaksinasi nasional akan memasuki tahap ketiga dengan sasaran masyarakat rentan yang berada di zona merah atau risiko penularan tinggi. Selanjutnya, kita berharap semua target sasaran vaksin bisa terpenuhi terutama di daerah yang infrastruktur komunikasinya masih terbatas.
Persoalan infrastruktur komunikasi ini menjadi penting bagi mereka yang ada di desa-desa. Pasalnya, sepanjang pelaksanaan vaksinasi di kota-kota besar untuk keperluan mendapatkan fasilitas vaksin gratis ini harus mendaftar melalui aplikasi di telepon pintar. Dan, apabila tidak mempunyai ponsel, maka akan didaftarkan secara manual oleh pemerintah melalui Babinsa/Babinkamtibmas dengan melibatkan lurah, kepala dusun, dan puskesmas setempat. Pada bagian ini, pemerintah harus memastikan semua warga mendapatkan informasi yang jelas dan proaktif menyasar warga. Jangan sampai ada warga yang justru berhak menerima vaksin luput dari perhatian.
Kontradiktif
Keputusan melarang mudik Lebaran tahun ini diklaim pemerintah telah mempertimbangkan segala aspek termasuk terutama kesehatan masyarakat. Namun, ada satu hal yang mengganggu di balik keputusan tersebut. Ada kesan kontradiktif antara satu keputusan dengan kebijakan di sektor lainnya. Yang jelas-jelas terlihat adalah kebijakan diperbolehkannya lokasi-lokasi wisata buka meski masih terbatas. Langkah ini sejalan dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro yang hingga kini diperpanjang untuk kali ketiga.
Fakta ini sedikit-banyak membuat masyarakat bingung. Di sisi lain, masih ada celah di mana masyarakat akan mencari waktu mudik sendiri di luar periode larangan 6-17 Mei mendatang. Sehingga, jika tidak ingin kecolongan, maka pemerintah mau tidak mau harus memperketat pengawasan aktivitas masyarakat bukan sekadar imbauan.
Pengawasan aktivitas ini juga sebaiknya jangan hanya dilakukan di saat mudik, tetapi harus konsisten di tempat-tempat publik yang masih terdapat kerumunan. Misalnya pusat-pusat kuliner, kafe, warung atau tempat-tempat olahraga di ruang tertutup. Tidak mudah memang menjalankan pengawasan ini, namun bukan berarti tidak bisa.
Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy Jumat (26/3), larangan mudik ditetapkan mulai 6-17 Mei 2021. Keputusan ini diambil karena pemerintah tidak ingin rutinitas tahunan mudik Lebaran menjadi penyebab lonjakan kasus Covid-19. Maklum, mudik merupakan ritual tahunan yang berpotensi menimbulkan kerumunan baik di rumah, perjalanan, maupun di tempat-tempat publik lainnya.
Apalagi, berdasarkan data Satgas Covi-19, masih ada 10 kota dan kabupaten yang termasuk zona merah atau berisiko tinggi, kemudian 313 kabupaten/kota berisiko sedang, 183 berisiko rendah, dan hanya 8 kabupaten kota yang tidak terdampak alias tak ditemukan kasus baru virus korona.
Memang, dalam dua bulan terakhir laju penambahan kasus positif Covid-19 cenderung menurun dibandingkan Desember tahun lalu. Namun, angka kasus positif harian tetap masih relatif tinggi yakni di kisaran 4.000-an per hari. Data terkini yang dirilis satuan tugas Covid-19 menyebutkan, hari Minggu, 28 Maret terdapat penambahan 4.083 kasus sehingga total kasus positif menjadi 1.496.085 orang. Adapun jumlah pasien yang meninggal dunia karena korona bertambah 85 orang sehingga total mencapai 40.449 orang.
Larangan mudik Lebaran hendaknya dipahami oleh masyarakat sebagai bagian dari ikhtiar untuk mengurangi potensi penularan virus korona. Seperti halnya program vaksinasi yang sedang dilaksanakan pemerintah dan kini mulai menyasar ke daerah-daerah.Vaksinasi ini juga sekaligus menjadi andalan untuk membuat herd immunity atau kekebalan kelompok untuk mengurangi potensi penularan virus yang ujungnya membantu masyarakat tetap sehat sehingga bisa kembali memutarkan roda perekonomian.
Sekadar diketahui, pemerintah menargetkan vaksinasi bisa dilakukan terhadap 181 juta penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, target sasaran awal yang divaksinasi sebanyak 40,3 juta orang dan baru sebanyak 7,1 juta yang mendapat suntikan pertama. Sementara 3,2 juta lainnya sudah mendapatkan dua kali suntikan vaksin Sinovac. April mendatang program vaksinasi nasional akan memasuki tahap ketiga dengan sasaran masyarakat rentan yang berada di zona merah atau risiko penularan tinggi. Selanjutnya, kita berharap semua target sasaran vaksin bisa terpenuhi terutama di daerah yang infrastruktur komunikasinya masih terbatas.
Persoalan infrastruktur komunikasi ini menjadi penting bagi mereka yang ada di desa-desa. Pasalnya, sepanjang pelaksanaan vaksinasi di kota-kota besar untuk keperluan mendapatkan fasilitas vaksin gratis ini harus mendaftar melalui aplikasi di telepon pintar. Dan, apabila tidak mempunyai ponsel, maka akan didaftarkan secara manual oleh pemerintah melalui Babinsa/Babinkamtibmas dengan melibatkan lurah, kepala dusun, dan puskesmas setempat. Pada bagian ini, pemerintah harus memastikan semua warga mendapatkan informasi yang jelas dan proaktif menyasar warga. Jangan sampai ada warga yang justru berhak menerima vaksin luput dari perhatian.
Kontradiktif
Keputusan melarang mudik Lebaran tahun ini diklaim pemerintah telah mempertimbangkan segala aspek termasuk terutama kesehatan masyarakat. Namun, ada satu hal yang mengganggu di balik keputusan tersebut. Ada kesan kontradiktif antara satu keputusan dengan kebijakan di sektor lainnya. Yang jelas-jelas terlihat adalah kebijakan diperbolehkannya lokasi-lokasi wisata buka meski masih terbatas. Langkah ini sejalan dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro yang hingga kini diperpanjang untuk kali ketiga.
Fakta ini sedikit-banyak membuat masyarakat bingung. Di sisi lain, masih ada celah di mana masyarakat akan mencari waktu mudik sendiri di luar periode larangan 6-17 Mei mendatang. Sehingga, jika tidak ingin kecolongan, maka pemerintah mau tidak mau harus memperketat pengawasan aktivitas masyarakat bukan sekadar imbauan.
Pengawasan aktivitas ini juga sebaiknya jangan hanya dilakukan di saat mudik, tetapi harus konsisten di tempat-tempat publik yang masih terdapat kerumunan. Misalnya pusat-pusat kuliner, kafe, warung atau tempat-tempat olahraga di ruang tertutup. Tidak mudah memang menjalankan pengawasan ini, namun bukan berarti tidak bisa.
(war)